Persitoli juara Piala Pertiwi, Ketum PSSI puji totalitas Bupati Tolikara
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia atau PSSI, Mochamad Iriawan memuji totalitas Bupati Tolikara, Papua, Usman G Wanimbo, untuk memajukan sepak bola di wilayahnya. Pendapat itu dilontarkan pria yang biasa disapa Iwan Bule ini, usai Gabungan Sepak Bola Wanita (Galanita) Persitoli Tolikara juara Piala Pertiwi Cup 2021/2022, 28 Maret 2022. Dalam laga final yang berlangsung di Lapangan Sabilulungan Soreang, Bandung, Jawa Barat, Galanita Persitoli mengandaskan perlawanan Bangka Belitung (Babel) dengan skor 3-1. Iwan Bule mengatakan, kepala daerah lain mesti mencontoh Usman G Wanimbo dalam urusan memajukan dunia sepak bola. “Bung Usman juga harus berdedikasi untuk Papua secara umum. Selamat untuk Pemenang khususnya Persitoli Tolikara, Papua,” kata Iwan Bule saat dalam sambutannya saat penutupan Piala Pertiwi, usai laga final. Mochamad Iriawan yang merupakan mantan Kapolda Metro Jaya itu mengatakan, apabila membahas sepak bola putri, ia selalu respek terhadap Usman G Wanimbo. “Saya selalu hormat ke Pak Usman [Wanimbo], jika bicara kompetisi sepakbola putri. Beliau sangat total dalam sepakbola putri,” ucapnya. Katanya, sebagai seorang manejer Usman Wanimbo memiliki sikap luar biasa. Selalu memperlakukan pemainnya seperti anak sendiri. “Mestinya kepala daerah lain juga bisa meniru apa yang dilakukan oleh Pak Bupati Tolikara ini, jika ingin sepak bola putrinya berprestasi. Ke depan, Pak Usman harus punya andil lebih. Jangan di sepak bola putri saja. Mesti berfikir global untuk sepak bola Papua,” ujarnya. Bupati Tolikara, Usman Wanimbo sejak dulu dikenal aktif dalam pembinaan bakat pemuda, khususnya sepak bola putri. Sejak dua periode menjabat bupati, Usman Wanimbo membawa Galanita Persitoli menjadi langganan juara. Pada Piala Pertiwi Cup 2019, Galanita Persitoli keluar sebagai juara. Saat Liga 1 Putri 2020, Galanita Persitoli menembus babak semifinal, medali emas PON 2021, dan juara Pertiwi Cup 2022. Ketua Umum Asoasiasi Sepak bola Wanita Indonesia (ASBWI), H. Nadaisyah, menyampaikan selamat kepada tim Persitoli atas keberhasilan mereka menjuarai turnamen Piala Pertiwi 2021/2022. “Selamat kepada tim Papua yang telah berhasil menjuarai Piala Pertiwi, telah bermain sportif dan membuktikan bahwa sepak bola wanita bisa unjuk gigi,” kata Nadaisyah. (*) Editor: Edho Sinaga
Bupati Mamteng bagi-bagi uang di Tangerang, tim peduli Kabupaten layangkan protes
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Masyarakat Kabupaten Mamberamo Tengah (Mamteng), Papua yang terdiri atas lima Distrik dan 59 Kampung kecewa atas sikap Bupati Ricky Ham Pagawak (RHP) karena membagi-bagikan uang kepada warga di luar Papua. Ketua Tim Peduli Kabupaten Mamberamo Tengah, Ditimus Wanimbo mengatakan, kekesalan warga ini tidak ada sangkut paut dengan politik, namun ini sebuah ungkapan sakit hati dari masyarakat setempat. Ditimus Wanimbo menyampaikan bahwa saat ini masyarakat membutuhkan uluran tangan dari pemerintah setempat, justru masyarakat melihat pemimpin mereka lebih peduli dengan warga di luar Mamberamo Tengah. “Kami harus berbicara masalah ini karena beberapa tahun terakhir sudah melihat kondisi yang ada di kabupaten Mamberamo Tengah dari 5 distrik dan 59 kampung. Bupati seharusnya lebih perduli serta memprioritaskan masyarakatnya, tapi bupati lebih fokus untuk kepentingan pribadi,” kata Ditimus Wanimbo ketika menghubungi Jubi, Selasa (28/3/2022) kemarin. Ditimus Wanimbo menyatakan penilaian oleh warga yang telah mempercayakan Bupati RHP memimpin selama 10 tahun ini adalah datang dari suara rakyat, akan tetapi pemerintah tidak pernah memberikan perhatian itu kepada masyarakatnya sendiri, sehingga rasa kecewa itu muncul dalam benak masyarakat dan menganggap 10 tahun kepemimpinan RHP gagal total di Mamteng. “Jujur saja ada beberapa kampung yang membuat jalan dengan peralatan berkebun, kami bingung mengapa pimpinan kami membuat kami [rakyat kecil] seperti ini. Kita kecewa apa yang dilakukan bupati, 5 Distrik di Mamteng tidak ada pembangunan yang menonjol,” ujarnya. Wanimbo lalu membandingkan program pembangunan di Mamteng dengan di kabupaten Lanny Jaya, daerah di wilayah adat Lapago yang sama-sama merupakan kabupaten pemekaran dari Jayawijaya. Dia menyatakan usia roda pemerintahan di Mamberamo Tengah dan Lanny Jaya tidak jauh berbeda, namun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir pembangunan di Lanny Jaya cukup menonjol. Ia mencontohkan sudah ada jalan yang beraspal, namun berbeda di Mamberamo Tengah tidak ada. Lalu di Lanny Jaya yang memilik 39 distrik, tiap bulan warganya bisa menerima bantuan dari pemerintah. “Kami di Mamberamo Tengah hanya 5 Distrik dan 59 Kampung seharusnya bisa seperti di Lanny Jaya, karena kami sedikit tetapi uang masyarakat di bagikan di tempat lain. Di Distrik Erageyam itu masyarakat kerja jalan sendiri menggunakan tangan dan peralatan berkebun agar kendaraan bisa masuk,” katanya. Sebagai pembanding jumlah penduduk di provinsi Papua menurut kabupaten/kota yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan penduduk di Mamberamo Tengah pada tahun 2020 berjumlah (50.685) dan pada tahun 2022 berjumlah (51.160 jiwa). Sebaliknya jumlah warga di kabupaten Lanny Jaya pada 2020 berjumlah (196.399 ribu) dan pada tahun 2021 berjumlah (198.686). Melianus Gombo, anggota tim peduli Mamberamo Tengah menambahkan sekaligus menyoroti, tidak ada keterwakilan anggota parlemen asal Mamberamo Tengah di Dewan Perwakilan Rakyat Papua atau DPRP. Ia menegaskan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir tidak ada representasi wakil rakyat dari Kabupaten Mamberamo Tengah di DPR Papua, sehingga jika ada keluhan seperti saat ini dirasakan rakyat, tidak tahu mereka harus mengadu ke mana. “Hampir semua wilayah adat Lapago memiliki perwakilan anggota di DPRP Papua, kecuali hanya kabupaten Mamberamo Tengah saja yang tidak ada. Kami pertanyakan itu sebab bupati merupakan kader Partai Demokrat mengapa tidak ada satupun kader dari partai Demokrat itu mewakili Mamberamo Tengah duduk di parlemen [DPR] Papua,” ujarnya. Melianus Gombo menegaskan jika masyarakat meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus turun dan melakukan audit, sebab peruntukan anggaran untuk program masyarakat kurang diperhatikan dan kondisi ini bukan masyarakat asal bicara tapi fenomena yang terjadi di Mamteng. Ironisnya masyarakat Mamteng yang seharusnya butuh anggaran, namun bupatinya bagi-bagi uang di tempat lain. “Masyarakat sendiri lapar, tapi bupati bagi-bagi uang di luar Papua. Ini lucu, apa yang kasih suara orang dari luar Papua sampai bupati terpilih. Kami dari 5 Distrik dan 59 Kampung di Kabupaten Mamberamo Tengah yang pilih bupati sekarang [RHP],” ujarnya. Sebelumnya tersebar di media sosial video berdurasi 120 detik bupati Mamteng sedang membagi-bagikan uang pecahan Rp100 ribu kepada warga yang didominasi para ibu-ibu dan anak-anak. Informasi yang dihimpun Jubi bahwa aksi spontan itu dilakukan bupati Mamteng setelah mengikuti ibadah minggu di Gereja GIDI di Tangerang, Banten yang lokasinya berada di perumahan warga. (*) Editor: Edho Sinaga
Poksus DPR Papua desak berbagai pihak sikapi aspirasi masyarakat Intan Jaya
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Kelompok Khusus (Poksus) DPR Papua mendesak berbagai pihak menyikapi aspirasi masyarakat Intan Jaya. Kelompok Khusus ini berjumlah 14 anggota DPR Papua melalui mekanisme pengangkatan dari lima wilayah adat di Papua. Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, John NR Gobai mengatakan perwakilan masyarakat Intan Jaya telah menemui berbagai pihak di Papua dan Jakarta. Terakhir, mereka bertemu Komisi VII DPR RI dan anggota DPR RI dari daerah pemilihan Papua, Senin (28/3/2022). Dalam pertemuan itu, perwakilan masyarakat Intan Jaya, perwakilan kepala suku, tokoh adat, perwakilan mahasiswa, Ketua Poksus DPR Papua, dan Lembaga Masyarakat Adat menyatakan menolak rencana penambangan di Blok Wabu. “Untuk itu, kami Poksus DPR Papua menyarankan pimpinan DPR RI segera mengundang semua pihak terkait, untuk membicarakan situasi dan akar masalah di Intan Jaya sesuai tuntutan warga,” kata John Gobai saat menghubungi Jubi melalui panggilan telepon, Selasa (29/2/2022). Menurut Gobai, Poksus DPR Papua juga mendesak pimpinan Komisi VII DPR RI segera menggelar rapat dengar pendapat (RDP), dan mengundang Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Pemprov Papua agar mencabut izin penambangan Blok Wabu. Poksus DPR Papua meminta Panglima TNI dan Kapolri mempertimbangkan keinginan masyarakat Intan Jaya dan berbagai kalangan, untuk menarik pasukan non organik dari Intan Jaya. “Pengerahan pasukan militer sejak 16 Desember 2019 di Hitadipa, Ugimba dan beberapa kampung di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya telah menimbulkan korban jiwa dan harta benda, baik TNI, Polri, masyarakat, TPNPB-OPM, termasuk orang hilang dan anak-anak kecil juga turut menjadi korban meninggal dunia,” ucapnya. John Gobai mengatakan, masyarakat menduga kekerasan terhadap warga terjadi dalam rangka mengejar TPNPB-OPM, dan berkaitan dengan rencana penbangan Blok Wabu. “Kami mendampingi perwakilan masyarakat Intan Jaya bertemu DPR RI, sebagai tindaklanjut aspirasi yang mereka sampaikan ke Poksus DPR Papua beberapa waktu lalu,” ujarnya. Saat bertemu pihak DPR RI, perwakilan masyarakat Intan Jaya menyampaikan penolakan mereka terkait rencana penambangan Blok Wabu. Ketua Tim Advokasi Hak Masyarakat Adat Intan Jaya Papua, Bartolomeus Mirip mengatakan dalam audiensi itu pihaknya menyatakan sikap menolak rencana penambangan Blok Wabu di Intan Jaya, yang akan dilakukan oleh PT Mind Id dan PT Antam. “Kami meminta DPR RI mendesak Mentri ESDM agar izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PT Mind Id untuk Blok Wabu di Kabupaten Intan Jaya dibatalkan,” kata Bartolomeus Mirip melalui keterangan tertulisnya kepada Jubi, Senin (28/3/2022). Ia mengatakan, pihaknya telah mengikuti dan menarik kesimpulan mengenai dinamika kekerasan di Intan Jaya dalam tiga tahun terakhir. Konflik bersenjata antara TNI-Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) meningkat. Situasi ini mengakibatkan puluhan warga tewas dan ribuan lainnya mengungsi ke tempat yang aman. “Kekerasan dan konflik bersenjata itu, berhubungan erat dengan rencana pemerintah mengeksplorasi dan eksploitasi emas Blok Wabu. Rencana penambangan itu ditolak masyarakat adat dan TPNPB,” ucapnya. Pihaknya menduga, pemerintah merespons penolakan itu dengan pengerahan aparat keamanan non-organik dalam jumlah besar ke Intan Jaya. (*) Editor: Edho Sinaga
Sambangi DPR RI, masyarakat Intan Jaya tegas menolak pembangunan Blok Wabu
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Perwakilan masyarakat Kabupaten Intan Jaya, Papua menyatakan sikap menolak rencana pembangunan Blok Wabu, saat beraudiensi dengan ketua serta anggota Komisi VII DPR RI, Senin (28/3/2022). Pertemuan di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta itu, dihadiri anggota DPR RI dari daerah pemilihan Papua. Ketua Tim Advokasi Hak Masyarakat Adat Intan Jaya Papua, Bartolomeus Mirip mengatakan dalam audiensi itu pihaknya menyampaikan sikap untuk menolak rencana penambangan Blok Wabu di Intan Jaya, yang akan dilakukan oleh PT Mind Id dan PT Antam. “Kami meminta DPR RI mendesak Mentri ESDM agar izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PT Mind Id untuk Blok Wabu di Kabupaten Intan Jaya dibatalkan,” kata Bartolomeus Mirip melalui keterangan tertulisnya kepada Jubi, Senin (28/3/2022). Mirip bilang, pihaknya bertemu DPR RI bersama perwakilan kepala suku dari Intan Jaya, Lembaga Masyarakat Adat Intan Jaya, tokoh adat, dan mahasiswa asal Intan Jaya. Ia mengatakan, pihaknya telah mengikuti dan menarik kesimpulan mengenai dinamika kekerasan di Intan Jaya dalam tiga tahun terakhir. Konflik bersenjata antara TNI-Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) meningkat. Situasi ini mengakibatkan puluhan warga tewas dan ribuan lainnya mengungsi ke tempat yang aman. “Kekerasan dan konflik bersenjata itu, berhubungan erat dengan rencana pemerintah mengeksplorasi dan eksploitasi emas Blok Wabu. Rencana penambangan itu ditolak masyarakat adat dan TPNPB,” ucapnya. Bahkan, pihaknya menduga pemerintah merespons penolakan itu dengan pengerahan aparat keamanan non-organik dalam jumlah besar ke Intan Jaya. Menurutnya, Pemerintah dan alat Negara Indonesia tidak memahami budaya dan karakter setempat, sehingga tak jarang terjadi dugaan kekerasan terhadap warga sipil. “Kekerasan yang meningkat ini mengakibatkan masyarakat adat kehilangan hak-hak dasarnya, terutama hak atas hidup, hak atas bebas dari segala bentuk kekerasan, hak mendapatkan pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan,” ujarnya. Sementara itu, Amnesty International Indonesia meminta pemerintah Indonesia menangguhkan rencana eksploitasi cadangan emas Blok Wabu di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Amnesty International Indonesia menilai rencana penambangan emas Blok Wabu meningkatkan risiko terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menegaskan penambangan Blok Wabu baru layak dilakukan jika pemerintah telah berkonsultasi dengan masyarakat adat di wilayah yang akan ditambang. “Termasuk mendapatkan persetujuan atas dasar informasi awal dan tanpa paksaan atas rencana tambang itu,” kata Usman Hamid, Jumat (25/3/2022). Pada 21 Maret 2022, Amnesty International Indonesia mempublikasikan laporan berjudul “Perburuan Emas: Rencana Penambangan Blok Wabu Berisiko Memperparah Pelanggaran HAM di Papua.” Laporan itu menyimpulkan risiko pelanggaran HAM di Papua akan meningkat jika pemerintah memaksakan penambangan Blok Wabu dalam waktu dekat. Ini didasari analisa atas eskalasi kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi di Intan Jaya sejak pemerintah mengumumkan rencana penambangan Blok Wabu. “Kami meminta agar temuan dan rekomendasi tersebut disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait, termasuk Presiden Joko Widodo,” ucapnya. (*) Editor: Edho Sinaga
Komnas HAM Papua keluarkan empat rekomendasi kasus penyiksaan anak di Puncak
Papua No.1 News Portal | Jub Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM perwakilan Papua, mengelurkan empat rekomendasi dalam kasus penyiksaan terhadap tujuh anak di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak Papua, yang diduga dilakukan oknum TNI pada 22 Februari 2022. Penyiksaan yang menyebabkan, seorang siswa kelas VI sekolah dasar (SD) Makilon Tabuni itu, merupakan dampak dari dicurinya senjata api milik seorang prajurit TNI Batalyon 521 Brigif Kodam V Brawijaya, saat melakukan pengamanan di Pos PT Modern di sekitar Bandara Tapulunik, Kampung Gigobak 1, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak. Kepala Kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan rekomendasi dikeluarkan setelah pihaknya melakukan investigasi selama 2-Maret 2022. Meminta keterangan berbagai pihak di Kabupaten Puncak, keterangan keluarga korban serta korban selamat yang terluka dan dirawat di Timika, Kabupaten Mimika. “Pertama, kami mendesak Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, segera memangil dan memeriksa komandan dan anggota Batalyon 521 yang bertugas di Pos PT Modern Kabupaten Puncak, atas perbuatan penyiksaan terhadap anak-anak yang melangar hukum dan melampaui kewengan satuan TNI,” kata Ramandey dalam keterangan tertulisnya kepada Jubi, Kamis petang (24/03/2022). Kedua, Komnas HAM perwakilan Papua mendesak komandan dan anggota TNI Batalyon 521, diperiksa di lingkungan Kodam XVII Cenderawasih. Komnas HAM perwakilan Papua, meminta Polda Papua melakukan penegakan hukum terhadap pelaku pencurian senjata milik anggota Batalyon 521, di Pos PT Moderen. “Keempat, kami meminta PT Modern menjelaskan kehadiran anggota TNI Batalyon 521, yang melakukan penjagaan perusahan tersebut,” ucapnya. Frits Ramandey mengatakan, dari investigasi yang dilakukan, pihaknya menemukan sejumlah fakta di lapangan. Fakta itu di antaranya, ada korban penyiksaan berusia 14 tahun berinisial DM, menjalani perawatan di RSUD Mimika. Korban DM mengalami luka melepu/terbuka berwana hitam di pundak bagian belakang. Selain itu, terdapat bekas pukulan menggunakan bendah tumpul di bagian dada, muka dan bagian dalam mulut “Dari hasil investigasi, kami juga menyimpulkan tiga hal,” ujar Ramandey. Kesimpulan itu, yakni ada senjata milik anggota TNI dicuri, akibat kelalaian oknum TNI mengamankan senjata yang dibawanya. Oknum TNI dari Batalyon 521 Brigif Kodam V Brawijaya itu, dinilai tidak belajar dari beberapa kasus pencurian senjata sebelumnya, di berbagai wilayah rawan konflik di Papua. Kedua, ada penyiksaan terhadap tujuh anak di bawah umur secara berulang oleh oknum anggota TNI di Pos PT Modern. Peyiksaan ini mengakibatkan seorang anak bernama Makilon Tabuni, meninggal dunia. “Ketiga, anggota TNI di Pos PT Modern, menyiksa anak anak itu secara illegal dan melampaui kewenangan,” kata Frits Ramandey. Sebelumnya, Komunitas Mahasiswa Pelajar Puncak atau KMPP se-Kota Studi Jayapura meminta Komnas HAM RI menyelidiki dugaan penganiayaan yang menyebabkan meninggalnya Makilon Tabuni. Koordinator Lapangan Umum KMPP se-Kota Studi Jayapura, Manu Tinal menyatakan pihaknya juga mendesak Presiden Joko Widodo membentuk tim independen menyelidiki dugaan penganiayaan terhadap Makilon Tabuni dan enam anak lainnya. “Dengan tegas kami mendesak emerintahan Jokowi untuk membentuk tim investigasi independen yang terlepas dari intervensi siapapun,” kata Manu Tinal, 16 Maret 2022. Katanya, apabila kasus ini dibiarkan, tidak diungkap dan pelaku diproses hukum, kejadian serupa akan terulang di wilayah konflik lain di Papua pada masa mendatang. KMPP se-Kota Studi Jayapura juga mendesak Pemerintah Kabupaten Puncak agar meminta Kapolres setempat melaksanakan proses hukum terhadap para pelaku penganiayaan. “Pemerintah Kabupaten Puncak juga [harus] memfasilitasi [pemulihan] kesehatan enam anak yang disiksa oleh aparat keamanan, dan pelakunya harus diadili,” kata Tinal. (*) Editor: Edho Sinaga
Kadepa minta TNI segera usut tuntas oknum prajurit yang berbisnis pengamanan di Papua
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Fakta di balik penyerangan terhadap prajurit TNI di Distrik Gome, Kabupaten Puncak, 27 Januari 2022 lalu, yang diungkap Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, menuai sejumlah pernyataan. Satu di antara yang menanggapinya yakni, Legislator DPR Papua, Laurenzus Kadepa. Menurutnya, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa perlu membentuk tim mengusut dugaan adanya bisnis pengamanan oleh oknum-oknum prajurit TNI yang bertugas di Papua. Sehari sebelumnya di Jakarta, Panglima TNI menyatakan penyerangan oleh kelompok bersenjata, yang menewaskan tiga prajurit TNI ketika itu, terjadi saat mereka melakukan pengamanan proyek galian pasir. Penyerangan tidak terjadi saat anggota TNI Pos Koramil Gome melakukan patroli ke sejumlah titik, seperti yang dilaporkan komandan kompi (danki). “Saya mengapresiasi dan mendukung langkah serta ketegasan Panglima TNI mengungkap kejadian sebenarnya. Kalau Panglima mau serius, buat tim dan gali semua sampai ke akar akarnya,” kata Laurenzus Kadepa melalui pesan singkatnya kepada Jubi, Selasa (22/3/2022). Wakil Ketua Fraksi Nasional Demokrat DPR Papua itu berharap, Panglima TNI dan jajarannya dapat menginvestigasi dugaan kasus kasus serupa dengan membentuk tim gabungan, melibatkan berbagai kalangan di antaranya TNI sendiri, Polri, Komanas HAM RI dan pihak lainnya. “Harus transparan dan terbuka. Akui kesalahan kalau ada. Ungkap oknumnya. Dalam kasus penyerangan di Puncak pada Januari 2022 lalu, jelas Danki-nya yang tidak taat SOP dan hanya cari uang,” ujarnya. Kadepa menduga, peristiwa penyerangan terhadap prajurit TNI di Distrik Gome, Kabupaten Puncak itu hanya satu dari sekian dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan oknum TNI di lapangan. Mungkin masih ada jenis pelanggaran lain selama ini yang belum terungkap, dan menyebabkan adanya korban tidak hanya dari kalangan prajurit TNI sendiri, juga warga sipil. “Mungkin masih banyak kasus di mana warga sipil juga korban, karena kesalahan pengambil keputusan komando di lapangan. Saya apresiasi Panglima TNI menginvestigasi penyebab sebanarnya penyerangan yang menyebabkan tiga prajurit gugur di Puncak ketika itu,” ucapnya. Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menyatakan Danki Pos Distrik Gome, Kabupaten Puncak, Papua berbohong perihal peristiwa penyerangan yang menyebabkan tiga prajurit TNI gugur, Januari 2022 lalu. Kebohongan itu diketahui, sebab ada kejanggalan kronologi penyerangan, seperti yang dilaporkan danki. Melalui video yang diunggah di kanal Youtube Jenderal TNI Andika Perkasa pada 18 Maret 2022, Panglima TNI mengatakan tim investigasi Kodam diturunkan melakukan penyidikan lebih lanjut terkait kasus itu. “Yang terjadi bukan yang dilaporkan, dan yang terjadi sebenarnya ini disembunyikan si Danki dari Komandan Batalyon,” kata Andika Perkasa seperti dikutip dari kanal Youtube Jenderal TNI Andika Perkasa, Selasa (22/03/2022). Menurutnya, penyerangan yang menewaskan Serda Rizal, Pratu Tupas Baraza, dan Pratu Rahman itu memang dilakukan kelompok bersenjata. Akan tetapi, danki melakukan kelalaian, sehingga peristiwa itu terjadi. Andika Perkasa menegaskan, para pimpinan TNI terus memikirkan dukungan, dan bagaimana melindungi prajurit yang bertugas di lapangan. “Di sana, begini begini aja rupanya. Maksudnya pertimbangan pendek sekali. Hanya soal oh, kita dapat uang tambahan untuk pengamanan di situ. Dikorbankan semuanya,” ucapnya. Ia kembali menegaskan kebohongan danki kepada media di Jakarta, Senin (21/3/2022). Menurutnya, prajurit TNI tidak diserang kelompok bersenjata saat melakukan patroli, seperti laporan danki. Namun, mereka diserang ketika sedang mengamankan proyek galian pasir di sana. Namun Danki tidak melaporkan proyek galian pasir yang melibatkan anggota TNI, kepada Komandan Batalyon. “Yang dilaporkan komandan pos kepada komandan atau atasnya, yaitu komandan batalyon waktu itu vicon (video conference) dengan saya itu bohong,” kata Jenderal Andika Perkasa. Menurutnya, pengamanan proyek galian pasir itu demi mendapat uang tambahan. Namun danki melaporkan kepada komandan batalyon, kalau penyerangan terjadi saat anggotanya berpatroli ke sejumlah titik. “Fakta di lapangan, mereka melakukan pengamanan proyek galian pasir. Dikatakan dia (danki) patroli ke titik ini, ternyata yang dilakukan itu ke proyek galian pasir,” ucapnya. Panglima TNI menduga, danki tidak melaporkan pengamanan proyek galian pasir itu kepada Komandan Batalyon, karena takut ketahuan. Sebab pengamanan proyek galian pasir di sana, tidak mengantongi izin dari Komandan Batalyon. “Inikan daerah yang memang keamanannya lebih tidak biasa,” ujarnya. Panglima TNI Jenderal telah memerintahkan Pusat Polisi Militer TNI dan Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat (AD), memproses hukum danki tersebut dan memerintahkan agar proses hukum dituntaskan, untuk menjadi pembelajaran. (*) Editor: Edho Sinaga
Kadepa: Saya dan tokoh Papua lain bersedia jamin pengalihan penahanan Victor Yeimo
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Legislator Papua, Larenzus Kadepa menyatakan kesediaannya menjamin pengalihan penahanan terdakwa makar, Victor Yeimo sebagai tahanan kota atau tahanan rumah. Anggota komisi bidang pemerintahan, politik, hukum dan hak asasi manusia itu mengatakan, ia bersama beberapa tokoh Papua bersedia menjamin pengalihan penahanan Victor Yeimo. Menurutnya, penahanan Victor Yeimo mesti dialihkan sebab Juru Bicara Internasional Komite Nasional Papua (KNPB) itu, sedang mengalami gangguan kesehatan. “Victor Yeimo tak akan pergi kemana-mana dan tetap ikuti proses hukum. Belum ada pihak yang memberikan jaminan kesehatan untuk Victor Yeimo. Saat ini Victor Yeimo sedang berobat,” kata Laurenzus Kadepa saat menghubungi Jubi, Selasa petang (22/02/2022). Menurutnya, dalam sidang pembacaan dakwaan terhadap Victor Yeimo di Pengadilan Negeri Jayapura, Senin (21/02/2022), dokter menyatakan mantan Ketua Umum KNPB itu sudah sembuh. Akan tetapi mengapa surat keterangan tak diberikan kepada pasien. Ini yang menjadi pertanyaan. Katanya, ada dasar hukum merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 77 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Jiwa untuk Kepentingan penegakan hukum Pasal 3 Ayat 2 Huruf 2 a,b dan c. “Jadi kami minta supaya jaksa penuntut umum ikuti Peraturan Menteri Kesehatan, karena jika dipaksakan akan mempengaruhi mental dan psikis yang bersangkutan,” ucapnya. Sementara itu, penasihat Hukum Victor Yeimo, Gustaf Kawer mengatakan, Pengadilan Negeri Jayapura mengeluarkan surat pembantaran (penangguhan masa penahanan/masa penahanan yang tidak dihitung selama dirawat di rumah sakit), terhadap terdakwa Victor Yeimo. Penangguhan ini agar Yeimo dapat menjalani perawatan lebih lanjut di Rumah Sakit Daerah milik Pemerintah Provinsi Papua Dok II Jayapura. “Surat pembantaran ini, kami dapat setelah melakukan koordinasi dengan petugas LP dan dokter di Lapas, yang keberatan menangani menahan Victor Yeimo dengan kondisi kesehatan TB dan sedang mengonsumsi obat dengan program yang tersisa 5 bulan lagi,” katanya kepada Jubi melalui panggilan telepon selulernya, Selasa (22/02/2022). Kawer mengatakan, saat sidang di Pengadilan Negeri Jayapura, tim kuasa hukum telah menyarankan agar terdakwa Victor Yeimo lebih aman tidak lagi dirawat di rumah sakit. Atau dirawat di ruangan khusus. Dengan 10 (sepuluh) orang penjamin yang mayoritas adalah tokoh agama, anggota DPRP, anggota MRP dan pimpinan LSM besar di Papua. “Saya sampaikan, Victor Yeimo harus ditahan di rumah yang layak sirkulasi udaranya. (mendapat) kunjungan dari keluarga sambil sidang jalan agar tidak ada tunda lagi. Karena mengingat kondisi kesehatannya yang masih belum pulih baik dan sementara mengkonsumsi obat TB,” ucapnya. Kawer menyebutkan ada kesalahpahaman antara jaksa, majelis hakim yang tidak cermat membaca surat keterangan dari Dokter dari RSUD Dok. II. Di sana dikatakan kondisi terdakwa Victor Yeimo bukan sudah membaik. “Sebenarnya dalam keterangan dokter itu mengatakan kondisi terdakwa Victor Yeimo bukan sudah membaik. Pengobatannya sudah baik. Tapi masih ada pengobatan lanjutan,” katanya Kawer. Kawer menerangkan, dokter dari Rumah Sakit Dok II menyarankan agar pengobatan dan sidang dilangsungkan secara daring karena berhubungan terdakwa terkena TB Kronis. “Tetapi pengadilan tafsirkan lain. Itu kontradiktif karena kalau ada pengobatan lanjutan. Tidak di tahanan di LP Abepura dan terdakwa harus menjalani pengobatan hingga selesai,” katanya.(*) Editor: Edho Sinaga
Klarifikasi, Tim Independen Inspektorat: Gugatan terhadap Sekretariat DPR Papua tidak berdasar
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Tim Independen yang dibentuk inspektorat mengawasi pembangunan dermaga parkir DPR Papua, menyatakan gugatan kontraktor terhadap Sekretariat DPR Papua tidak berdasar. Ketua Tim, Vico Pawae mengatakan pihaknya sudah menyerahkan hasil kajian pihaknya mengenai pembangunan dermaga parkir DPR Papua ke pihak Inspektorat pada 1 Februari 2021. Tim ini melibatkan ahli konstruksi, ahli struktur dan laboratorium beton, dan ahli pengadaan. “Mereka minta dibayar Rp 55 miliar. Mereka menyebut jangan abaikan adendum, padahal adendum itu akhir kunci pekerjaan dan tidak mungkin diabaikan. Adendumnya kan sudah expayer,” kata Vico Pawae, Rabu (9/2/2022). Katanya, apabila kontraktor mengembalikan uang sesuai audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), itu menandakan pekerjaan sudah selesai dan ada kelebihan pembayaran, atau volume pekerjaan tidak sesuai dengan yang sudah dibayarkan. “Silahkan saja bantah laporan kami dengan laporan mereka. Yang mestinya menjawab ini sebenarnya Inspektorat, karena kami sudah menyerahkan laporan kami,” ucapnya. Tim Penilai Ahli, Arifin Kurniawan mengatakan, Sekretariat DPR Papua (tergugat) dianggap wanprestasi atau ingkar janji, padahal pihak pertama ini sudah membayar pihak kedua (penggugat) sesuai volume pekerjaannya. Menurut Arifin, pihaknya sudah memeriksa detail setiap bagian dermaga parkir DPR Papua yang dikerjakan pihak penggugat. Mulai dari tiang pancang hingga strukturnya. Tim penilai independen yang dibentuk inspektorat juga sudah mengklarifikasi ke konsultan pengawas. Tim pun sudah menilai pekerjaan itu, mengumpulkan rekapan tagihan pihak kedua, dan ditotal dan menilai bangunan secara keseluruhan. “Kesimpulan saya, tuduhan kepada tergugat tidak benar karena pekerjaan sudah dibayarkan semua oleh pihak tergugat, sesuai kontrak. Tergugat tidak melakukan wanprestasi. Mengenai penggugat minta lebih, saya tidak tahu dasarnya,”ucap Arifin. Ia menegaskan, pihaknya siap memberikan keterangan di Pengadilan atau saat gelar perkara nantinya, apabila diperlukan. “Kami punya data lengkap dan data data itu akan kami buka di sidang. Silahkan nanti bantah data kami,” kata Arifin. Sehari sebelumnya, Gunter Ohoiwutan kuasa hukum PT Simon Jaya Abadi Perkasa, selaku kontraktor pelaksana pembangunan dermaga parkir DPR Papua mengatakan pihaknya mengajukan gugatan perkara wanprestasi di Pengadilan Negeri Jayapura. Gugatan itu diajukan PT Simon Jaya Abadi Perkasa karena Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Papua tidak melunasi biaya pembangunan dermaga parkir di Kantor DPR Papua itu senilai Rp32,34 miliar. “Kami ajukan gugatan wanprestasi karena belum bayar,” ujar Ohoiwutan saat dihubungi melalui panggilan telepon, Selasa (8/2/2022). Ohoiwutan menyatakan kliennya mengalami kerugian karena pekerjaan mereka tidak dibayar. Kata dia, kliennya telah berupaya baik untuk menyelesaikan masalah itu, termasuk dengan mengembalikan sejumlah uang yang dinyatakan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai kelebihan pembayaran kepada PT Simon Jaya Abadi Perkasa. Akan tetapi, demikian menurut Ohoiwutan, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Papua tidak beritikad baik membayar jasa kliennya. (*) Editor: Edho Sinaga
Penyelesaian masalah Papua lebih penting dari pemekaran
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Legislator Papua, Emus Gwijangge, menyatakan penyelesaian berbagai masalah di Papua, terutama kasus pelanggaran HAM masa lalu, lebih penting dibanding pemekaran yang kini direncanakan pemerintah. Anggota komisi bidang pemerintahan, politik, hukum, dan hak asasi manusia DPR Papua itu menyatakan yang selama ini didorong berbagai pihak di Papua adalah penuntasan akar masalah di sana, terutama lewat dialog damai Jakarta-Papua. Sedangkan pemekaran merupakan keinginan sebagian pihak yang dianggap mengatasnamakan masyarakat Papua. “Yang mesti dipikirkan pemerintah, bagaimana menyelesaikan masalah di Tanah Papua. Apakah lewat dialog atau cara lain,” kata Emus Gwijangge melalui panggilan teleponnya kepada Jubi, Minggu (6/2/2022). Ia berpendapat, apabila pemerintah membentuk daerah otonomi baru di Papua, sebelum berbagai masalah diselesaikan, justru dapat memicu munculnya masalah baru. Sebab, yang diinginkan sebagian besar pihak di Papua bukanlah pemekaran atau kucuran dana dari pemerintah akan tetapi keseriusan negara menyelesaikan masalah di provinsi tertimur Indonesia itu. “Kalau berbagai masalah di Tanah Papua sudah selesai, barulah bicara pemekaran. Kalau dalam situasi Papua sekarang ini kita bicara pemekaran, saya pikir itu bukan solusi terbaik,” ucapnya. Apalagi, lanjut Gwijangge, hingga kini rencana pemekaran pemerintah memekarkan Papua menjadi empat provinsi, dan Papua Barat dua provinsi menuai pro dan kontra berbagai kalangan di Papua. Katanya, masyarakat Papua di berbagai daerah juga menyampaikan penolakan, saat para anggota DPR Papua termasuk dirinya, reses ke daerah pemilihannya. “Bukan pemekaran yang diinginkan masyarakat Papua. Mereka ingin dialog yang difasilitasi pihak ketiga, seperti di Aceh yang melahirkan perjanjian Helsinki. Presiden perlu mempertimbangkan hal lain,” ujarnya. Emus Gwijangge berharap, sebelum periode kedua Presiden Joko Widodo berakhir, mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta tersebut dapat segera mencari solusi menyelesaikan masalah Papua. Ia tak ingin masalah Papua terus menjadi ‘luka’ antara Papua dan Indonesia. Sebab, situasi itu berpotensi dimanfaatkan pihak ketiga. “Untuk itu, Presiden, Wakil Presiden, dan Panglima TNI perlu berpikir negarawan. Berpikir bagaimana mempertahankan negara ini. Jangan sampai menjadi bom waktu,” katanya. Baca juga: Situasi Tanah Papua dan dunia menjadi pesan harapan dalam HUT Pekabaran Injil ke 167 Sementara itu, dikutip dari suarapapua.com, salah satu tim Asistensi Undang-Undang Otsus Papua pada 2001 silam, Dr. Agus Sumule, mengatakan rencana memekarkan Papua menjadi empat provinsi berpeluang mendatangkan arus penduduk dalam skala besar, dari berbagai provinsi lain ke Papua nantinya. “Apabila wacana pemekaran ditolak dan dipertanyakan oleh orang asli Papua. Itu artinya orang Papua merasa pemekaran provinsi bukan untuk mereka,” kata Agus Sumule kepada suarapapua.com, Selasa (2/2/2022). Akademisi Universitas Papua (Unipa) Manokwari, Papua Barat itu berpendapat, selama setiap daerah di Papua dan Papua Barat belum memiliki kebijakan pengendalian penduduk. Ini merupakan peluang bagi siapapun bebas masuk ke Tanah Papua. Menurutnya, pemekaran merupakan program transmigrasi atau perpindahan penduduk dari provinsi lain ke Papua dan Papua Barat, yang berganti nama. “Dulu [perpindahan penduduk ke Papua] bahasanya transmigrasi. Sekarang melalui pemekaran. Selain itu, hingga kini belum ada kajian ilmiah yang menunjukan pemekaran kabupaten, kota, dan provinsi di Papua juga Papua Barat, sudah harus dimekarkan,” ucapnya. Katanya, belum adanya dasar kajian ilmiah itu seakan menunjukkan pemekaran di Papua dan Papua Barat hanya diperjuangkan oleh pihak tertentu. (*) Editor: Dewi Wulandari
Kadepa: sebelum pemekaran, proteksi dulu OAP
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Anggota komisi bidang pemerintahan, politik, hukum dan hak asasi manusia DPR Papua, Laurenzus Kadepa menyatakan orang asli Papua (OAP) mesti diproteksi dulu, sebelum pemekaran dilakukan di Papua,. Sebab menurutnya, orang asli Papua yang merupakan ras Melanesia adalah minoritas di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Proteksi terhadap orang asli Papua akan lebih bijaksana dari pada pikir pemekaran provinsi baru. Pemekaran provinsi baru bisa menjadi solusi atau masalah yang akan dihadapi ke depan dan akan menjadi beban bangsa,” kata Kadepa kepada Jubi, Kamis (27/01/2022). Menurutnya, pemekaran akan menjadi masalah apabila moralitas para pemimpin di negeri ini, mulai dari tingkat pusat hingga daerah penuh dengan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN). perilaku itu akan menguasai serta menjadikan daerah otonomi baru sebagai lahan memperkaya diri keluarga, marga, suku dan kelompoknya. “Yang penting, keinginan pemekaran propinsi harus datang dari rakyat Papua dengan persyaratan yang tidak cacat. Jika dipaksakan, ini membuktikan tidak adanya kepedulian terhadap rakyat Papua apalagi mendengar pendapat rakyat Papua,” ucapnya. Katanya, pemerintah pusat jangan menggunakan kelompok-kelompok tertentu untuk melegalkan keinginan dalam menangani isu Papua. Iapun berharap semua aspek harus dilihat dan jangan hanya dari aspek politik semata. Kadepa menegaskan, ia tidak menolak kebijakan kebijalan strategis nasional untuk Papua, salah satunya rencana pembentukan daerah otonom baru. Baca juga: Sejumlah tokoh masih pertanyakan soal DOB DPRD Dogiyai sepakat tolak pemekaran Provinsi Papua Tengah “Namun sebagai wakil rakyat, saya harus menyampaikan bahwa selama ini banyak aspirasi masuk di DPR Papua menolakan rencana pemekaran. Bukan minta pemekaran provinsi baru. Jumlah penduduk pribumi Papua perlu dilihat,” ujarnya. Ia meminta Pemerintah Provinsi Papua melalui dinas terkait segera menyampaikan kepada publik berapa jumlah orang asli Papua kini, agar menjadi salah satu dasar pertimbangan rencana pemekaran, selain aspek sumber daya manusia, dan aspek lain untuk mekarkan sebuah daerah baik provinsi dan kabupaten/kota di Papua. Sementara itu, anggota DPR RI dari daerah pemilihan Papua, Yan Permenas Mendenas mengatakan DPR RI mengagendakan membahas rencana pemekaran sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Provinsi Papua dan Papua Barat, Kamis (27/01/2022). “Benar, sebentar sore kami rapat, membahas rencana pemekaran beberapa wilayah, termasuk Papua dan Papua Barat,” kata Yan Mandenas melalui aplikasi pesan singkatnya, Kamis (27/01/2022). Katanya, prinsipnya Rancangan Undang-Undang (RUU) pemekaran dibahas akan tetapi disesuaikan dengan anggaran dan pertimbangan politik DPR serta pemerintah. “Kami di DPR RI, mesti mengkaji ketersediaan dan kemampuan anggaran. Semua harus dihitung secara matang. Setelah itu, barulah DPR dan pemerintah benar benar bersepakat. Saat inikan masih dalam tahap wacana pembahasan pembagian wilayah. Belum final dan kemungkinan masih akan terjadi perubahan,” ujarnya. Pemerintah merencanakan nantinya ada enam provinsi di Tanah Papua. Papua akan dimekarkan menjadi empat provinsi dan Papua Barat dua provinsi. Namun menurut Mandenas yang merupakan mantan anggota DPR Papua periode 2014-2019 itu, rencana pemekaran tersebut belum bisa dilakukan dalam waktu dekat, sebab kini masih dalam tahapan pembahasan di Komisi II. “Masih dalam tahapan rancangan pembahasan. Belum masuk dalam implementasi penyusunan draft RUU. Dinamika ini masih berjalan, belum tentu bisa dimekarkan periode ini,” ucapnya. (*) Editor: Syam Terrajana
Hari ini DPR RI agendakan bahas pemekaran sejumlah daerah, termasuk Papua
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – DPR RI mengagendakan membahas rencana pemekaran sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Provinsi Papua dan Papua Barat, Kamis (27/01/2022). Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Papua, Yan Permenas Mandenas, ketika dikonfirmasi Jubi membenarkan agenda rapat itu. “Benar, sebentar sore kami rapat, membahas rencana pemekaran beberapa wilayah, termasuk Papua dan Papua Barat,” kata Yan Mandenas melalui aplikasi pesan singkatnya, Kamis (27/01/2022). Agenda rapat DPR RI hari ini adalah penjelasan pimpinan Komisi I/pengusul Rancangan Undang-Undang (RUU). RUU itu di antaranya tentang Provinsi Bali, RUU tentang Provinsl Nusa Tenggara Barat, RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur, RUU tentang Provinsi Sumatera Barat, RUU tentang Provinsi Jambi, RUU tentang Provinsi Riau. RUU tentang Provinsi Papua, RUU tentang Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Provinsi Papua Tengah, RUU tentang Provinsi Pegunungan Tengah, RUU tentang Provinsi Papua Barat, dan RUU tentang Provinsi Papua Barat Daya. Yan Mandenas yang merupakan anggota Fraksi Gerindra DPR RI, mengatakan prinsipnya RUU dibahas akan tetapi disesuaikan dengan anggaran dan pertimbangan politik DPR serta pemerintah. “Kami di DPR RI, mesti mengkaji ketersediaan dan kemampuan anggaran. Semua harus dihitung secara matang. Setelah itu, barulah DPR dan pemerintah benar-benar bersepakat. Saat ini kan masih dalam tahap wacana pembahasan pembagian wilayah, belum final dan kemungkinan masih akan terjadi perubahan,” ujarnya. Pemerintah merencanakan nantinya ada enam provinsi di Tanah Papua. Papua akan dimekarkan menjadi empat provinsi dan Papua Barat dua provinsi. Namun menurut Mandenas yang merupakan mantan anggota DPR Papua periode 2014-2019 itu, rencana pemekaran tersebut belum bisa dilakukan dalam waktu dekat, sebab kini masih dalam tahapan pembahasan di Komisi II. “Masih dalam tahapan rancangan pembahasan, belum masuk dalam implementasi penyusunan draft RUU. Dinamika ini masih berjalan, belum tentu bisa dimekarkan periode ini,” ucapnya. Yan Mandenas mengatakan tidak dipungkiri rencana pemekaran terutama di Tanah Papua memunculkan pro dan kontra. Akan tetapi ia menilai itu merupakan hal wajar. Namun hingga kini pemerintah dan DPR RI belum memastikan kapan pemekaran di Tanah Papua dimulai. Katanya, setiap aspirasi dari berbagai pihak, boleh-boleh saja disampaikan ke pemerintah pusat. Baik itu aspirasi yang mendukung maupun menolak. “Pemerintah akan mendengar dan mencarikan solusi terbaik, sebagai jawaban dalam dinamika politik, dan pro kontra dalam merespons rencana pemekaran provinsi di Tanah Papua,” katanya. Baca juga: Merosotnya ruang demokrasi di Papua Belum lama ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan pemekaran Papua akan segera dilakukan. Katanya, RUU pemekaran akan mulai dibahas pada 2022. Tito berharap, pada 2023 sudah ada daerah otonom baru (DOB) di Papua. “2022 sudah diatur, sudah dibahas undang-undangnya. Mudah-mudahan 2023,” kata Tito Karnavian ketika itu. (*) Editor: Dewi Wulandari
Mahasiswa berharap para pihak unjuk peduli terhadap pengungsi Intan Jaya
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Ketua Ikatan Mahasiswa Intan Jaya di Kota Studi Jayapura, Yanuarius Weya berharap para pihak terutama pengambil kebijakan di kabupaten dan provinsi, menunjukkan kepeduliannya terhadap warga Intan Jaya yang mengungsi, akibat konflik bersenjata di wilayah mereka. Weya mengatakan, kepedulian terhadap pengungsi Intan Jaya dan daerah lain di Papua, tidak hanya cukup dengan kata kata. Namun mesti diikuti tindakan nyata. Menurutnya, pengungsi tidak hanya ada di berbagai lokasi yang dianggap aman di Intan Jaya. Sebagian warga Intan Jaya mengungsi ke Kabupaten Nabire. Katanya, selama ini salah satu pihak yang sering menyalurkan bantuan untuk pengungsi Intan Jaya adalah anggota DPR Papua, Laurenzus Kadepa. “Saya mewakili mahasiswa Intan Jaya berterimakasih kepada Kaka Laurenzus Kadepa. Beliau tidak hanya bicara di media, tapi diikuti tindakan nyata sebagai bentuk kepedulian terhadap pengungsi Intan Jaya,” kata Yanuarius Weya melalui panggilan teleponnya kepada Jubi, Selasa (28/12/2021). Baca juga: Pengungsi Intan Jaya “terusir” dari “rumahnya” sendiri, hidup di pengungsian seperti “anak ayam tanpa induk” Ia berharap, apa yang dilakukan anggota komisi bidang pemerintahan, politik, hukum dan HAM DPR Papua itu dapat ditiru pejabat Papua lainnya. Memiliki kepedulian yang sama lewat tindakan. Tidak hanya sebatas bicara. “Beliau (Laurenzus Kadepa) sudah lima kali menyalurkan bantuan kebutuhan makanan untuk pengungsi Intan Jaya. Empat kali bantuan dikirim langsung ke Intan Jaya, dan hari ini 28 Desember 2021, bantuan bahan makanan beliau salurkan kepada pengungsi Intan Jaya di Nabire,” ujarnya. Yanuarius Weya mengatakan, pihaknya juga belum dapat memastikan berapa banyak pengungsi Intan Jaya di Nabire. Mahasiswa kesulitan melakukan pendataan, sebab pengungsi menyebar ke sejumlah titik di sana. Selain itu, saat situasi keamanan dj Intan Jaya membaik sebagian warga kembali ke kampungnya. Ketika kondisi di sana tidak memungkikan, mereka kembali ke Nabire. “Kami pun kesulitan mendata pengungsi Intan Jaya di Nabire. Namun sebagian besar pengungsi ada di Nabire,” ucapnya. Anggota DPR Papua, Laurenzus Kadepa yang dihubungi terpisah mengatakan bantuan bahan makanan ia berikan kepada pengungsi Intan Jaya yang ada di Wadio bawah, Distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire. Katanya, ini sebagai bentuk kepeduliannya kepada warga Intan Jaya yang mengungsi sejak beberapa waktu lalu, karena konflik bersenjata di kampung mereka. “Di pengungsian pasti mereka kesulitan bahan makanan. Saya kemudian berbagai sedikit berkat kepada sesama, khususnya pengungsi Intan Jaya di Nabire,” kata Kadepa. Ia pun berharap pada 2022 mendatang, tak ada konflik lagi di sejumlah wilayah Papua termasuk Intan Jaya. “Harapan rakyat dan saya sama, semoga di tahun baru 2022, Intan Jaya dan sekitarnya aman. Tidak ada konflik. Kami rindu perdamaian agar anak anak bangsa asal Intan Jaya bisa sekolah sama seperti mereka di daerah lain di Indonesia,” ucap Laurenzus Kadepa. (*) Editor: Syam Terrajana
Pimpinan Gereja di Papua: Masih ada yang merayakan Natal di pengungsian
Papua No. 1 News Portal | Jubi Wamena, Jubi – Presiden Gereja Injili di Indonesia atau GIDI, Pdt Dorman Wandikbo, menyatakan tahun ini masih banyak warga di berbagai wilayah Papua merayakan Natal di pengungsian. Misalnya di Distrik Suru-suru, Kabupateb Yahukimo, di Kabupaten Nduga, di Ilaga, Kabupaten Puncak, dan berbagai daerah lain. “Hari ini kita dari daerah ini, bisa menikmati Natal. Akan tetapi, saudara saudara kita di daerah Yahukimo di [Distrik] Suru suru, Nduga, Ilaga [Kabupaten Puncak], masih ada yang mengungsi. Mereka tidak menikmati Natal. Mereka ada dalam hutan,” kata Pdt Dorman Wandikbo usai meresmikan Gereja GIDI Jemaat Yerusalem Danggena di Distrik Wollo, Kabupaten Jayawijaya, Selasa (21/12/2021). Sebagai pimpinan gereja dan Dewan Gereja Papua, Pdt Dorman Wandikbo, meminta semua pihak dapat menciptakan suasana damai, agar warga di seluruh Bumi Cenderawasih bisa merayakan dan menikmati suasana Natal dengan tenang. “Tidak ada lagi yang menggangu suasana keamanan. Khusus untuk pihak keamanan tidak boleh ada gerakan tambahan sampai kita masuk tahun depan. Karena orang semua ingin suasana tenang damai, supaya bisa menikmati Natal,” ujar Wandikbo. Katanya, tidak boleh ada gangguan keamanan selama perayaan Natal, tidak boleh ada penembakan. “Tidak boleh ada pembakaran dan tidak boleh ada operasi militer. Itu sangat penting,” tegasnya. Baca juga: Presiden GIDI: 4 ancaman dapat memusnahkan orang asli Papua Dari Kabupaten Merauke, tokoh agama Katolik, Pastor Hendrikus Kariwop, mengajak umat Kristiani dan masyarakat Merauke pada umumnya tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta kerukunan umat beragama. Katanya, momen Natal harus tanpa diwarnai konflik yang dapat memecah persatuan. “Hentikan permusuhan dan perbedaan. Perbedaan itu dinilai sebagai rahmat dan bukan ancaman,” kata Pastor Hendrikus Kariwop. Menurutnya, kerukunan itu penting dan menjadi tanggung jawab semua pihak. Jangan menjadi sumber konflik dan masalah terhadap orang lain. (*) Editor: Dewi Wulandari
Keluarga korban Paniai berdarah surati Kejagung RI
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Pekerja Hak Asasi Manusia (HAM) di wilayah Meepago, Yones Douw menyatakan keluarga korban peristiwa Paniai berdarah, menyurati Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI). Katanya, surat itu ditandatangani keluarga empat siswa SMA yang tewas dan saksi korban dalam peristiwa 8 Desember 2014 silam itu. “Surat itu memuat empat poin pernyataan sikap keluarga korban, di antaranya menyatakan menolak apabila jenazah empat siswa akan diautopsi, karena bertentangan dengan adat istiadat mereka. Selain itu bukti proyektil, selongsong peluru dan video penembakan di lapangan telah serahkan kepada Mabes Polri,” kata Yones Douw dalam pesan tertulis yang diterima Jubi, Kamis (16/12/2021). Menurutnya, keluarga korban juga meminta Pemerintah Indonesia, segera membuka Pengadilan HAM di Jayapura, bukan Makasar. Setelah ada pengadilan HAM di Jayapura, keluarga korban akan memberikan data kepada tim penyidik yang dibentuk Kejaksaan Agung belum lama ini. Baca juga: Paniai berdarah; pelanggaran HAM berat pertama rezim Jokowi yang terancam impunitas Paniai Berdarah: Luka membusuk negara Indonesia “Keluarga korban juga memohon dengan hormat kepada Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Agung RI dan Menkopolhukam RI, agar tim Kejaksaan Agung melibatkan perwakilan dari Dewan HAM PBB, sebab kasus Paniai adalah kasus pelanggaran HAM berat ” ujarnya. Sebelum tim Kejagung menyelidiki kasus Paniai, keluarga korban meminta terlebih dulu mengumumkan hasil penyelidikan penembakan yang juga menewaskan Dominokus Auwe dan Alwisus Waine, 13-14 April 2011 di Moanemani, Paniai. “Sebab, telah dilakukan penyelidikan dan jenazah kedua korban sudah diautopsi. Untuk itu terduga pelaku mesti segera diadili. Begitu pula penembakan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani di Intan Jaya,” ucapnya. Yones Douw mengatakan selama tujuh tahun keluarga empat siswa dan seorang pemuda yang tewas dalam tragedi berdarah itu, terus berupaya menuntut pemerintah mengungkap dan mengadili terduga pelaku. Upaya itu dilakukan bersama pimpinan gereja, aktivis HAM, dewan adat, dan alm Hengky Kayame yang menjabat Bupati Paniai saat kejadian. “Keluarga korban mengapresiasi dan menyampaikan terima kasih kepada komnas HAM RI yang telah menetapkan kasus penembakan empat siswa di Paniai sebagai pelanggaran HAM berat,” kata Yones Douw. Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia atau Komnas HAM RI perwakilan Papua menyatakan, tim penyidik yang dibentuk Kejagung RI mestinya tidak akan sulit merampungkan kasus Paniai. Kepala Kantor Komnas HAM RI perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan kasus ini dapat lebih cepat untuk disidangkan, sebab rentang waktu kejadian hingga kini belum terlalu lama. Dari segi waktu, masih cukup pendek ya. Dari 2014 ke 2021, baru berapa tahun dan bukti buktinya banyak. Ada makam, ada orang meninggal dunia, ada bukti visum, ada selongsong peluru ada bukti uji balistik dan lainnya,” kata Ramandey kepada Jubi pekan lalu. Selain itu menurutnya, oknum oknum aparat keamanan yang diduga terlibat dalam peristiwa itu masih ada. Di antara mereka masih ada yang aktif bertugas, dan ada yang sudah pensiun. “Ada juga saksi korban yang masih hidup, sehingga ini mudah untuk diselesaikan, dan mestinya bisa diselesaikan secara profesional dan akuntabel,” ujarnya. Katanya, kasus Paniai bisa menjadi salah satu kasus yang diselesaikan secara cepat untuk menghormati HAM. Penyelesaian kasus Paniai lanjut Ramandey, juga akan menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa Pemerintah Indonesia sangat menghormati HAM sebagai negara yang menjadi bagian dari mekanisme HAM internasional. (*) Editor: Syam Terrajana
Penegakan hukum dan pemulangan pengungsi Maybrat mesti sejalan
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Bagian Pengaduan Komnas HAM perwakilan Papua, Melchior S Waruin, mengatakan penegakan hukum dan pemulangan warga pengungsi Kampung Kisor, Distrik Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat, Papua Barat mesti sejalan. Ia mengatakan penegakan hukum terhadap pelaku penyerangan Pos TNI Kisor, yang menyebabkan ribuan warga mengungsi dan pemulangan pengungsi ke kampungnya mesti dilakukan bersamaan. Menurutnya, pelaku penyerangan dan pembunuhan anggota Posramil Kisor harus ditangkap dan diadili sesuai mekanisme hukum yang berlaku. Mereka harus bertanggung jawab atas perbuatannya selaras dengan hukum. “Penegakkan hukum menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum. Tentu kita berharap aparat bertindak profesional dan humanis,” kata Melchior S Waruin kepada Jubi, Minggu (12/12/2021). Katanya, luka tak bisa diobati dengan murka. Murka hanya melahirkan luka baru. Untuk itu, jangan lagi ada portal dan sweeping secara massal di wilayah Kampung Kisor. Sekat sekat yang ada mesti dibuka sebagai penanda babak baru kehidupan dimulai. Warga Kampung Kisor yang mengungsi harus segera dipulangkan. Ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. “Wargapun harus bangkit dan bergerak, tidak bisa terus meratapi luka ini. Tentu tanggung jawab pemda ini, harus didukung dengan skema dan tata kelola yang cepat, tepat dan terukur. Memastikan bahwa kebutuhan dasar mereka tetap terpenuhi meskipun dilakukan secara bertahap,” ucapnya. Katanya, penegakkan hukum yang berkeadilan dan pemulangan pengungsi adalah bagian dari penghormatan, perlindungan, dan penegakkan HAM. Sedikitnya, 3.121 warga Kampung Kisor mengungsi pascapenyerangan Pos Koramil Persiapan Kisor oleh puluhan orang bersenjata tajam, 2 September 2021. Penyerangan itu menewaskan empat prajurit TNI, dan melukai 2 prajurit TNI lainnya. Setelah kejadian, aparat keamanan langsung melakukan penyisiran, mengejar para terduga pelaku. Pengungsi kini tersebar di Ayawasi, Kumurkek, Fategomi, Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Sorong Selatan, Bintuni, dan sebagian masih di hutan. Baca juga: Puluhan pengungsi Kisor kunjungi kampungnya Pastor Dr. Bernardus Baru, OSA, SKPKC OSA Keuskupan Sorong – Manokwari kepada Jubi belum lama ini, mengatakan Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pengungsi Maybrat, mendesak Pemerintah Pusat, TNI, Polri, dan TPN-PB di seluruh wilayah konflik bersenjata di Tanah Papua, untuk segera melakukan gencatan senjata (jeda kemanusiaan) dan menyelesaikan konflik secara damai. “Kami juga mendesak Panglima TNI dan Kapolri segera menghentikan operasi dalam bentuk apa pun di Kabupaten Maybrat, dan menarik seluruh pasukan organik dan nonorganik. Dan kami minta agar mengungkapkan keberadaan terkait Manfred Tamunete dan mengembalikannya kepada keluarganya,” kata Pastor Dr. Bernardus Baru. Pemerintah Kabupten Maybrat agar segera memulangkan 3.121 pengungsi, dengan memberikan jaminan keamanan kepada warga. Advokat Hukum dari PAHAM Papua, Yohanis Mambrasar menegaskan, hingga kini 3.121 pengungsi tinggal di tempat pengungsian. Mereka yang mengungsi di kampung atau kabupaten lain, menetap di rumah keluarga mereka, sedangkan mereka yang mengungsi ke hutan tinggal di gubuk-gubuk sementara. “Saat ini kondisinya, para pengungsi mulai mengalami kendala akan kebutuhan pangan, Kesehatan, dan juga kebutuhan ekonomi lainnya,” kata Mambrasar. (*) Editor: Dewi Wulandari
Puluhan pengungsi Kisor kunjungi kampungnya
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Puluhan dari ribuan warga Kampung Kisor, Distrik Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat, Papua Barat yang mengungsi sejak awal September 2021, kembali ke kampung mereka pada 9 Desember 2021. Bagian Pengaduan Komnas HAM Perwakilan Papua, Melchior S Waruin, mengatakan pengungsi yang kembali ke kampung sebanyak 98 orang. Mereka didampingi Komnas HAM Perwakilan Papua. Akan tetapi pengungsi hanya berada di kampungnya selama beberapa jam untuk mengambil sejumlah keperluan mereka di pengungsian. “Setelah berkoordinasi dengan forkompimda setempat, Komnas HAM bersama warga menuju ke Kampung Kisor, menggunakan 27 unit mobil yang disiapkan Pemda Maybrat,” kata Melchior S Waruin kepada Jubi, Minggu (12/12/2021). Menurutnya, ketika memasuki kampung sebagian mama-mama mulai menangis. Bersyukur bisa kembali ke kampungnya meski hanya sesaat. Pengungsi kemudian mendatangi rumah masing-masing. “Sebagian besar rumah warga rusak. Seisi rumah berantakan. Pemilik hanya bisa mengemas barang yang masih bisa dibawa, pakaian, surat berharga, sepeda motor, kasur, dan lainnya. Ada pula yang mengeluh karena barang yang dianggap penting hilang,” ucapnya. Katanya, pengungsi hanya sekitar empat jam berada di kampungnya, kemudian kembali ke lokasi pengungsian. Namun, tersirat pesan bagi semua pihak, terutama Pemda Maybrat bahwa para pengungsi ingin segera kembali hidup di kampung mereka dengan tenang dan damai. “Mereka ingin makan dari keringat mereka sendiri, tidur di rumah mereka sendiri, dan pelan-pelan merajut kembali damai yang sudah tercabik-cabik. Itu adalah kehormatan yang tak dapat digadaikan dengan apapun,” ucapnya. Katanya, pengungsi ingin segera bisa kembali menetap di kampungnya. Akan mereka masih menunggu kesiapan atau komitmen pemerintah daerah. “Mesti ada skema yang jelas dari pemda mengenai jaminan keamanan, kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan termasuk perbaikan rumah warga yang rusak,” kata Melchior S Waruin. Sedikitnya, 3.121 warga Kampung Kisor mengungsi pascapenyerangan Pos Koramil Persiapan Kisor oleh puluhan orang bersenjata tajam, 2 September 2021. Penyerangan itu menewaskan empat prajurit TNI dan melukai 2 prajurit TNI lainnya. Setelah kejadian, aparat keamanan langsung melakukan penyisiran, mengejar para terduga pelaku. Pengungsi kini tersebar di Ayawasi, Kumurkek, Fategomi, Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Sorong Selatan, Bintuni, dan sebagian masih di hutan. Baca juga: Ini rekomendasi Komnas HAM terkait pengungsi Kisor Pastor Dr. Bernardus Baru, OSA, SKPKC OSA Keuskupan Sorong – Manokwari, Papua Barat mengatakan warga telah mengungsi meninggalkan kampung halaman dan seluruh harta bendanya akibat konflik bersenjata. Pengungsi telah resah dengan situasi ini. Mereka sering kali menyatakan niatnya untuk kembali ke kampung halamannya, bahkan beberapa dari para pengungsi secara terpaksa memilih kembali ke kampung-kampungnya secara diam-diam dan tinggal dengan penuh waspada di kampungnya “Mereka sering menghindar ke hutan ketika mengetahui adanya aparat yang mendatangi kampungnya,” ujarnya, kepada Jubi melalui telepon selulernya, Selasa (30/11/2021). Niat warga untuk pulang ke kampung halaman ini, kata dia, juga didasari oleh amatan mereka bahwa sudah tidak terjadi saling serang antara TNI/Polri dengan TPN-PB OPM. “Ini mengindikasikan bahwa kampung mereka sudah aman sehingga mereka harus segera pulang,” ucapnya. Warga ingin segera pulang ke kampung halamannya, mereka ingin kembali membangun kehidupan di kampungnya dan merayakan Natal dengan damai bersama keluarganya. (*) Editor: Dewi Wulandari
Paniai berdarah, Kadepa: Negara mesti buktikan komitmen penuntasan kasus
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Anggota komisi bidang pemerintahan politik, hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) DPR Papua, Laurenzus Kadepa menyatakan negara mesti membuktikan komitmennya menuntaskan kasus dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa di Kabupaten Paniai, 8 Desember 2014. Ia mengatakan Kejaksaan Agung telah membentuk tim penyidik. Namun ini bukan jaminan, jika kasus itu akan segera disidangkan. “Bagi saya membentuk tim itu sudah sering. Komitmen negara yang ditunggu. Kau benar benar mau pemerintah harus serius,” kata Laurenzus Kadepa kepada Jubi, Selasa (7/12/2021). Ia menyambut baik pembentukan tim penyidik oleh Kejaksaan Agung. Ini dianggap langkah positif untuk memberikan rasa keadilan kepada korban dan keluarganya. Namun di sisi lain, keseriusan negara ini yang ditunggu para pihak di Papua, terutama korban dan keluarganya. “Apakah tim ini benar benar untuk menyelesaikan kasus, ataukah hanya untuk membangun pencitraan karena belakangan ini di Papua banyak masalah dan jadi sorotan,” ucapnya. Sementara itu, Kepala Kantor Komnas HAM RI perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan kasus Paniai bisa menjadi salah satu kasus yang diselesaikan secara cepat untuk menghormati HAM. Komnas HAM RI perwakilan Papua, menyambut baik pembentukan tim penyidik kasus Paniai oleh Kejagung, yang terdiri dari 22 jaksa senior. Namun diharapkan, penanganan kasus dapat dilakukan secara profesional dan akuntabel. Sebab mempertaruhkan wibawah penyidik dan lembaga kejaksaan. “Kenapa harus akuntabel, ini menjadi informasi baik bagi masyarakat Papua bahwa negara berkomitmen menyelesaikan kasus HAM di Papua,” ucap Ramandey. Penyelesaian kasus Paniai lanjut Ramandey, juga akan menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa Pemerintah Indonesia sangat menghormati HAM sebagai negara yang menjadi bagian dari mekanisme HAM internasional. (*) Editor: Edho Sinaga
Legislator Papua: Pascaputusan MA, saatnya pemerintah tegas terhadap PTFI
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Legislator Papua, Laurenzus Kadepa menyebut, saatnya Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Pusat tegas terhadap PT Freeport Indonesia (PTFI). Memerintahkan perusahaan tambang emas dan tembaga tersebut mesti mengakomodir hak-hak 8.300 pekerja yang diputus hubungan kerja (PHK) sepihak pada 2017 silam, sebab Mahkamah Agung (MA) telah memutus perkara itu. Katanya, dalam putusannya belum lama ini MA menyatakan mogok kerja yang dilakukan ribuan karyawan pada 2017 silam, dan berujung PHK sepihak adalah sah di mata hukum. “Pemerintah mesti mendesak Freeport mematuhi putusan Mahkamah Agung itu. Kalau Freeport tidak mematuhi putusan itu, sama saja Freeport ini kebal hukum,” kata Kadepa kepada Jubi, Selasa (7/12/2021). Menurutnya, dalam putusan itu MA menyatakan Freeport melanggar undang-undang. Untuk itu, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat mesti tegas terhadap pihak perusahaan. “Pemerintah provinsi jangan diskriminasi dalam penegakkan hukum bagi kita. Tajam untuk orang asli Papua dan warga Indonesia lainnya yang dianggap lemah, dan tumpul terhadap Freeport,” ujarnya. Kadepa menegaskan, selama ini berbagai pihak menganggap PT Freeport kebal hukum. Tidak takut atau tak mau patuh pada siapapun termasuk pemerintah. “Nah kini saatnya pemerintah membuktikan itu, agar PT Freeport tidak seakan negara dalam negara, karena ini perusahaan bisnis atau badan usaha dalam suatu negara,” ucapnya. Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua yang memberikan pendampingan hukum terhadap 8.300 karyawan PT Freeport juga menyerukan agar Gubernur Provinsi Papua, Ketua DPR Papua dan Ketua MRP segera mengambil tindakan. Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay mengatakan manajemen PT Freeport Indonesia segera mengaktifkan kembali gaji pokok, asuransi dan mempekerjakan kembali 8.300 karyawan yang di-PHK sepihak. “Gubernur Papua segera perintahkan manajemen PT. Freeport Indonesia menjalankan Surat Penegasan Gubernur Papua terkait Kasus Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia, Nomor 540/14807/SET, Perihal: Penegasan Kasus Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia, tertanggal 19 Desember 2018,” kata Emanuel Gobay pekan lalu. Iapun mendesak Ketua DPR Papua segera merealisasikan janji kepada perwakilan 8.300 karyawan, untuk membentuk panitia khusus menyelesaikan persoalan itu. Dalam putusannya, MA menyatakan aksi mogok karyawan Freeport sah secara hukum. Sebab, mogok kerja yang dilakukan para buruh adalah bagian dari kegiatan berserikat yang dilindungi oleh hukum, maka sesuai ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh juncto Ketentuan Pasal 153 ayat (1) huruf g Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tindakan Penggugat (PTFI) melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap tergugat (karyawan) dengan alasan/kualifikasi mengundurkan diri dinyatakan tidak sah. Tergugat harus dipekerjakan kembali pada tempat semula, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 168 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. (*) Editor: Edho Sinaga
Sejumlah pihak di Papua bahas pengembangan griya pengobatan tradisional
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Sejumlah pihak terkait di Papua membahas griya sehat pengembangan pengobatan tradisional, di Kantor Dinas Kesehatan Papua, Selasa (7/12/2021) . Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, John NR Gobai yang ikut dalam pembahasan itu mengatakan, pertemuan tersebut dihadiri Dinas Kesehatan Provinsi Papua dan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Tradisional Kementrian Kesehatan RI.”Ini dalam rangka bintek pengembangan griya sehat untuk pengembangan pengobatan tradisional di Papua,” kata John Gobai kepada Jubi, Selasa (7/12/2021). Gobai menjelaskan griya sehat adalah fasilitas pelayanan kesehatan tdadisional, yang menyelenggarakan perawatan atau pengobatan tradisional dan komplementer oleh tenaga kesehatan tradisional. Baca juga: Kala orang Papua terluka Papua, “surga kecil di bumi” penuh ragam obat tradisional Katanya, pihaknya mendukung adanya griya sehat di Papua, sebab sejak beberapa waktu lalu ia salah satu yang mendorong agar ada balai pengobatan tradisional di provinsi tertimur Indonesia itu.”Pengobatan tradisional itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Pasal 48 undang-undang itu, mengatur bahwa salah satu penyelenggaraan upaya kesehatan adalah pelayanan kesehatan tradisional. Namun pelaksanaan pasal ini di Papua belum maksimal,” ucapnya. Menurutnya, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2012 tentang sistem kesehatan nasional, juga diatur pelayanan kesehatan tradisional alternatif dan komplementer dilaksanakan secara sinergis, dan integrasi dengan pelayanan kesehatan. Ia menambahkan, Papua memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang cukup banyak. Namun pemanfaatannya masih terbatas. Ini disebabkan kurangnya kajian terhadap jenis obat yang sudah dimanfaatkan oleh suku-suku di Papua, sejak zaman dulu. Padahal suku-suku di Papua telah memanfaatkan tumbuh-tumbuhan untuk berbagai tujuan secara turun temurun, bahkan telah mengadopsi pengetahuan dari luar. “Bahkan saya baca berbagai berita beberapa waktu lalu, BPOM RI sedang mendampingi penelitian obat herbal untuk tambahan terapi Covid-19. Ini artinya, BPOM sendiri tidak mengesampingkan keberadaan obat herba atau ramuan obat tradisional itu,” katanya. Belum lama ini, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito mengatakan terdapat 15 penelitian obat herbal yang dapat digunakan untuk tambahan terapi Covid-19 secara nasional. Menurutnya, penemuan obat bahan alam juga menjadi prioritas dari berbagai penelitian yang dilakukan untuk penanganan Covid-19. “BPOM saat ini tengah mendampingi 15 penelitian obat herbal atau obat berbahan alam sebagai tambahan atau adjuvan dari terapi Covid-19, dengan progres yang beragam tentunya dari setiap penelitian ini,” kata Penny Kusumastuti Lukito. Katanya, selain itu terdapat 68 penelitian lain di luar yang terkait dengan penanganan Covid-19 yang sedang didampingi oleh BPOM. Menurut dia, BPOM secara intensif mendukung mulai dari hulu pada tahap penelitian hingga pendampingan kepada para peneliti dan pelaku usaha pada saat pengembangan hilirisasi produk obat. BPOM juga memberikan berbagai pelatihan, seperti pelatihan cara uji klinik yang baik dan berbagai penyederhanaan fleksibilitas dalam proses pelaksanaan uji klinik dan proses registrasi. “Itu dilakukan dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan yang ada di lapangan,” ucapnya. (*) Editor: Syam Terrajana
Tim penyidik Kejagung mestinya tak sulit tuntaskan kasus Paniai
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia atau Komnas HAM RI perwakilan Papua menyatakan, tim penyidik yang dibentuk Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mestinya tidak sulit merampungkan kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua, 8 Desember 2014 silam. Kepala Kantor Komnas HAM RI perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan kasus ini dapat lebih cepat untuk disidangkan, sebab rentang waktu kejadian hingga kini belum terlalu lama. “Dari segi waktu, masih cukup pendek ya. Dari 2014 ke 2021, baru berapa tahun dan bukti buktinya banyak. Ada makam, ada orang meninggal dunia, ada bukti visum, ada selongsong peluru ada bukti uji balistik dan lainnya,” kata Ramandey kepada Jubi, Selasa (7/12/2021). Selain itu menurutnya, aparat keamanan yang diduga terlibat dalam peristiwa itu masih ada. Di antara mereka masih ada yang aktif bertugas. Ada yang sudah pensiun.”Ada juga saksi korban yang masih hidup, sehingga ini mudah untuk diselesaikan, dan mestinya bisa diselesaikan secara profesional dan akuntabel,” ujarnya. Baca juga: Paniai berdarah; pelanggaran HAM berat pertama rezim Jokowi yang terancam impunitas Keluarga korban Paniai Berdarah angkat bicara setelah 6 tahun berlalu Katanya, kasus Paniai bisa menjadi salah satu kasus yang diselesaikan secara cepat untuk menghormati HAM. Komnas HAM RI perwakilan Papua, menyambut baik pembentukan tim penyidik kasus Paniai oleh Kejagung, yang terdiri dari 22 jaksa senior. Namun diharapkan, penanganan kasus dapat dilakukan secara profesional dan akuntabel. Sebab mempertaruhkan wibawa penyidik dan lembaga kejaksaan. “Kenapa harus akuntabel, ini menjadi informasi baik bagi masyarakat Papua bahwa negara berkomitmen menyelesaikan kasus HAM di Papua,” ucapnya. Penyelesaian kasus Paniai lanjut Ramandey, juga akan menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa Pemerintah Indonesia sangat menghormati HAM sebagai negara yang menjadi bagian dari mekanisme HAM internasional. “Kita harap, proses ini idealnya sidang di Jayapura agar memungkinkan banyak pihak menyaksikan persidangan, termasuk memberikan rasa keadilan publik di Jayapura. Selain itu, karena lokusnya ada di Paniai dan itu wilayah Kejaksaan Tinggi Papua,” kata Ramandey. Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin membentuk tim penyidik untuk mengusut kasus Paniai, yang menewaskan empat siswa SMA dan belasan warga terluka. Keputusan Nomor 267 Tahun 2021 tentang pembentukan tim itu ditandatangani oleh Jaksa Agung pada Jumat (3/12/2021). Burhanuddin juga meneken surat perintah penyidikan nomor Print-79/A/JA/12/2021. Kapuspen Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, keputusan itu dikeluarkan setelah memperhatikan surat dari Komnas HAM RI. Menurutnya, tim penyidik dibuat karena hasil penyelidikan dari Komnas HAM RI dalam kasus Paniai, dianggap belum lengkap.”Oleh karena itu, perlu dilakukan penyidikan (umum) dalam rangka mencari dan mengumpulkan alat bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang dugaan pelanggaran HAM yang Berat yang terjadi guna menemukan pelakunya,” kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak pekan lalu. Tim penyidik kasus Paniai dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus. (*) Editor: Syam Terrajana
Media harus berperan untuk hilangkan berbagai prasangka terhadap orang Papua
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Redaktur Pelaksana Majalah Tempo, Bagja Hidayat menyatakan media berperan mengilangkan berbagai prasangka terhadap orang Papua, dari mereka yang ada di luar Papua, termasuk pengambil kebijakan di Jakarta. Pernyataan itu dikatakan Bagja Hidayat dalam diskusi daring Forexpo 2021, yang gelar Forest Watch Indonesia pada Kamis (2/12/2021). Diskusi ini bertemakan “Mata Media: Sudah Adilkah Kita Melihat Papua?“ Ia mengatakan, prasangka ini terjadi karena informasi tidak merata, misalnya mengenai Papua. “Maka media perannya adalah memberikan sebanyak mungkin informasi agar prasangka itu hilang. Orang tidak mendengar langsung dari orang Papua, kemudian menyimpulkan kebutuhan orang Papua adalah infrastruktur,” kata Bagja. Menurutnya, prasangka itu kemudian melahirkan kebijakan keliru untuk Papua. Orang Papua ingin diutamakan penyelesaiannya mengenai masalah perlindungan HAM. Setelah itu, barulah infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan lainnya. “Perlindungan HAM adalah modal melangkah ke hal lain. Jadi bagaimana caranya memberikan publik banyak informasi, sehingga punya cukup informasi sebagai perbandingan,” ucapnya. Katanya, selama ini berbagai kalangan melihat Papua dari kacamata sempit, sehingga tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya dan timbul bias. “Bias inikan munculnya dari prasangka, apalagi kalau prasangka ini muncul dari pembuat kebijakan, ini bahaya,” katanya. Sementara itu, Pemimpin Redaksi Jubi, Jean Bisay mengatakan apabila bicara Papua dari perspektif media, belum semua informasi soal Papua disampaikan secara baik, terutama oleh media di luar Papua (Jakarta). “Di Papua sendiri belum semua jurnalis atau media menyampaikan soal Papua sesuai situasi yang sebenarnya. Misalnya dalam kasus lingkungan atau HAM,” kata Bisay. Menurutnya, media di luar Papua terutama media mainstream lebih cenderung mencari sensasi dalam pemberitaan mengenai Papua. Mengandalkan narasi tunggal atau dari satu sumber. Misalnya dalam pemberitaan kasus penembakan Pendeta Yeremias Zanambani di Distrik Hitadipa, Kabupeten Intan Jaya pada September 2020 silam. Berbagai media memberitakan, pelaku penembakan adalah Tentara Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka, dengan mengutip pernyataan dari aparat keamanan. Akan tetapi, hasil investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Tim bentukan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemekopolhukam) menemukan fakta, diduga pelaku adalah dari satuan TNI yang bertugas di sana. “Mestinya media yang memberitakan itu sejak awal, mengoreksi pemberitaan mereka. Namun itu tidak dilakukan. Dibiarkan saja,” ujarnya. Bisay juga mengakui, memberitaan Papua sesuai fakta tidaklah mudah bagi wartawan dan media. Apalagi bagi jurnalis asli Papua. Mereka akan mendapat stigma buruk dari berbagai pihak yang merasa terusik. “Di Jubi sendiri tantangan kami sangat berat, karena lebih mengutamakan manusia, hutan atau alam Papua. Ini merupakan roh Jubi sejak awal. Memang tidak mudah, apalagi bagi kami wartawan asli Papua,” ucapnya. (*) Editor: Edho Sinaga
Jurnalis: Jangan anggap isu Papua sensitif, jika mau melihat Papua secara adil
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Redaktur Pelaksana Majalah Tempo, Bagja Hidayat menyatakan, apabila ingin melihat Papua secara adil, jangan menganggap isu Papua sensitif. Pernyataan itu dikatakan Bagja Hidayat dalam diskusi daring Forexpo 2021, yang gelar Forest Watch Indonesia pada Kamis (2/12/2021). Diskusi ini bertemakan “Mata Media: Sudah Adilkah Kita Melihat Papua?” “Untuk melihat Papua lebih adil, jangan menganggap [bicara] Papua isu sensitif, sehingga kini nyaman membicarakannya dan Papua menjadi terbuka, siapapun bisa bebas mengakses informasi tentang Papua, tak ada lagi pembatasan dan informasi menjadi merata,” kata Bagja. Menurutnya, apabila isu mengenai Papua dijauhkan dari kekuasaan, dan orang banyak, situasi di sana tidak akan pernah berubah. “Akan seperti ini terus. Akses informasi mengenai Papua mesti bebas agar bias dan prasangka kita hilang. Ketika informasinya ditutup, hasilnya adalah ketidakadilan,” ujarnya. Ia mengakui selama ini pemberitaan tentang Papua di media, terutama yang ada di luar Papua sangat minim. Situasi itu terjadi sebab akses informasi dibatasi. Jurnalis Tempo sendiri mengalaminya, ketika menginvestigasi mengenai deforestasi di sana beberapa waktu lalu. “Kami dijaga betul (tidak diberi akses bebas). Dengan cara mendekatkan isu Papua ke kekuasaan lewat media, semoga akan lebih adil melihat Papua disertai kebijakannya nanti. Jadi kita ubah perspektifnya dulu,” ucapnya. Pernyataan hampir sama dikatakan Roy Murtadho dari Indoprogress. Katanya, melihat Papua aspek apapun, baik HAM, kebijakan ekonomi, sosial, politik dan lainnya, sama sekali tidak adil. “Memang sejak awal, sejarah Papua dan Indonesia adalah sejarah kekerasan. Sehingga kami lebih cenderung membahas ekonomi politik. Siapa yang melakukan apa dan siapa yang mendapatkan apa. Misalnya dalam mobilisasi militer [ke Papua], keuntungannya apa,” kata Roy. Menurutnya, dalam pemberitaan mengenai Papua, kebanyakan media menggunakan narasi tunggal atau hanya sumber dari pengambil kebijakan. Narasi tunggal dalam pemberitaan media mengenai Papua ini pun dianggap rawan, sehingga mesti dibongkar. “Narasi tunggal ini yang harus dibongkar bersama. Meski sulit karena pemerintah menghalang halangi media terutama media asing meliput di sana, dan akses informasi semua ditutup kecuali akses dari militer,” ucapnya. “Ini yang mesti kita bongkar agar semua orang adil melihat Papua. Kita selalu bicara anti-kekerasan, tapi sepertinya belum adil untuk Papua,” sambungnya. (*) Editor: Edho Sinaga
Pengibaran Bintang Kejora di enam wilayah Papua mesti menjadi refleksi semua pihak
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Anggota komisi bidang pemerintahan, politik, hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) DPR Papua, Laurenzus Kadepa menyatakan pengibaran bendera bintang kejora (BK) pada enam daerah di Papua pada 1 Desember 2021, mesti menjadi refleksi semua pihak, terutama para pengambil kebijakan. “Melalui peristiwa ini, menuntut kita semua baik pemerintah pusat hingga daerah, TNI dan Polri, lembaga legislatif dan lembaga lain merefleksi diri. Ke depan bersinergi untuk melihat Papua dengan pola baru, pendekatan baru, kebijakan baru,” kata Kadepa kepada Jubi, Kamis (2/12/2021). Menurutnya, hal yang paling penting dilihat bersama, setelah bendera bintang kejora dikibarkan depan Gedung Olahraga (GOR) Cenderawasih, Kota Jayapura situasi di sana tetap aman, tidak ada konflik. Kadepa pun meminta pihak kepolisian dapat melihat pengibaran BK di GOR Cenderawasih dari berbagai sisi. Tidak hanya dari sudut pandang hukum. “Saya minta aparat bebaskan anak anak yang masih ditahan di Polda Papua dan mari kita bijak melihat persoalan Papua secara komprehensif,” ucapnya. Kadepa mengakui, delapan pemuda yang kini ditahan di Mapolda Papua mengibarkan bendera bintang kejora di tiang bendera halaman GOR Cenderawasih. Katanya, itu jelas melanggar hukum yang berlaku di negara ini. Namun kepolisian mesti mempertimbangkan sisi lain. “Tetapi dengan pertimbangan kemanusiaan dan lainnya, mohon dipertimbangkan agar mereka bisa dibebaskan,” ujarnya. Bendera Bintang Kejora berkibar di lima kabupaten dan satu kota di Papua pada peringatan 1 Desember, Rabu (1/12/2021). Keenam daerah itu adalah Kabupaten Mamberamo Tengah, Puncak, Pegunungan Bintang, Intan Jaya, Paniai, dan Kota Jayapura. Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Papua, Brigjen Eko Rudi Sudarto mengatakan meskipun pengibaran Bintang Kejora terjadi di beberapa daerah, namun situasi keamanan Papua kondusif dan terkendali. Eko menyatakan pihaknya juga menangkap delapan orang yang mengibarkan bendera Bintang Kejora di halaman GOR Cenderawasih, Kota Jayapura. Menurutnya, pengibaran bendera Bintang Kejora di halaman GOR Cenderawasih itu terjadi pada pukul 13.20 WP. Saat itu jajaran Polda Papua sedang melaksanakan upacara peringatan Hari Polisi Air Udara. Ia menyatakan delapan pemuda yang melakukan pengibaran bendera Bintang Kejora itu masih diperiksa di Markas Polda Papua. “Kami tadi langsung menangani kasus pengibaran bendera yang dilakukan oleh enam orang pemuda di GOR Cenderawasih. Saat ini kami sedang mengembangkan penyelidikan sekaligus penyidikan kasus tersebut,” tegasnya. Menurutnya, delapan orang yang ditangkap dan diperiksa itu adalah FK, SK, MK, MY, YM, BA, MP, dan MV. Polisi menyita barang bukti berupa bendera Bintang Kejora, dan dua buah spanduk bertuliskan “Self Determination For West Papua, Stop Militerisme in West Papua” dan “Indonesia Segera Membuka Akses Bag Tim Investigasi Komisi Tinggi HAM PBB ke West Papua”. Eko menjelaskan, usai menaikkan bendera Bintang Kejora di tiang bendera GOR Cenderawasih, kedelapan pemuda itu membentangkan spanduk sambil mengibarkan bendera yang diikat pada sebatang kayu yang dipegang mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) inisial MY. “Setelah melakukan kegiatan di halaman GOR, kedelapan pemuda tersebut berjalan melintas di depan Markas Polda Papua. Anggota yang melihat langsung mengamankan [mereka]. Kemudian, anggota Intelkam langsung menurunkan bendera Bintang Kejora yang dikibarkan di GOR,” jelasnya. (*) Editor: Edho Sinaga
Komnas HAM perwakilan Papua berharap dukungan Pemprov
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) perwakilan Papua berharap adanya dukungan pemerintah provinsi (Pemprov) dalam menunjang tugas lembaga itu. Kepala Kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan setidaknya ada dua kebutuhan pihaknya, yang perlu mendapat dukungan dari Pemprov Papua. Kebutuhan itu, yakni renovasi kantor Komnas HAM, rekrutmen tambahan sekitar lima hingga 10 orang pegawai. Katanya, dalam Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Papua, Pemprov dimandatkan bertanggung jawab mendukung keberadaan Komnas HAM perwakilan Papua. “Dengan berbagai kasus dan peristiwa yang semakin banyak di Papua, Komnas HAM meminta setidaknya ada dua hal kepada Pemprov Papua, yakni renovasi kantor dan dukungan untuk rekrutmen tambahan pegawai,” kata Frits Ramandey kepada Jubi, Selasa malam (30/11/2021). Menurutnya, Komnas HAM perwakilan Papua telah mengajukan usulan renovasi kantor Komnas HAM perwakilan Papua kepada pemprov. Kantor itu merupakan gedung bekas Dinas Perkebunan Provinsi Papua yang dipinjam pakaikan kepada ke Komnas HAM perwakilan Papua. “Kami sudah mengajukan kebutuhannya kepada bapak gubernur, dan Sekda sudah membacanya. Kami harap tahun depan Kantor Komnas HAM Papua bisa direnovasi. Tidak perlu dibangun baru, cukup dipugar untuk mendukung kerja kerja Komnas HAM Papua,” ucapnya. Ramadey mengatakan, pihaknya juga butuh tambahan pegawai. Kebutuhan rekrutmen pegawai itu akan diajukan kepada Pemprov Papua. Katanya, pegawai Komnas HAM perwakilan Papua yang ada kini masih kurang, untuk mendukung kerja kerja lembaga tersebut. “Hari ini kami dapat formasi pegawai dari Jakarta. Akan tetapi hanya dua orang dan ini masih kurang untuk mendukung kerja kerja Komnas HAM sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan,” ujarnya. Dalam rekrutmen pegawai akan diprioritaskan anak anak Papua yang memiliki kualifikasi. Bisa bekerja dalam penanganan dugaan kasus kasus pelanggaran HAM di Bumi Cenderawasih. Frits Ramandey menambahkan, selama ini setiap tahun Pemprov Papua memberikan dana hibah senilai Rp 500 juta kepada pihaknya. Namun nominal dana tersebut dinilai sangat kurang untuk mendukung kerja kerja Komnas HAM perwakilan Papua. “Dalam penanganan kasus di Papua butuh anggaran dan cukup mahal. Karenanya kami harap Gubernur Papua yang dulu pernah menjanjikan lebih pada Komnas HAM pada periode pertama, kiranya kini bisa mendukung Komnas HAM,” kata Ramandey. Anggota komisi bidang pemerintahan, politik, hukum dan HAM DPR Papua, Emus Gwijangge juga berharap para pengambil kebijakan di Papua dapat mendukung keberadaan dan kerja kerja Komnas HAM perwakilan Papua. “Saya pikir keberadaan Komnas HAM perwakilan Papua ini perlu didukung semua pihak, terutama pemerintah daerah,” kata Emus Gwijangge. Menurutnya, Komnas HAM perwakilan Papua merupakan bagian dari lembaga negara, yang mengemban tugas mengusut berbagai dugaan pelanggaran HAM. (*) Editor: Syam Terrajana
Anggaran dikurangi, RSUD Jayapura kemungkinan tak lagi layani pasien KPS pada 2022
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Rumah Sakit Umum Daerah atau RSUD Jayapura kemungkinan tak lagi melayani pasien pengguna Kartu Papua Sehat (KPS) pada 2022 mendatang. Direktur RSUD Jayapura, dr. Anton Mote mengatakan situasi itu akibat berkurangnya anggaran KPS di rumah sakit milik Pemprov Papua tersebut pada tahun anggaran (TA) 2022. Menurutnya, selama ini anggaran KPS untuk RSUD Jayapura berkisar Rp 40-50 miliar. Namun pada tahun depan RSUD Jayapura hanya akan menerima dana KPS sekitar Rp 5 miliar dari dana Otsus. “Selama ini dana Otsus yang digunakan membiayai masyarakat Papua. Nominal Rp5 miliar itu sangat kecil, dan tahun depan pelayanan KPS di RSUD Jayapura [kemungkinan] tak ada lagi, karena anggaran semua ke kabupaten/kota,” kata dr. Anton Mote usai rapat bersama Komisi V DPR Papua, Rabu (24/11/2021). Katanya, salah satu solusi adalah pemerintah kabupaten/kota di Papua, menganggarkan dana KPS, agar ketika ada warganya yang berobat atau dirujuk ke RSUD Jayapura dapat dilayani. “Kalau tidak, mereka akan terlantar. Selama ini pasien KPS di Rumah Sakit Jayapura sekitar 50 persen. Kami juga layani pasien dari Papua Barat,” ucapnya. Ia mengatakan, dana KPS yang dikelola RSUD Jayapura selama ini digunakan untuk membeli obat, bahan habis pakai, membiayai pasien rujukan ke luar Papua, dan kebutuhan lainnya. Namun tahun depan, layanan KPS di RSUD Jayapura kemungkinan tak ada lagi, lantaran pengurangan anggaran dalam APBD 2022. “Pasien-pasien nantinya mau dibiayai dari anggaran mana? Pemerintah kabupaten/kota harus segera menganggarkan KPS. Kalau tidak, masyarakatnya akan terlantar. Kan dana Otsus untuk KPS sudah langsung ke kabupaten/kota,” ujarnya. Ketua Komisi V DPR Papua, yang membidangi pendidikan dan kesehatan, Timiles Yikwa berharap tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) Provinsi Papua dapat mempertimbangkan kembali rencana anggaran untuk RSUD Jayapura. “Kami harap TAPD meninjau kembali. Dengan anggaran seperti ini, kebijakan apa yang manajemen RSUD Jayapura bisa lakukan. Minimal anggarannya setengah dari tahun tahun sebelumnya,” kata Timiles Yikwa. Katanya, pihaknya akan menyampaikan masalah itu kepada pimpinan dewan, dan membicarakannya dalam rapat badan anggaran dengan TAPD. “Sebab, kemungkinan awal 2022, berbagai obat dan penunjang lainnya di RSUD Jayapura akan habis. Cleaning service juga kemungkinan akan ditiadakan karena tak ada anggaran lagi,” ucapnya. (*) Editor: Edho Sinaga
Anggaran KPS RSUD Jayapura berkurang drastis, dari Rp45 miliar sekarang hanya Rp5 miliar di TA 2022
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Anggaran Kartu Papua Sehat atau KPS di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jayapura pada tahun anggaran (TA) 2022 berkurang drastis dengan jumlah yang signifikan. Ketua Komisi V DPR Papua, yang membidangi pendidikan, Timile Yikwa mengatakan, pada tahun-tahun sebelumnya, anggaran KPS di RSUD Jayapura berkisar Rp45 miliar. Akan tetapi anggaran KPS untuk rumah sakit milik Pemprov Papua itu, dalam rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) TA 2022 menurun, hanya berkisar Rp5 miliar saja. “Dalam rancangan KUA PPAS tahun anggaran 2022, RS Jayapura hanya mendapat anggaran Rp 10 miliar, dimana Rp 5 miliar untuk KPS,” kata Timiles Yikwa usai rapat bersama pihak RSUD Jayapura, Rabu (24/11/2021). Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu berharap, tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) Provinsi Papua dapat mempertimbangkan kembali rencana anggaran untuk RSUD Jayapura. “Kami harap TAPD meninjau kembali. Dengan anggaran seperti ini, kebijakan apa yang manajemen RSUD Jayapura bisa lakukan. Minimal anggarannya setengah dari tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya. Katanya, untuk itulah Komisi V DPR Papua mengundang Direktur RSUD Jayapura dan jajarannya untuk rapat bersama. Komisi V DPR Papua ingin mendengar langsung tanggapan pihak manajemen RSUD Jayapura. “Kami akan tanyakan ini dalam rapat banggar dengan TAPD kenapa ini bisa terjadi. Kami akan laporkan kepada pimpinan dewan, dan membicarakannya dalam rapat badan anggaran dengan TAPD. Sebab, kemungkinan awal 2022, berbagai obat dan penunjang lainnya di RSUD Jayapura akan habis. Cleaning service juga kemungkinan akan ditiadakan karena tak ada anggaran lagi,” ucapnya. Direktur RSUD Jayapura, dr. Anton Mote membenarkan anggaran KPS di rumah sakit yang dipimpinnya akan berkurang drastis pada 2022 mendatang. Katanya, berbagai hal yang kemungkinan akan dialami pihaknya ke depan dalam manajemen rumah sakit, telah disampaikan kepada Komisi V DPR Papua. “Kami sampaikan kebutuhan kami. Secara administrasi dan pembiayaan, agar DPR Papua bisa membantu sampaikan ini kepada pemerintah pusat, terutama dana KPS,” kata Anton Mote. Menurutnya, berkurangnya anggaran KPS di RSUD Jayapura pada masa mendatang tentu akan berdampak pada pelayanan. “Selama inikan, KPS dibiayai dana Otsus. DPR Papua akan meneruskan apa yang kami bahas tadi saat rapat koordinasi nantinya,” ucapnya. (*) Editor: Edho Sinaga
Bupati: Kelompok Sabinus Waker tidak terlibat konflik di Intan Jaya
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Bupati Intan Jaya, Papua, Natalis Tabuni menyatakan kelompok bersenjata pimpinan Sabinus Waker tidak terlibat dalam konflik di wilayah itu. Pernyataan itu dikatakan Natalis Tabuni usai rapat bersama forum komunikasi pimpinan daerah dan pihak gereja di Kantor DPR Papua, Senin petang (23/11/2021). “Kelompok Ayub Waker yang kini dipimpin Sabinus Waker sejak awal sudah jelas, tidak melakukan perang lagi dan mereka tidak terlibat,” kata Natalis Tabuni. Baca juga: Penanganan kelompok bersenjata di Papua harus mengedepankan otoritas sipil Menurutnya, kelompok Sabinus Waker sudah ada sebelum pemekaran Kabupaten Intan Jaya. Pihaknya telah berkomunikasi dengan kelompok ini dan bersepakat agar tidak terlibat dalam konflik di Intan Jaya. “Sampai sekarang, pasukannya Sabinus Waker tidak terlibat penembakan. Mereka tidak melakukan aksi-aksi. Tapi kelompok baru yang masuk, ini yang sering menimbulkan konflik,” ucapnya. Katanya, ada beberapa kelompok bersenjata di Intan Jaya. Ada di antara mereka yang benar benar berjuang sebagai Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat dan Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). “Ada yang benar benar berjuang sebagai TPNPB-OPM sejak dulu. Misalnya kelompok Ayub Waker yang kini dipimpin Sabinus Waker. Ada juga kelompok yang mencari jati diri dan eksistensi, motifasinya tidak jelas,” ujarnya. Ia mengakui, diperlukan kesabaran menghadapi kelompok bersenjata yang baru muncul di Intan Jaya. Mereka adalah kelompok bersenjata dari beberapa kabupaten sekitar, semisal Puncak Jaya, Nduga, dan Paniai. Pemerintah Kabupaten Intan Jaya bersama aparat keamana di sana, terus berupaya berkomunikasi dengan kelompok itu, agar tidak lagi melakukan aksi kekerasan. “Semoga dengan komunikasi yang kami bangun itu, ke depan mereka dapat memahami dan mengendalikan diri. Berhenti melakukan aksi yang akan menimbulkan konflik berkepanjangan,” kata Natalis Tabuni. Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw mengapresiasi upaya Pemkab Intan Jaya berkomunikasi dengan kelompok bersenjata, untuk menghentikan konflik. “Saya pikir, cara cara ini yang harus didorong. Kami harap, jangan distigma bahwa kepala daerah ini adalah bagian dari KKB atau OPM. Tapi ini adalah upaya menciptakan perdamaian. Cara inilah yang mesti dilakukan pemerintah pusat. Diskusi dan buka ruang,” kata Jhony Banua Rouw. Katanya, rapat bersama forkopimda untuk membahas situasi konflik di beberapa daerah Papua, termasuk Intan Jaya. “Harus ada langkah yang kami ambil. Kami samakan persepsi agar bisa menolong rakyat, karena selama ini yang banyak korban adalah warga sipil. Terutama ibu ibu dan anak. Mereka korban dampak situasi di daerah. Banyak yang mengungsi,” ucapnya. (*) Editor: Syam Terrajana
Konflik Intan Jaya kembali memanas, diduga dipicu hilangnya Sem Kobogau
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Bupati Intam Jaya, Papua, Natalis Tabuni menduga kembali memanasnya konflik bersenjata di wilayahnya, dikarenakan hilangnya seorang warga sipil bernama Sem Kobogau (51 tahun) pada awal Oktober 2021. Natalis Tabuni mengatakan, sejak beberapa bulan terakhir situasi di Intan Jaya mulai kondusif. Akan tetapi pada akhir Oktober 2021, kembali terjadi rangkaian baku tembak antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata di sana. Pernyataan itu dikatakan Natalis Tabuni usai rapat bersama forum komunikasi pimpinan daerah provinsi Papua dan pihak gereja, di kantor DPR Papua, Senin petang (22/11/2021). “Memang sejak delapan bulan lalu, situasi di Intan Jaya sempat kondusif. Namun setelah Sem Kobogau hilang, muncul aksi dari KKB yang kembali meluas,” kata Natalis Tabuni. Baca Juga : Pomdam XVII Cenderawasih diminta sampaikan hasil investigasi dugaan hilangnya warga Intan Jaya Menurutnya, Kodam XVII Cenderawasih telah menurunkan tim ke Intan Jaya menyelidiki hilangnya Sem Kobogau. Pemerintah daerah dan para Forkopimda setempat, meminta masyarakat bersabar menunggu hasil investigasi. “Kami sudah koordinasi dengan forkopimda, Damdim dan Kapolres. Pangdam sudah utus penyidik militer ke Intan Jaya, dan sedang berproses. Namun KKB ini tidak sabar terus [menunggu],” ujarnya. Katanya, pemerintah daerah, TNI dan Polri di Intan Jaya terus berupaya membangun komunikasi dengan kelompok bersenjata di sana. Ini dianggap salah satu langkah untuk menghentikan konflik bersenjata di sana. “Kami meminta mereka tidak melakukan aksi yang akan merugikan semua pihak,” ucapnya. Sem Kobogau dinyatakan hilang oleh pihak keluarga pada 5 Oktober 2021 lalu. Keberadaan aparat Kampung Bunagopa, Distrik Ugimba, Kabupaten Intan Jaya itu tidak diketahui setelah dibawa oleh oknum yang diduga anggota TNI non organik. Kodam XVII Cenderawasih menyatakan sedang melakukan investigasi atas dugaan hilangnya seorang warga Intan Jaya itu. Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih, Kapendam Kolonel Reza Nur Patria belum lama ini mengatakan, kini sedang dilakukan investigasi dan pendalaman lebih lanjut terkait adanya informasi masyarakat yang hilang di Intan Jaya. “Pangdam XVII/Cenderawasih telah memerintahkan tim investigasi untuk berangkat ke Distrik Sugapa, dipimpin oleh Asintel Kasdam XVII/Cenderawasih dalam rangka melaksanakan pendalaman dan mencari informasi tentang hal tersebut,” kata Reza belum lama ini. Ia menambahkan, bila terbukti adanya keterlibatan personel TNI, maka personel tersebut akan diproses hukum secara ketentuan dan aturan yang berlaku. (*) Editor: Syam Terrajana
Bahas situasi Papua, para pengambil kebijakan sepakati sejumlah poin
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Para pengambil kebijakan di Papua menyepakati sejumlah poin menyikapi situasi keamanan di provinsi tertimur Indonesia itu, dalam pertemuan yang diinisiasi DPR Papua di gedung DPR Papua, Senin (22/11/2021). Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw mengatakan dalam pertemuan pihaknya membahas situasi konflik di beberapa kabupaten. Kali ini pembahasan fokus pada situasi Intan Jaya. “Kami sepakati beberapa langkah. Kami akan buat surat seruan kepada semua pihak, TNI/Polri, TPNPB, dan masyarakat agar mengambil sikap tenang, tidak menciptakan konflik di daerah. Jangan membuat aksi yang berdampak pada masyarakat menjelang suasana perayaan Natal. Kita mau masyarakat merayakan Natal dengan baik,” kata Jhony Banua Rouw usai pertemuan, Senin petang. Katanya, para pihak juga sepakat membentuk tim bersama. Tim akan mengkaji memberikan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo serta semua pemangku kepentingan, agar langkah kongkrit selesaikan masalah Papua. “Salah satunya, kami akan minta izin Blok Wabu ditinjau kembali. Meminta penempatan pasukan non organik dari pusat harus berkoordinasi atau atas permintaan pangdam atau Kapolda dan atas kendali Kapolda dan Pangdam,” ucapnya. Menurutnya, dengan begitu penempatan pasukan dari luar harus sesuai kebutuhan di Papua. Dalam melaksanakan tugas, pasukan itu di bawah kendali Kapolda dan Pangdam. Dengan begitu, ketika mengambil langkah penegakan hukum, dapat mengedepankan kearifan lokal karena Kapolda dan Pangdam memahami karakter dan budaya masyarakat di Papua. Ia menambahkan tim bersama itu, juga akan kerja berkelanjutan. Akan ada pertemuan berikut pada awal Desember 2021. “Akan kami buat rekomendasi dan solusi, bagaimana selesaikan masalah di Papua. Kami imbau masyarakat tenang, tidak terprovokasi. Bagi aparat keamanan dan TPNPB, agar sama-sama menahan diri agar suasana bisa damai dan aman jelang Natal,” kata Jhony Banua Rouw. Pertemuan itu dihadiri DPR Papua, Majelis Rakyat Papua, Polda Papua, Kodam XVII Cenderawasih, Kejaksaan Tinggi Papua, Bupati Intan dan DPRD Intan Jaya, pihak gereja, serta sejumlah pihak lainnya. (*) Editor: Edho Sinaga
Kadepa: Perubahan pengelolaan Dana Otsus jangan korbankan mahasiswa
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Anggota komisi bidang pemerintahan, politik, hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) DPR Papua, Laurenzus Kadepa menyatakan perubahan pengelolaan dana Otonomi Khusus (Otsus) jangan sampai mengorbankan mahasiswa Papua di dalam dan di luar negeri, yang dibiayai oleh dana Otsus. Hal ini dikatakan Laurenzus Kadepa menyusul pernyataan Gubernur Papua, Lukas Enembe yang berencana memulangkan seluruh mahasiswa asal Papua yang menempuh pendidikan di dalam maupun luar negeri. Enembe diduga kecewa, sebab pemerintah pusat dianggap mengambil kewenangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua, dalam penerimaan dan pembagian dana Otsus. Ini diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2021 tentang revisi UU Otsus Papua. “Perubahan dalam revisi UU Otsus, jangan sampai malah susahkan orang asli Papua, khususnya mahasiswa yang kuliah di dalam dan di luar negeri, yang dibiayai dana Otsus. Mesti ada jaminan bagi mereka,” kata Laurenzus Kadepa kepada Jubi, Senin (22/11/2021). Menurutnya, pemerintah pusat dan para pihak di Papua memiliki semangat luar biasa saat pembahasan revisi UU Otsus. Namun apakah revisi itu benar benar menjadi solusi. Termasuk untuk mahasiswa yang selama ini dibiayai dana Otsus. Kadepa mempertanyakan, apakah revisi ini, solusi bagi Papua ataukah masalah akan semakin berat. Jangan revisi itu justru akan menyusahkan orang asli Papua. “Untuk apa kita capek capek bicara Otsus kalau justru orang asli Papua dan mahasiswa dikorbankan. Adanya pernyataan gubernur akan pulangkan mahasiswa, saya kecewa. Inikah semangat revisi UU Otsus? Semangat membangun Papua harus disertai bukti,” ucapnya. Kadepa mengakui, para pengambil kebijakan di Papua telah bersalah pada mahasiswa Papua eksodus. Mahasiswa Papua se-Jawa-Bali yang memilih pulang kampung pascakasus rasisme di Surabaya, pertengahan Agustus 2019 silam. Katanya, hingga kini nasib mahasiswa eksodus tidak jelas. Padahal ketika itu, Majelis Rakyat Papua (MRP), Pemprov Papua dan para pihak di Papua menyatakan mendukung mahasiswa Papua se-Jawa-Bali yang akan pulang kampung. Ia berpendapat, gubernur seharusnya tidak sampai mengeluarkan pernyataan akan pulangkan mahasiswa. Pemprov dan pemerintah pusat mestinya koordinasi dulu. “Jangan sampai pernyataan itu mengganggu pikiran para mahasiswa dan berdampak pada pendidikannya. Jangan menanggapi secara emosional. Sama sama mesti berpikir nasib mahasiswa di dalam dan luar negeri yang dibiayai dana Otsus harus ada jaminan,” kata Kadepa. Sebelumnya, Gubernur Papua, Lukas Enembe menyatakan berencana memulangkan seluruh mahasiswa asal Papua yang kuliah di dalam maupun di luar negeri. Katanya, para mahasiswa yang dibiayai dana Otsus itu mesti dipulangkan karena pada tahun depan, tidak ada lagi beasiswa. “Tahun ini diberhentikan semua atau kami akan menyurat kepada orang tua untuk pulangkan mereka,” kata Gubernur Enembe, Sabtu (20/11/2021). Katanya, UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang revisi UU Otsus Papua telah mengambil alih semua kewenangan Pemprov Papua. Semua kewenangan diatur oleh pemerintah pusat. “Semua [kewenangan] diambil alih [oleh pemerintah pusat], semuanya pusat yang atur. Perencanaan semua mereka,” ucap Enembe. (*) Editor: Edho Sinaga
Dua kali kirim tim, Komnas HAM Papua tak bisa tembus ke Kiwirok
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM perwakilan Papua menyatakan telah dua kali mengirim tim ke Kabupaten Pegunungan Bintang. Akan tetapi tim itu tak bisa tembus ke Distrik Kiwirok. Distrik Kiwirok adalah tempat terjadinya peristiwa pembakaran fasilitas publik oleh pihak yang diduga kelompok bersenjata beberapa waktu lalu. Dalam insiden itu, seorang tenaga kesehatan menginggal dunia dan beberapa lainnya mengalami penganiayaan. “Kami dua kali kirim tim, tapi dua tim itu tidak sampai ke Kiwirok. Karena target kami bukan Oksibil (ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang), tapi Kiwirok,” kata Frits Ramandey, Jumat (19/11/2021). Menurutnya, tim Komnas HAM perwakilan Papua tidak dapat ke Kiwirok, karena alasan keamanan. “Pihak keamanan belum bisa memberi garansi atau jaminan keamanan untuk Komnas HAM ke sana,” ucapnya. Menurutnya, tim Komnas HAM perwakilan Papua hanya sampai di Oksibil. Di sana tim bertemu beberapa pengungsi dari sejumlah kampung. “Akan tetapi, kita ingin pastikan pelayanan publik di sana berjalan. Tapi Komnas punya target memang harus ke Kiwirok,” ujarnya. Komnas HAM perwakilan Papua, juga masih menunggu data jumlah pengungsi dari Pemkab Pegunungan Bintang. Sebab Pemkab Pegubin menjanjikan akan memberikan data itu kepada Komnas HAM, terutama data pengungsi dari Distrik Kiwirok. Selain itu, Komnas HAM perwakilan Papua juga membiayai pemulangan enam tenaga kesehatan ke kampung halamannya. Mereka adalah korban peristiwa Kiwirok. “Kami membawa mereka ke psikolog. Saat mereka akan pulang ke kampung halamannya Pemda tidak tanggung sehingga Komnas putuskan kami menanggung semua tiket mereka. Baik yang pulang ke Timor (NTT), ke Yapen dan ke Toraja. Komnas yang tanggung menggunakan dana hibah pemda ke Komnas HAM,” kata Ramandey. Sebelumnya, komisioner pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM Republik Indonesia Choirul Anam mengatakan tim akan menyelidiki peristiwa di Distrik Kiwirok, dan beberapa distrik lainnya di Kabupaten Pegunungan Bintang. “Tim terdiri dari Komnas HAM RI dan Komnas HAM perwakilan Papua. Kami berada di Pegunungan Bintang sejak 8 November 2021,” kata Choirul Anam melalui aplikasi pesan singkat yang diterima Jubi, Kamis (11/11/2021). Menurutnya, penting bagi Komnas HAM datang langsung ke wilayah itu dan melihat kondisi di sana, agar peristiwa yang sebenarnya terjadi dapat diungkap secara jelas. “Kami sudah sampaikan harapan kami agar bisa ke Kiwirok. Kami sampaikan kepada beberapa elemen masyarakat, termasuk pemerintah daerah,” ujar Anam. (*) Editor: Edho Sinaga
Komnas HAM Papua: Mama Agustina Hondau mengaku ditembak
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) perwakilan Papua menyatakan Mama Agustina Hondou (24 tahun) mengaku bukan tertembak, namun ditembak. Kepala Kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan pernyataan itu disampaikan Agustina Hondou saat pihaknya menjenguk korban di rumah sakit yang ada di Timika, Kabupaten Mimika pada pekan lalu. “Dari keterangan yang bersangkutan dalam bahasa [daerah] yang diterjemahkan kepada kami, dia bilang tidak ada kontak. Tetapi dia ditembak. Sekali lagi ini keterangan korban,” kata Frits Ramandey, Jumat (19/11/2021). Mama Agustina Hondou ditembak di Kampung Mamba, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya pada 9 November 2021. Akan tetapi, Komnas HAM perwakilan Papua belum dapat menggali banyak informasi dari korban. Selain korban tidak dapat berbahasa Indonesia, kondisi Mama Agustina Hondou belum memungkinkan. “Kami belum minta keterangan TNI [karena diduga korban ditembak oknum TNI]. Kami sudah bertemu Kodam XVII Cenderawasih, dan mereka menyatakan masih mengirim tim melakukan investigasi. Termasuk meminta keterangan kepada anggota anggotanya,” ucapnya Komnas HAM perwakilan Papua memastikan korban mengalami dua luka tembak, di bagian perut sebelah kanan dan di mata bagian kanan Katanya, menurut dokter ada benda asing dalam mata korban, sehingga harus dikirim ke Makassar. Komnas HAM perwakilan Papua menduga mata korban terkena rekoset. “Rumah sakit di Timika tidak bisa ambil tindakan, karena fasilitas dan sumber daya manusianya tidak memadai. Rumah sakit di Jayapura juga tidak bisa menangani, sehingga korban mesti dirujuk ke Makassar,” ujarnya. Komnas perwakilan Papua telah meminta Pemerintah Kabupaten Intan Jaya, agar segera merujuk korban ke Makassar. Ramandey menambahkan, selain mengunjungi Agustina Hondou, pihaknya juga melihat kondisi Yoakim Majau (6 tahun), yang juga dirawat di Timika. Yoakim Majau tertembak saat kontak senjata antara kelompok bersenjata dan aparat keamanan di Intan Jaya akhir Oktober 2021 lalu. “Sebenarnya namanya bukan Yoakim tapi Ferdinan. Hanya saja dia pakai nama Yoakim karena orang yang urus dari Intan Jaya ke Timika namanya Yoakim, sehingga rumah sakit tulis namanya Yoakim,” kata Frits Ramandey. Sebelumnya, anggota DPRD Kabupaten Intan Jaya, Martinus Maisini mengungkapkan Mama Agustina Hondou diduga ditembak oleh aparat TNI. Menurutnya, Mama Agustina Hondau diduga ditembak oleh TNI terkait barang belanjaan yang dibawanya dari Kota Yokatapa (ibu kota Kabupaten Intan Jaya). Korban disangka akan memberikan makanan kepada TPNPB-OPM. “Hari itu mama-mama dari kampung-kampung yang punya mental kuat datang belanja di Yokatapa. Mereka belanja banyak sekali untuk beberapa waktu kedepan dan hasil belanjaan ini mereka mau jual juga di perkampungan sana. Karena bawaan hasil belanjaannya banyak, dicurigai mau kasih makan TPNPB-OPM, jadi dia ditembak TNI situ,” kata Maisini ketika dikonfirmasi Jubi, Kamis (11/11/2021). (*) Editor: Edho Sinaga
Pangdam Cenderawasih gagas dialog, Legislator Papua: Patut didukung
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Anggota DPR Papua melalui mekanisme pengangkatan dari wilayah adat Meepago, Yulius Miagoni menyatakan gagasan Panglima Kodam (Pangdam) XVII Cenderawasih, Mayor Jenderal Ignatius Yogo Triyono, yang ingin dialog sebagai salah satu solusi mengatasi konflik di Papua, patut didukung. Miagoni yang merupakan legislator Papua, perwakilan Suku Moni dari Intan Jaya mengatakan, gagasan Pangdam itu merupakan ide bijaksana. Sebab, ia pihak TNI juga merasa lelah terus terlibat kontak senjata dengan Tentara Nasional Papua Barat dan Organisasi Papua Merdeka (TPNPB/OPM). “Saya pikir ide ini sangat penting. Tidak hanya karena alasan mengedepankan kesejahteraan, tapi negara memiliki ideologi Pancasila dan Sila Kedua menyatakan Kemanusiaan yang adil dan beradab, sehingga demi kemanusiaan atau HAM yang kita junjung tinggi dialog sangat dibutuhkan,” kata Yulius Miagoni kepada Jubi, Selasa (16/11/2021). Menurutnya, meski gagasan dialog yang dimaksud Pangdam berpedoman pada kesejahteraan dan lainnya, bukan solusi jangka panjang namun keinginan itu mesti didukung. “Memang mungkin kalau dialog yang dimaksud itu terlaksana, bukan jaminan tak ada lagi kekerasan di Tanah Papua. Namun, untuk saat ini saya pikir itu dibutuhkan,” ucapnya. Miagoni berharap, para pihak di Papua dapat duduk bersama menyatukan persepsi, ide dan gagasan agar solusi yang ditawarkan Pangdam Cenderawasih itu bisa diakomodir dan ditindaklanjuti bersama. Sebab, ini merupakan salah satu langkah yang dipandang dapat mengurangi ekalasi konflik bersenjata di beberapa wilayah Papua, di antaranya Intan Jaya, Nduga, Puncak dan Pegunungan Bintang. “Bagaimana kita duduk bersama merumuskan dialog yang dimaksud itu. Tidak hanya kita bicara ditingkat pemprov, pemkab, DPR Papua, MRP, Kapolda dan Pangdam. Namun bagaimana kita juga dengar permintaan TPNPB/OPM,” ujarnya. Katanya, penting mendengar langsung apa keinginan TPNP/OPM. Tidak boleh mendengar dari pihak yang mengatasnamakan kelompok pejuang kemerdekaan Papua itu. Komunikasi dengan TPNPB/OPM dapat dilakukan dengan berbagai cara. Apakah melalui sambungan telepon surat dan cara lainnya. Namun untuk membangun komunikasi dengan pihak itu, perlu melibatkan tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat di daerah konflik. “Jangan tunggu lagi makin banyak korban dari kalangan sipil, aparat keamanan dan TPNPB/OPM. Mereka yang korban ini manusia. Siapapun dia atau dari kalangan manapun,” katanya. Ia menambahkan, selama konflik bersenjata di Papua terjadi bertahun tahun silam, sudah banyak anak anak kehilangan orangtuanya. Kaum wanita dan pria kehilangan pasangan hidupnya, dan orangtua kehilangan anak-anak mereka. “Makanya mesti segera dicari jalan keluar. Selain kita bicara bagaimana dialog, mesti kita pikirkan langkah konkrit yang permanen, agar ke depan tak ada lagi kekerasan di Papua,” ucap Yulius Miagoni. Sebelumnya Pangdam XVII Cenderawasih Mayor Jenderal Ignatius Yogo Triyono menyatakan, mendukung pendekatan dialog mengatasi konflik di Papua. “Saya setuju sekali. Akar masalah di Papua bukan persoalan keamanan, melainkan kesejahteraan,” kata Yogo, dikutip dari Majalah Tempo edisi Sabtu, 13 November 2021. Menurut Yogo, konflik semakin sering terjadi karena kelompok kriminal bersenjata ingin menunjukan eksistensi di Papua. Ia menyebut yang terjadi belakangan sudah bukan kerusuhan, namun gangguan keamanan. Yogo mengatakan pendekatan dialog bisa digunakan di Papua, sepanjang diletakkan dalam bingkai perdamaian dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kami juga capek baku tembak terus karena pasukan kami juga menjadi korban, bukan hanya dari kelompok kriminal bersenjata,” kata Yogo. (*) Editor: Edho Sinaga
Masyarakat peduli pembangunan Supiori berunjukrasa di kantor KPK Jakarta
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Puluhan orang yang menamakan diri Masyarakat Peduli Pembangunan Supiori berunjukrasa di depan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Selasa (16/11/2021). Pengunjuk rasa mendesak KPK mengusut tuntas proyek pembangunan Jembatan Kali Amienweri I di Kabupaten Supiori, Papua. Sebab, pembangunan jembatan dengan dana APBD tahun anggaran 2015 senilai Rp 6 miliar lebih itu, tak kunjung rampung hingga kini. Koordinator aksi Masyarakat Peduli Pembangunan Supiori, Adam Rumpumbo dalam keterangan tertulis yang diterima Jubi mengatakan, pihaknya meminta mengusut pembangunan jembatan yang terbengkalai selama lima tahun ini. “Kami minta KPK mengambil alih kasus ini dan memulai penyidikan. Jembatan Kali Amienweri merupakan penghubung antara Kota Supiori dengan dua distrik yang padat penduduk di Kabupaten Supiori, yaitu Distrik Supiori Selatan dan Distrik Kepulauan Aruri,” kata Rumpumbo, Selasa (16/11/2021). Pihaknya menduga, terbengkalainya pembangunan Jembatan Kali Amienweri I disebabkan adanya penyimpangan penggunaan anggaran. Dugaan itu katanya, kemungkinan berkaitan erat dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Supiori pada 2015. “Alih-alih manfaat pembangunan jembatan dirasakan masyarakat, kami dugaan uang rakyat malah digarong untuk kepentingan politik dan kepentingan pribadi,” ujarnya. Rumpumbo mengatakan, dalam rangka mendorong penuntasan kasus ini, Masyarakat Peduli Pembangunan Supiori meminta dan mendukung KPK melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terkait dugaan tindak pidana dalam pembangunan Jembatan Amienweri I yang menggunakan APBD Kabupaten Supiori Tahun Anggaran 2015. Lalu, meminta dan mendukung KPK melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Supiori Yan Imbab, yang saat itu menjabat bupati sisa masa jabatan periode 2011-2016, menggantikan Fredrik Menufandu yang meninggal pada masa jabatannya. “Pada tahun tersebut, Yan Imbab sempat mencalonkan diri sebagai Bupati Supiori. Ia berpasangan dengan Dwi Saptawati Trikora Demmy, Anggota DPRD yang juga istri Demmy Steve Kawer, Direktur Utama PT Indami Star. Perusahaan yang mengerjakan proyek pembangunan Jembatan Kali Amienweri I,” ucapnya. Adam Rumpumbo Supiori, pengunjukrasa telah menyerahkan tuntutan dan aspirasi mereka kepada bagian pelaporan KPK. Ia berharap, KPK dapat merespons aspirasi yang disampaikan pihaknya. Sebelumnya, pegiat antikorupsi di Kabupaten Supiori, Korneles Materay juga meminta KPK mengusut proyek pembangunan jembatan Kali Amienweri I di Kabupaten Supiori tidak tuntas hingga kini. Menurutnya, kasus proyek terbengkalai ini telah dilaporkan ke Polres Supiori pada 2018 silam. Penyidik kepolisian telah menyita sejumlah dugaan barang bukti dan memeriksa saksi. Akan tetapi, hingga kini penanganan kasus tersebut tak ada hasil hasilnya. “Sesuai kewenangan KPK dalam Pasal 10 dan Pasal 10A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 kami minta KPK melakukan supervisi. Mengambil alih penanganan kasus itu dan memulai penyelidikan,” kata Korneles Materay melalui pesan tertulis yang diterima Jubi pada pekan lalu. KPK diminta melakukan supervisi dan mengambil alih penangan kasus, sebab Materay berpendapat sulit berharap kasus ini akan tuntas apabila ditangani penegak hukum setempat. Katanya, situasi itu terjadi karena diduga ada oknum oknum pejabat di daerah yang terlibat dalam proyek terbengkalai tersebut. (*) Editor: Edho Sinaga
Pemprov, MRP, dan DPRP lewatkan banyak momentum selesaikan masalah Papua
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP), dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dinilai melewatkan banyak momentum membicarakan solusi terbaik penyelesalain masalah di Papua, dengan pemerintah pusat. Pernyataan itu dikatakan anggota DPRP dari Komisi Bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Laurenzus Kadepa, kepada Jubi, Minggu (14/11/2021). Menurutnya, dalam sebulan terakhir, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dua kali datang ke Papua. Pada awal Oktober 2021, Jokowi ke Papua untuk membuka pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu kembali ke provinsi tertimur Indonesia tersebut untuk penutupan Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVI, Sabtu (13/11/2021). Katanya, kehadiran Jokowi di Papua itu mestinya dimanfaatkan Pemprov Papua, DPRP, dan MRP untuk memfasilitasi pertemuan para tokoh dari wilayah konflik dengan Presiden. “Para pihak ini dapat menyampaikan langsung aspirasi warga dari wilayahnya. Misalnya penarikan pasukan non-organik dan lainnya. Banyak kali Pak Jokowi ke Papua, tapi tidak ada keuntungan bagi kondisi Papua. Ini momentum yang disia-siakan,” kata Laurenzus Kadepa. Ia mengatakan dengan begitu Jokowi tidak hanya sekadar datang membuka pelaksanaan PON XX, menutup event Peparnas dan membeli karya pengrajin Papua, semisal noken. Akan tetapi, kedatangan Presiden Jokowi mestinya dimanfaatkan membicarakan bagaimana mencari solusi penyelesaian masalah konflik di Intan Jaya, Puncak, Pegunungan Bintang, dan daerah lain di Bumi Cenderawasih, lewat dialog antara pemerintah pusat, pemrintah daerah, dan tokoh masyarakat. “Pemerintah Provinsi Papua, DPR Papua, dan MRP ini masih jalan di tempat, tidak ada terobosan sama sekali. Momentum terbaik dilewatkan,” ujarnya. Laurenzus Kadepa mengatakan pimpinan DPRP, MRP, dan gubernur mestinya berkoordinasi agar dalam kunjungan Jokowi ke Papua, ada jadwal bertemu para tokoh dari wilayah konflik. “Pemprov Papua bersama DPR Papua, dan MRP harusnya mendorong agenda pertemuan bersama masyarakat. Mediasi para tokoh masyarakat dari daerah konflik bertemu presiden agar mereka menyampaikan aspirasinya,” ucap Kadepa. Baca juga: Ketua MRP kesal Jokowi tak pernah singgahi Kantor MRP Sebelumnya, Ketua MRP, Timotius Murib, menyatakan kesal karena Presiden Jokowin sudah 13 kali mengunjungi Papua, namun tidak pernah menyinggahi MRP. Timotius Murib menyatakan kantor MRP merupakan honai orang asli Papua, karena MRP merupakan lembaga representasi kultural yang resmi dibentuk negara. “Sudah 13 kali Jokowi kunjungi ke Papua, tapi tidak pernah injak di honai orang Papua di MRP. Jokowi itu orang baik, seharusnya datang di honai ini, agar kami sampaikan aspirasi kami, tapi itu tidak terjadi,” kata Murib, akhir Oktober 2021 lalu. Katanya, karena tidak pernah menyinggahi kantor MRP, Jokowi dinilai tidak memahami aspirasi orang asli Papua, termasuk dalam perubahan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. “Saya sebagai Ketua MRP sangat kesal. Coba Jokowi datang singgah di honai, kapan kami tunggu, agar kami bisa duduk bicara dan aspirasi ini bisa dibangun kembali,” ujar Murib. (*) Editor: Dewi Wulandari
KPK diminta usut proyek terbengkalai di Kabupaten Supiori
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Pegiat antikorupsi di Kabupaten Supiori, Papua, Korneles Materay meminta Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengusut proyek terbengkalai di wilayah itu. Ia mengatakan, sejak 2015 hingga kini proyek pembangunan jembatan Kali Amienweri I di Kabupten Supiori tidak tuntas. Padahal anggaran pekerjaan itu mencapai Rp 6,6 miliar lebih. Menurutnya, kasus proyek terbengkalai ini telan dilaporkan ke Polres Supiori pada 2018 silam. Penyidik kepolisian telah menyita sejumlah dugaan barang bukti dan memeriksa saksi. Akan tetapi, hingga kini penanganan kasus tersebut tak ada hasil hasilnya. “Sesuai kewenangan KPK dalam Pasal 10 dan Pasal 10A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 kami minta KPK melakukan supervisi. Mengambil alih penanganan kasus itu dan memulai penyelidikan,” kata Korneles Materay melalui pesan tertulis yang diterima Jubi, Kamis (11/11/2021). KPK diminta melakukan supervisi dan mengambil alih penangan kasus, sebab Materay berpendapat sulit berharap kasus ini akan tuntas apabila ditangani penegak hukum setempat. Katanya, situsai itu terjadi karena diduga ada oknum oknum pejabat di daerah yang terlibat dalam proyek terbengkalai tersebut. “Karenanya, kami minta KPK mengambil alih pengusutan kasus, agar mereka yang terlibat dapat segera terungkap dan diproses hukum sesuai ketentuan. Kami sudah menyampaikan laporan dan permintaan pengusutan proyek terbengkalai itu kepada KPK pada 7 Oktober 2021 lalu. Semoga ini menjadi atensi KPK,” ucapnya. Korneles Materay mengatakan, proyek terbengkalai di Supiori tidak hanya pembangunan jembatan Kali Amienweri I. Beberapa pekerjaan fisik di sana mengalami nasib serupa. Ia menduga, ini terjadi karena dominannya hubungan patronase dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah tersebut. Diduga permaian yang melibatkan pejabat negara di daerah dan para kontraktor atau pihak ketiga, sehingga pengerjaan proyek di Supiori tidak berjalan semestinya. “Ini bisa dilihat dari hubungan yang istimewa antara kontraktor dengan pejabat daerah. Situasi ini sangat disayangkan,” ujarnya. Sebelumnya, pegiat antikorupsi lainnya di Kabupaten Supiori, Zother Berotabui mengatakan, anggaran pembangunan jembatan itu bersumber dari Dana Alokasi Khusus atau DAK, serta pendamping Dana Alokasi Umum senilai Rp 6,6 miliar lebih. Katanya, proyek itu dikerjakan PTIS, dengan lama waktu pengerjaan 198 hari, terhitung 15 Juni 2015 hingga 29 Desember 2015. Akan tetapi, hingga waktu yang ditentukan pekerjaan tidak rampung. Bahkan hingga kini masih terbengkalai. “Padahal kontraktor telah mencairkan 20 persen uang muka dari nominal kontrak, atau Rp 1,3 miliar lebih,” kata Zother Berotabui beberapa waktu lalu. (*) Editor: Edho Sinaga
Komnas HAM turunkan tim ke Kiwirok, Pegunungan Bintang
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) menurunkan tim ke Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. Komisioner pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM RI, M. Choirul Anam mengatakan tim akan menyelidiki peristiwa di Distrik Kiwirok, dan beberapa distrik lainnya di Kabupaten Pegunungan Bintang. Eskalasi keamanan di Kabupaten Pegunungan meningkat, pasca pembakaran sejumlah fasilitas publik di Kiwirok yang diduga dilakukan oleh kelompok bersenjata di sana, 13 September 2021. Dalam aksi itu, seorang tenaga kesehatan (nakes) kesehatan meninggal dunia. “Tim terdiri dari Komnas HAM RI dan Komnas HAM perwakilan Papua. Kami berada di Pegunungan Bintang sejak 8 November 2021,” kata Choirul Anam melalui aplikasi pesan singkat yang diterima Jubi, Kamis (11/11/2021). Menurutnya, penting bagi Komnas HAM datang langsung ke wilayah itu dan melihat kondisi di sana, agar peristiwa yang sebenarnya terjadi dapat diungkap secara jelas. Hanya saja, hingga kini Tim Komnas HAM RI dan Komnas HAM perwakilan Papua masih berada di Oksibil. Mereka belum dapat memasuki wilayah Distrik Kiwirok, atau lokasi peristiwa. “Kami sudah sampaikan harapan kami agar bisa ke Kiwirok. Kami sampaikan kepada beberapa elemen masyarakat, termasuk pemerintah daerah,” ujar Anam. Bagian Pengaduan Komnas HAM perwakilan Papua, Melchior S Waruin mengatakan, pihaknya belum dapat masuk ke Distrik Kiwirok, karena alasan keamanan. Menurutnya, pemerintah daerah dan aparat keamanan belum memberikan jaminan kepada Tim Komnas HAM apabila hendak ke Kiwirok. “Ini karena potensi terjadinya penembakan masih kuat. Kami ke Pegunungan Bintang, juga bagian dari proses awal pendalaman keterangan yang didapat, khususnya dari para nakes” ucapnya. (*) Editor: Edho Sinaga
Warga sipil korban, Mandenas: Pemerintah mesti evaluasi pendekatan keamanan di Papua
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Anggota Komisi I DPR RI, Yan Permenas Mandenas meminta pemerintah dan aparat keamanan mengevaluasi pendekatan keamanan di Papua. Sebab, selama ini warga sipil sering menjadi korban dalam konflik bersenjata di Papua, antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata di sana. “Pemerintah dan TNI [atau aparat keamanan] harus segera melakukan evaluasi kinerja dan pendekatan keamanan yang selama ini dilakukan di Papua,” kata Mandenas dalam pesan tertulis yang diterima Jubi, Rabu (10/11/2021). Legislator RI dari daerah pemilihan Papua itu mendorong pemerintah dan pihak terkait mengubah pendekatan menjadi lebih humanis. Mengedepankan aspek-aspek berlandaskan kemanusiaan dan kemartabatan. Ia juga mendesak para pihak terkait segera mengambil langkah, dan mengubah pendekatan untuk menghentikan kasus serupa terjadi, supaya tidak ada lagi warga sipil Papua yang menjadi korban dan meninggal secara sia-sia. Mandenas juga meminta internal TNI menindak dan memberi sanksi tegas apabila benar, pelaku penembakan seorang warga sipil di Intan Jaya pada 9 November 2021, merupakan oknum dari institusi itu. “Negara harus memastikan penegakan hukum berjalan adil dan transparan. Indonesia ini adalah negara hukum. Siapa pun yang melanggar hukum tentu harus ditindak, tidak bisa pandang bulu karena semua sama di depan hukum,” ucapnya. Katanya, dalam kasus konflik di Papua, penegakan hukum tidak hanya berlaku bagi mereka yang dianggap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), melainkan juga aparat TNI-Polri yang terbukti bersalah. “Saya juga mendorong dilakukannya salah satu pendekatan humanis, yakni dialog antarpihak yang berkonflik. Ini bisa menjadi alternatif penyelesaian konflik Papua. Dialog damai merupakan pintu masuk atau strategi penyelesaian dari siklus konflik yang terjadi Papua,” kata Yan Mandenas. Sebelumnya, pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, Theo Hesegem juga mengingatkan pemerintah agar mengubah strategi penanganan masalah keamanan di provinsi tertimur Indonesia itu. Ia mengatakan, pendekatan keamanan dengan pengiriman pasukan berlebihan ke Papua selama ini, sudah tidak efektif. Cara itu dianggap tidak dapat meredam konflik bersenjata antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata di sana. Sebaliknya, eskalasi konflik makin meningkat, dan meluas ke sejumlah wilayah dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, situasi ini terjadi karena pemerintah keliru dalam kebijakan penanganan keamanan di Papua. “Menurut saya itu kebijakan yang salah. Kebijakan pemerintah itu salah. Harus ada solusi penyelesaian konflik di Papua. Korban yang ada sekarang itu bukan hanya korban orang asli Papua, juga warga non Papua juga korban,” kata Theo Hesegem belum lama ini. Ia mengatakan, selama ini berbagai pihak terus mengingatkan pemerintah bahwa pengiriman pasukan berlebihan ke Papua, bukan berarti dapat menyelesaikan berbagai masalah di sana. Akan tetapi pemerintah seakan mengabaikan masukan dari para pihak itu. Pemerintah juga selalu menyatakan tak ada operasi militer di Papua. Yang ada adalah operasi penegakan hukum. Menurutnya, sebanyak apapun pasukan terlatih yang akan dikirim ke Papua, sulit meredam eksistensi kelompok bersenjata di sana. Sebab, kelompok bersenjata di Papua sudah sering kali menyatakan siap menghadapi pasukan keamanan sebanyak apapun, meski difasilitasi persenjataan canggih. (*) Editor: Edho Sinaga
Yan Mandenas: Hentikan penembakan terhadap warga sipil di Papua
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Anggota Komisi I DPR RI, Yan Permenas Mandenas meminta para pihak yang terlibat konflik bersenjata di Papua tidak mengorbankan warga sipil. Legislator RI dari daerah pemilihan Papua itu menyatakan, pihak yang berkonflik mesti menghentikan penembakan terhadap warga sipil di Papua. Pernyataan itu dikatakan politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) tersebut, berkaitan dengan penembakan seorang warga sipil di Intan Jaya, Papua pada Selasa (9/11/2021). Mandenas mengatakan, berdasarkan pemberitaan media korban tertembak di pelipis dan pinggang hingga tembus ke perut. Berdasarkan keterangan salah seorang saksi, ada dugaan pelaku penembakan adalah oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI). “Saya mengecam penembakan itu. Jika benar pelaku adalah oknum TNI, ini bukti belum profesionalnya TNI dalam menangani persoalan keamanan di Papua,” kata Mandenas dalam pesan tertulisnya kepada Jubi, Rabu (10/11/2021). Yan Mandenas mengatakan, penembakan terhadap warga sipil di Papua sudah sering terjadi. Begitu banyak warga sipil menjadi korban di Bumi Cenderawasih. “Masih tersimpan dalam ingatan kasus Pendeta Yeremia Zanambani, Janius Bagau, dan anak-anak remaja Papua yang juga meninggal karena ditembak oknum TNI,” ujarnya. Katanya, berdasarkan catatan Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia (PAHAM) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sepanjang Januari hingga Desember 2020 terjadi 63 peristiwa kekerasan militer (TNI/Polri) di Papua dan Papua Barat, yang mengakibatkan 304 warga sipil menjadi korban. Laporan itu menyebut, oknum Polri terlibat dalam kasus kekerasan paling banyak dengan 33 kasus, sedangkan oknum TNI terlibat dalam 22 kasus kekerasan, oknum aparat gabungan TNI-Polri terlibat dalam delapan kasus. “Berdasarkan data itu, saya mempertanyakan di mana perlindungan negara dan TNI [dan Polri] terhadap rakyat. Kejadian penembakan ini tentu menggambarkan luputnya hal tersebut,” ujarnya. Kata Mandenas, semboyan “Ksatria Pelindung Rakyat” yang menjadi nilai dalam tubuh TNI tampaknya kontradiktif dengan praktik-praktik di lapangan. Seharusnya dari konflik Papua yang sudah berlangsung lama, banyak hal yang bisa dipetik. Salah satunya adalah mengenai pendekatan dan respons negara terhadap penanganan konflik di Papua. Ia menilai, pendekatan militeristik yang dipilih sepertinya masih jauh dari kata berhasil, karena perlawanan pun nyatanya tetap ada bahkan terus berkembang. “Yang sangat disayangkan dan seharusnya tidak terjadi, justru semakin menambah korban jiwa warga sipil yang padahal tidak terlibat konflik,” ucapnya. Sementara itu, anggota DPR Papua, Laurenzus Kadepa meminta aparat keamanan dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) di Intan Jaya, menghindari kontak senjata di areal pemukiman warga. Sebab, kontak senjata kedua pihak di sekitar pemukiman warga, berpotensi menyebabkan jatuhnya korban dari kalangan masyarakat sipil. “Satu kata dari saya, siapapun pelaku yang tembak Mama Agustina Ondou, anda biadab. Anda tak berperikemanusiaan. Anda tak beragama,” kata Laurenzus Kadepa. Kadepa mempertanyakan, mengapa dalam konflik di Intan Jaya kini, korban adalah warga sipil. Terutama, kaum perempuan, anak anak dan hamba Tuhan. “Ada apa dengan pengiriman pasukan militer ke Intan Jaya dalam jumlah besar? Korban dari semua kelompok sudah banyak, karena kebijakan militer oleh negara,” ucapnya. Katanya, mengapa pemerintah pusat tidak mau mengevaluasi kebijakan militer ke daerah konflik. Selain itu, ada apa dengan kelompok TPNPB yang memilih lokasi perkampungan warga menjadi tempat operasi. Kadepa menyatakan, demi kemanusiaan, ia meminta pemerintah pusat segera tarik militer dari Intan Jaya dan kabupaten lain di Papua, yang sedang konflik. TPNPB dan aparat keamanan segera menghindar dari lokasi perkampungan masyarakat. “Pemerintah pusat dan daerah, segera mencabut izin usaha tambang Blok Wabu, di Intan Jaya,” ujarnya. (*) Editor: Edho Sinaga
DPR Papua dan eksekutif bahas empat raperda dalam paripurna non-APBD
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – DPR Papua dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua membahas empat rancangan peraturan daerah dalam paripurna non APBD yang dimulai, Rabu (10/11/2021). Empat raperda itu, yakni Rancangan Peraturan Daerah Provinsi (Raperdasi) Papua tentang Kampung Adat, Raperdasi tentang Penyelamatan dan Pengelolaan Danau di Provinsi Papua, Raperdasi tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS, dan Raperdasi tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 5 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pekan OlahRaga Nasional Ke-XX Tahun 2020 di Provinsi Papua. Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua dalam laporannya yang disampaikan anggotanya, Paskalis Letsoin mengatakan Raperdasi yang diajukan untuk dibahas dan disahkan dalam paripurna DPR Papua itu bersama eksekutif itu, telah melalui beberapa tahap pembahasan, di antaranya pembahasan kelompok kerja yang dibentuk oleh Bapemperda dengan melibatkan instansi terkait. Bapemperda telah melakukan pembahasan internal. Telah dilakukan pembahasan antar komisi di DPR Papua. Telah dilakukan konsultasi publik di lima wilayah adat. Telah dilakukan pembahasan dengan gubernur yang diwakili oleh Biro Hukum. Telah dilakukan fasilitasi ke Kemendagri dan telah mendapat perbaikan atau masukan dari Mendagri. “Telah dilakukan rapat kerja dalam rangka harmonisasi dan finalisasi dengan gubernur atau Biro Hukum atas hasil fasilitasi dari Depdagri. Telah dilakukan pembahasan rapat pleno Bapemperda. Telah dipresentasikan pada rapat Bamus DPR Papua,” kata Paskalis. Menurutnya, berdasarkan tahapan dan langkah-langkah yang telah dilakukan Bapemberda tersebut, raperdasi tersebut telah memenuhi syarat untuk didorong dalam rapat paripurna. Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Papua, Ridwan Rumasukun yang mewakili Pemprov Papua mengatakan, raperdasi yang diusulkan untuk dibahas dan disahkan tersebut, telah dibahas bersama eksekutif dan legislatif. “Telah mendapat persetujuan bersama untuk diajukan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Papua. Raperdasi tersebut juga telah mendapat fasilitasi dari Kementerian Dalam Negeri,” kata Rumasukun. Menurutnya, raperdasi itu merupakan dasar dalam rangka penguatan sistem layanan kesehatan di Papua, penyelamatan asset alam Papua, dukungan penyelenggaraan PON XX dan Peparnas XVI 2021. Selain itu, untuk penataan kampung adat Papua untuk visi, komitmen, dan langkah-langkah konkrit untuk mewujudkan keberlanjutan pembangunan Papua ke depan. “Oleh sebab itu, saya sangat berharap agar beberapa Rancangan Perdasi dapat segera mendapat persetujuan dewan yang terhormat,” ucapnya. (*) Editor: Edho Sinaga
Koalisi Masyarakat Sipil tantang Andika Perkasa penuhi janji dalam penanganan Papua
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Koalisi Masyarakat Sipil menantang Jenderal Andika Perkasa memenuhi janjinya melakukan pendekatan humanis dalam menangani masalah keamanan di Papua. Andika Perkasa yang sebelumnya menjabat Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) telah disahkan DPR RI sebagai Panglima TNI pilihan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dalam paripurna di Senayan, Senin (8/11/2021). Andika Perkasa disahkan sebagai Panglima TNI oleh DPR RI setelah mengikuti uji kepatutan dan kelayakan. Dalam pendalaman visi misi yang digelar secara tertutup di DPR RI akhir pekan lalu, Andika Perkasa memastikan pengamanan di Papua akan dilakukan lebih humanis dengan memenangkan hati dan pikiran. “Berkaitan dengan [janji Andika Perkasa akan melakukan] pendekatan humanis kami Kontras ragu,” kata Kepala Divisi Hukum Kontras, Andi Muhammad Rezaldy dalam keterangan pers Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pembela HAM yang berlangsung secara daring, Senin (8/11/2021). Menurutnya, salah satu alasan pihaknya meragukan janji Andika Perkasa dalam penanganan keamanan secara humanis, sebab ia diduga memiliki rekam jejak kelam berkaitan dengan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam sejumlah peristiwa, meski dugaan itu perlu proses atau investigasi lebih lanjut. Salah satu kasus pelanggaran HAM yang diduga melibatkan Andika Perkasa adalah pembunuhan tokoh kemerdekaan Papua, Theys Hiyo Eluay pada 2001 silam. “Kami dorong negara, agar Panglima TNI yang baru ditetapkan, benar benar dapat melakukan pendekatan humanis dan dialog di Papua,” ujarnya. Sementara itu, komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Theresia Iswarini. Menurutnya, dalam operasi militer dilakukan di Papua sejak era Orde Baru, banyak kaum perempuan di Papua yang menjadi korban. Untuk itu dalam penanganan masalah keamanan di Papua benar benar diperlukan komitmen tindakan humanis. Komitmen Andika Perkasa melakukan pendekatan humanis itu, perlu diuji kebenarannya, lewat tindakan. “Soal [janji atau komitmen] pendekatan humanis di Papua, perlu diuji,” ucap Theresia Iswarini. Pernyataan yang sama dikatakan Ketua Dewan Pelindung Public Virtue Institute, Tamrin Amal Tomagola, dan Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena. “Kita pegangannya satu, kita lebih percaya perbuatan daripada kata kata. Jadi buktikan kalau akan ada tindakan humanis,” kata Tamrin Amal Tomagola. Wirya Adiwena menambahkan, siapapun yang ditetapkan sebagai Panglima TNI mesti membuktikan komitmennya lewat tindakan, untuk melindungi Hak Asasi Manusia. (*) Editor: Edho Sinaga
Kasus Veronica Koman, Komnas Perempuan: Keluarga perempuan pembela HAM rentan diserang
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Theresia Iswarini menyatakan, keluarga perempuan pembela Hak Asasi Manusia (HAM) rentan terhadap serangan. Katanya, serangan terhadap perempuan pembela HAM bisa saja menyasar keluarganya. Seperti teror terhadap orangtua dan kerabat aktivis HAM, Veronica Koman, Minggu (7/11/2021). Ini merupakan teror secara tidak langsung terhadap Veronica Koman, dengan menyasar orangtua dan kerabatnya. “Ada [potensi] dampak kerja kerja [perempuan pembela HAM] itu dengan serangan. Tidak hanya kepada perempuan pembela HAM itu, tetapi termasuk [potensi serangan] terhadap keluarganya, kerabatnya dan teman teman terdekat perempuan pembela HAM,” kata Theresia Iswarini dalam keterangan pers daring yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pembela HAM, Senin (8/11/2021). Menurutnya, teror terhadap orangtua dan kerabat Veronica Koman sangat berlebihan. Sebab, para pihak ini sama sekali tidak berkorelasi dengan aktivitas Veronica Koman sebagai aktivis HAM. Komnas Perempuan merekomendasikan agar Polri segera mengusut tuntas pelaku teror terhadap orangtua dan keluarga Veronica Koman. Menurut Iswarini, pengusutan tuntas kasus teror itu sebagai upaya memutus mata rantai impunitas, dan mencegah kejadian serupa terulang. “Kami juga mendorong Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memastikan jaminan kepada orangtua dan keluarga Veronica Koman,” ujarnya. Komnas Perempuan merekomendasikan agar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM dan berbagai pihak terkait, termasuk media, mendukung jaminan perlindungan terhadap orangtua dan keluarga Veronica Koman. “Media mesti menciptakan suasana mendukung perlindungan terhadap orangtua dan keluarga Veronica Koman [melalui pemberitaannya],” ucap Theresia Iswarini. Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena mengatakan sudah semestinya keselamatan orang tua dan kerabat Veronica Koman terjamin. Sebab, orang tua dan kerabat tidak ada korelasinya dengan pekerjaan Veronica Koman sebagai pembela HAM. “Dalam kasus teror terhadap orangtua dan kerabat Veronica Koman, dikhawatirkan serangan serangan seperti ini, juga ditujukan kepada pihak yang tidak terkait dengan aktivitas Veronica Koman,” kata Wirya. Ia pun meminta pemerintah dan para pihak dapat melindungi orang tua dan kerabat Veronica Koman, sebab itu merupakan kewajiban negara. “Kalau negara tidak mampu melakukan kewajibannya, ini melecehkan wibawa negara. Siapapun berhak menyampaikan haknya secara damai dan itu dilindungi,” ucapnya. (*) Editor: Edho Sinaga
AJI minta Media segera koreksi isi pemberitaan teror terhadap keluarga Veronica Koman
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia meminta media yang memberitakan teror terhadap orangtua dan kerabat akvitis Veronica Koman, segera melakukan koreksi. Ketua Umum AJI Indonesia, Sasminto Madrim mengatakan beberapa media perlu melakukan koreksi isi pemberitaan teror terhadap orangtua dan kerabat Veronica Koman. Sebab, sejumlah media dalam pemberitaannya menyebut jelas identitas serta alamat orangtua dan kerabat Veronica Koman. Penyebutan identitas, nama atau alamat orangtua Veronica Koman dan kerabatnya dalam pemberitaan, dikhawatirkan berpotensi memunculkan teror susulan. Pernyataan itu dikatakan Sasminto Madrim dalam keterangan pers daring yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pembela HAM, Senin (8/11/2021). “Mengenai pemberitaan yang mengungkapkan identitas keluarga dan orangtua Veronica Koman, kami mau sampaikan tidak ada berita seharga nyawa. Tidak hanya bagi jurnalis, juga narasumber. Keselamatan narasumber harus di tempatkan paling atas (diutamakan),” kata Sasmianto. Menurutnya, Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berbunyi “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik” menjadi acuan jurnalis dalam melaksanakan tugas peliputan. Katanya, apabila kata ” cara profesional” dalam pasal itu ditafsirkan, setidaknya bermakna jurnalis mesti menghormati privasi (tidak menyebut identitas) narasumber atau seseorang dalam kasus tertentu semisal korban teror, kekerasan atau pencabulan. “Misalnya jangan sebutkan alamat dan indentitas detail keluarga Veronica Koman. Tidak hanya pemberitaan lewat tulisan, juga pemberitaan lewat gambar atau video. Jangan sampai memicu serangan lanjutan. Kedua, menghormati pengalaman traumatik narasumber,” ujarnya. Menurutnya, Pasal 10 berbunyi “Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa.” Pasal ini mengatur apabila ada kekeliruan atau koreksi publik terhadap pemberitaan, perusahaan media atau jurnalis mesti segera melakukan tindakan secepat mungkin. Koreksi atau penyuntingan dalam dilakukan seperti yang diatur dalam Pasal 11 KEJ yakni “Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.” “Segera koreksi [pemberitaan itu], agar dampaknya tidak terus berlanjut. Kami juga menyarankan apabila jurnalis akan melakukan pendalaman atau wawancara terhadap keluarga Veronica Koman, sebaiknya melalui kuasa hukumnya,” ucapnya. Selain merekomendasikan koreksi terhadap pemberitaan media, AJI Indonesia juga meminta aparat penegak hukum dapat melindungi data pribadi korban. “Aparat penegak hukum mesti melindungi data pribadi korban dengan baik, agar tidak menimbulkan dampak psikologis,” kata Sasminto Madrim. AJI Indonesia menyatakan mengutuk teror terhadap orangtua dan keluarga Veronica Koman, karena dianggap mengancam demokrasi dan perjuangan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Cara itu dipandang tidak pantas dilakukan di negara demokrasi, seperti Indonesia. Kasus ini juga dinilai merupakan kesempatan bagi institusi Polri menunjukkan profesionalismenya, di tengah menurunnya kepercayaan publik dengan mengungkap siapa pelaku teror. Sebelumnya, terjadi dua teror di dua rumah keluarga aktivis HAM, Veronica Koman, Minggu (7/11/2021). Teror pertama terjadi pada Minggu sekitar 10.26 WIB di rumah orangtua Veronica Koman. Orang tak dikenal melempar barang misterius ke rumah orangtua Veronica Koman hingga menyebabkan terjadinya ledakan. Pada hari yang sama, teror juga terjadi di rumah kerabat Veronica Koman. Ketika itu, ada paket yang diterima keluarga Veronica Koman. Namun kerabat Veronica mengembalikan paket berwarna biru itu ke tempat semula di pintu masuk. Ketika polisi yang datang ke lokasi membuka paket, isinya adalah bangkai ayam. Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora mengatakan, tulisan pada paket bangkai ayam yang dikirim ke rumah kerabat Veronica Koman berbunyi “Barang siapa yang menyembunyikan Veronica Koman akan mengalami nasib yang sama dengan bangkai ini.” “Tidak ada yang menyembunyikan Veronica Koma. Aktivitas Veronica Koman tidak ada hubungannya dengan keluarganya. Jangan mengait -ngaitkan. Ini dua hal berbeda,” kata Nelson. Menurut Nelson, teror terhadap orangtua Veronica Koman bukan baru kali ini. Sebelumnya orang tak dikenal juga melakukan teror terhadap orangtua Veronica Koman pada 24 Oktober 2021 lalu. Ketika itu, orang tak dikenal menggantung sebuah paket yang dibakar di pagar rumah orangtua Veronica Koman. “Ini sudah seperti cara mafia. Kalau mau menghancurkan seseorang, sakiti orang yang mereka sayangi. Ini sudah direncanakan untuk menghancurkan Veronica Koman,” ucapnya. (*) Editor: Syam Terrajana
Upaya Pemkab Intan Jaya akhiri konflik mesti didukung semua pihak
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jakarta, Jubi – Anggota komisi bidang pemerintahan, keamanan, politik, hukum dan hak asasi manusia (HAM) DPR Papua, Laurenzus Kadepa, meminta semua pihak mendukung upaya Pemerintah Kabupaten atau Pamkab Intan Jaya mengakhiri konflik bersenjata di wilayahnya. Kadepa mengatakan Bupati Intan Jaya, Natalis Tabuni, kini berupaya berkomunikasi dengan kelompok bersenjata di sana. Komunikasi dibangun bupati, sebagai upaya meredam situasi keamanan di Intan Jaya, sebuah kabupaten di wilayah pegunungan tengah Papua. “Saya sangat mendukung upaya Bupati Intan Jaya itu. Ini memang salah satu langkah yang mesti dilakukan seorang kepala daerah, menyikapi situasi keamanan di wilayah pemerintahannya,” kata Laurenzus Kadepa kepada Jubi, Minggu (7/11/2021). Menurutnya, dalam situasi seperti kini di Intan Jaya, kepala daerah mesti dapat berkomunikasi dengan semua pihak. “Jangan ada jarak dengan semua kelompok masyarakat. Pendekatan harus terus dibangun. Semua demi pembangunan,” ujarnya. Katanya, selama situasi keamanan di suatu daerah terus terganggu, pembangunan tidak akan terlaksana dengan baik. Masyarakat juga akan selalu khawatir, selalu tidak merasa aman. Ia mengatakan inilah yang dialami masyarakat Intan Jaya sejak beberapa tahun terakhir. Mereka merasa tidak aman di tanahnya sendiri, sejak konflik bersenjata pecah antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata yang menamakan diri Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TPNPB). “Korban dari berbagai pihak sudah berjatuhan di Intan Jaya. Situasi ini mesti diakhiri, langkah yang diambil Bupati Intan Jaya, saya pikir sangat baik,” ucapnya. Baca juga: Bagikan bama, Bupati Intan Jaya ingatkan jangan lancarkan serangan di tengah masyarakat Bupati Intan Jaya, Natalis Tabuni menyatakan ia berupaya menjalin komunikasi dengan kelompok bersenjata di wilayahnya. Komunikasi dilakukan melalui telepon seluler dengan pimpinan kelompok bersenjata di Intan Jaya, Undius Kogoya. “Ini untuk meredam situasi di Intan Jaya. Demi kedamaian di Intan Jaya. Saya telepon langsung [Undius Kogoya] di depan Kapolres,” kata Natalis Tabuni ketika dihubungi wartawan melalui panggilan telepon, pertengahan pekan lalu. Menurut Natalis Tabuni, pendekatan persuasif dan humanis yang dilakukan pihaknya untuk mengetahui isi hati kelompok bersenjata di sana. Katanya, upaya persuasif membangun komunikasi dengan pimpinan kelompok bersenjata di Intan Jaya, telah disepakati bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) setempat. “Mereka (kelompok bersenjata) akan menyampaikan isi hati secara tertulis. Akan ada kurir yang membawa pesan tertulis itu,” ucapnya. Akan tetapi lanjut Natalis Tabuni, keinginan kelompok bersenjata mesti sejalan dengan peraturan yang berlaku. (*) Editor: Dewi Wulandari
Intan Jaya kembali bergejolak, Pemprov Papua harus segera bersikap
Papua No.1 News Portal | Jubi Jakarta, Jubi – Ketua Kelompok Khusus atau Poksus DPR Papua, John NR Gobai menyatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua mesti segera bersikap terhadap situasi di Kabupaten Intan Jaya, yang kembali bergejolak dalam beberapa pekan terakhir. Anggota DPR Papua melalui mekanisme pengangkatan dari wilayah adat Meepago itu mengatakan, konflik bersenjata antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata menyebabkan warga Intan Jaya tidak dapat hidup tenang. Mereka selalu khawatir, sebab sewaktu-waktu dapat menjadi korban akibat konflik kedua pihak. “Beberapa hari lalu, saya bersama tokoh masyarakat Intan Jaya bertemu Sekda Papua. Perwakilan masyarakat Intan Jaya menyampaikan aspirasi mereka. Saya harap ada langkah kongkrit dari Pemprov Papua dalam situasi Intan Jaya kini,” kata John Gobai kepada Jubi, Kamis (4/11/2021). Katanya, para pemangku kepentingan di Papua mestinya segera menyikapi situasi di Intan Jaya, yang dalam beberapa tahun terakhir selalu bergejolak. “Saya pikir tidak hanya Pemprov Papua, DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua juga mesti segera bersikap secara kelembagaan. Tidak boleh terus diam dalam situasi Intan Jaya kini,” ucapnya. Gobai juga berharap, Pemprov Papua dapat meneruskan aspirasi masyarakat Papua kepada pemerintah pusat. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Papua, Jhony Banua Rouw menyatakan, pihaknya berencana mengundang Majelis Rakyat Papua, pimpinan TNI dan Polri di Papua, serta para tokoh untuk membicarakan konflik dan kekerasan yang berpanjangan di Papua. Rouw menyatakan harus ada pendekatan baru yang digunakan untuk menyelesaikan konflik di Papua. Hal itu dinyatakan Jhony Banua Rouw usai menghadiri peringatan hari jadi Majelis Rakyat Papua (MRP) ke-16 di Kota Jayapura pada Senin (1/11/2021). “Dalam waktu dekat kami akan mengundang MRP, tokoh adat, tokoh agama, pimpinan TNI-Polri dan pemerintah daerah,” ujar Rouw. Ia menyatakan DPR Papua ingin memfasilitasi para pihak untuk merumuskan pendekatan baru dalam menyelesaikan konflik Papua. “Kami DPR Papua akan memfasilitasi itu, kami ketemu, bicara bagaimana lakukan pendekatan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di atas Tanah Papua. Kami akan mendorong agar konflik itu tidak membuat dampak merugikan masyarakat di Tanah Papua,” ucapnya. Ia menilai konflik bersenjata yang terjadi di Papua telah menimbulkan berbagai dampak. Rouw mengimbau para pihak yang bertikai, baik TNI, Polri, maupun Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) tidak membuat konflik berkepanjangan yang merugikan masyarakat. “Saya mengimbau masyarakat, TNI/Polri, dan juga TPNPB untuk tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan, yang ujung-ujungnya membuat kerugian bagi masyarakat. Terutama ibu dan anak yang merasakan dampak dari konflik itu,” katanya. Ketua DPR Papua itu juga berharap para pihak yang bertikai bisa duduk bersama untuk membicarakan penyelesaian konflik yang terjadi hari ini. “Saya berharap kita bisa duduk bersama, bicarakan bersama mana yang terbaik. Saya yakin semua orang di Papua punya keinginan yang baik,” ujar Rouw. (*) Editor: Edho Sinaga
Sejumlah pihak berupaya hadirkan kedamaian di Intan Jaya
Papua No.1 News Portal | Jubi Jakarta, Jubi – Berbagai pihak yang peduli situasi di Intan Jaya, Papua, berupaya menghadirkan kedamaian di sana. Para pihak ini ingin memberikan rasa aman dan nyaman terhadap warga sipil, yang tak jarang menjadi korban konflik bersenjata antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata di Intan Jaya. Pengurus Dewan Adat Meepago, John NR Gobai mengatakan dalam beberapa hari terakhir ia bersama perwakilan tokoh masyarakat, intelektual, pemuda, dan mahasiswa Intan Jaya, bertemu para pemangku kepentingan di Papua. Menurutnya, perwakilan masyarakat Intan Jaya telah menyampaikan aspirasi penolakan eksploitasi Blok Wabu dan meminta penarikan pasukan non organik dari Intan Jaya, kepada Komisi I DPR Papua pada pekan lalu. Katanya, aspirasi serupa juga telah disampaikan kepada Pemprov Papua dan Kapolda Papua. “Saya bersama perwakilan tokoh masyarakat Intan Jaya dan mahasiswa bertemu Sekda Papua, Ridwan Rumasukun pada 2 November 2021 lalu. Kami menyampaikan aspirasi penolakan eksploitasi Blok Wabu dan penarikan pasukan non organik dari sana,” kata John Gobai kepada Jubi, Kamis (4/11/2021). Anggota DPR Papua melalui mekanisme pengangkatan perwakilan wilayah adat Meepago itu mengatakan, ia bersama tokoh masyarakat Intan Jaya, Moses Balau dan Bartolomius Mirip telah menyerahkan aspirasi yang sama kepada Polda Papua. Aspirasi itu diterima langsung Kapolda Papua, Mathius D Fakhiri saat kedua pihak bertemu pada Rabu (4/11/2021). Menurut Ketua Kelompok Khusus DPR Papua itu, pihaknya berupaya mempertemukan perwakilan masyarakat Intan Jaya dengan Pemprov Papua dan Polda Papua, agar dapat menyampaikan aspirasinya secara langsung. “Ini sebenarnya tindaklanjut dari aspirasi masyarakat Intan Jaya kepada kami. Perwakilan masyarakat Intan Jaya beberapa hari lalu, meminta kami memfasilitasi mereka bertemu Pemprov Papua dan Kapolda,” ujarnya. Akhir pekan lalu, satu di antara tokoh masyarakat Intan Jaya lainnya, Bartolomius Mirip berharap DPR Papua dapat menindaklanjuti aspirasi pihaknya. Sebab, selama beberapa tahun terakhir tidak lagi merasa hidup aman dan nyaman di tanahnya sendiri, karena dugaan rencana eksploitasi Blok Wabu. “Kami ingin DPR Papua membentuk panitia khusus. Begitu juga MRP, Pemprov Papua, Pemkab Intan Jaya dan DPRD Intan perlu membentuk tim,” kata Bartolomius Mirip ketika itu. Katanya, yang diinginkan penyelesaian masalah Intan Jaya dapat dibahas di tingkat DPR RI, sehingga DPR RI bisa fasilitasi mengundang kementerian terkait dan perusahaan yang akan menambang di Blok Wabu, untuk mencari solusi bersama. (*) Editor: Edho Sinaga
Ini rekomendasi Komnas HAM terkait pengungsi Kisor
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jakarta, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM perwakilan Papua merekomendasikan beberapa poin kepada para pengambil kebijakan di Papua Barat, berkaitan dengan nasib warga Kampung Kisor, Distrik Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat yang kini masih berada di berbagai lokasi pengungsian. Kepala Kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan salah satu poin yang direkomendasikan pihaknya kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat, agar dapat segera memulangkan pengungsi Kisor ke kampungnya. Rekomendasi itu disampaikan Komnas HAM setelah mengunjungi pengungsi Kisor yang ada di Kabupaten Sorong dan Kota Sorong, 27 Oktober 2021 hingga 29 Oktober 2021. Katanya, pasca penyerangan Pos Koramil Persiapan Kisor pada 2 September 2021 lalu, warga di sana mengungsi ke kampung kampung sekitar, dan kabupaten terdekat. “Selama mereka (pengungsi) masih berada di tempat pengungsian, itu tidak menyelesaikan masalah. Kita harap, Pemprov Papua Barat segera mengambil langkah memulangkan ratusan warga yang mengungsi keluar dari kampung kampung mereka,” kata Frits Ramandey melalui panggilan teleponnya kepada Jubi, Senin (1/11/2021). Menurutnya, Komnas HAM perwakilan Papua juga sedang berkomunikasi dengan berbagai pihak untuk membentuk tim. Para pihak itu, di antaranya pihak adat, para kepala kampung, Pemprov Papua Barat, dan Pemkab Maybrat. “Bagaimana kami melakukan sosialisasi, agar masyarakat ini bisa kembali ke kampung mereka,” ujarnya. Komnas HAM perwakilan Papua, juga merekomendasikan agar para pengungsi Kisor diberikan trauma healing. Ramandey mengatakan, dalam memberikan trauma healing pihaknya akan melibatkan konseling Sekretariat Keadilan, Perdamaian, Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Keuskupan Sorong-Manokwari, dan tim Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua. “Kami juga akan melibatkan tim psikologi dari Uncen. Beberapa kebutuhan yang kami ajukan kepada Pemprov Papua Barat, sudah diterima oleh wakil gubernur,” ucapnya. Sebelumnya, beberapa hari setelah insiden penyerangan Posramil Kisor, yang menyebabkan ratusan warga mengungsi, Bupati Maybrat, Papua Barat, Bernard Sagrim meminta pengungsi kembali ke kampungnya. Permintaan itu disampaikan Bupati Maybrat, Bernard Sagrim saat mengunjungi para pengungsi. Ketika itu, bupati memerintahkan Dinas Kesehatan dan Puskesmas memeriksa kesehatan pengungsi yang mayoritas terdiri dari perempuan dan anak-anak. “Warga yang mengungsi ada sembilan kampung berjumlah 127 kepala keluarga (KK) dan 445 jiwa, mereka sementara mengungsi di Distrik Aitinyo Raya,” kata Bernard Sagrim ketika itu. Ketika itu ia berharap, warga bisa kembali ke rumah mereka masing-masing. Sebab pemerintah daerah dan aparat keamanan menjamin keamanan di Maybrat. “Warga yang mengungsi diminta untuk kembali ke rumah masing-masing. Tidak perlu takut untuk kembali ke rumah karena ada imbuan dari Pangdam XVIII/Kasuari dan Kapolda Papua Barat, aparat TNI-Polri hadir untuk melindungi masyarakat,” ucapnya. (*) Editor: Syam Terrajana
Puluhan anak pengungsi Kisor bersekolah sementara di Sorong
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jakarta, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM perwakilan Papua, menyatakan hingga kini ada puluhan anak asal kampung Kisor, Distrik Aifat Selatan Kabupaten Maybrat, Papua Barat yang numpang bersekolah sementara di Kabupaten Sorong. Puluhan anak ini mengikuti orang tua mereka mengungsi ke Kabupaten Sorong, setelah penyerangan Pos Koramil (Posramil) persiapan Kisor oleh sekelompok orang pada 2 September 2021 lalu. Kepala Kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan, pasca penyerangan Posramil Kisor, banyak warga di sana menyelamatkan diri ke distrik terdekat dan kabupaten sekitar. Menurutnya, setelah beberapa waktu lalu pihaknya melalukan investigasi di Kisor dan minta keterangan saksi, tim Komnas HAM perwakilan Papua melihat langsung kondisi pengungsi di Kota Sorong dan Kabupaten Sorong. Tim Komnas HAM perwakilan Papua berada di dua daerah itu sejak, 27 Oktober hingga 29 Oktober 2021. “Kami berjumpa dengan sejumlah pengungsi di sana. Saya bertemu beberapa kelompok masyarakat dan tim peduli kemanusiaan. Kami telah diskusi berbagai hal,” kata Frits Ramandey melalui panggilan teleponnya kepada Jubi, Senin (1/11/2021). Katanya, tim Komnas HAM perwakilan Papua juga bertemu puluhan anak anak yang ikut orangtuanya mengungsi ke Kabupaten Sorong. Kini puluhan anak itu diterima belajar sementara di sejumlah sekolah di sana. “Saya datang ke dua sekolah. Tapi secara khusus saya datang ke SD Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) Fransiskus. Di sana saya menemukan ada 46 anak yang sudah diterima sekolah sementara di sana,” ujarnya. Ia mengatakan, puluhan anak pengungsi Kisor itu telah mengikuti pelajaran secara baik di sekolah sementara mereka. Akan tetapi, ada mereka masih terbatas dalam kebutuhan penunjang belajar. Misalnya buku, seragam sekolah dan beberapa lainnya. Selain itu, siswa kelas VII Sekolah Dasar (SD) mesti segera didaftarkan untuk dapat mengikuti ujian. Kata Ramanadey, pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemkab Maybrat. Pemerintah daerah itu menyanggupi pemenuhan kebutuhan belajar anak anak di sekolah sementara mereka, dan akan mendaftarkan mereka untuk ikut ujian SD.”Terimakasih, Yayasan Katolik mau menerima anak anak ini bersekolah sementara di sana,” ucapnya. Ketua Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Manokwari-Sorong, Pastor Isak Bame Pr belum lama ini mengatakan, warga dari lima distrik di Kabupaten Maybrat, Papua Barat, mengungsi pasca insiden penyerangan Posroramil persiapan di Kampung Kisor. Isak Bame mengatakan warga yang mengungsi berasal dari Distrik Aifat Selatan, Distrik Aifat Timur Distrik Aifat Timur Tengah, Distrik Aifat Timur Selatan, dan Distrik Aifat Timur Jauh. Ratusan warga yang mengungsi itu terpencar di dalam hutan, menghindari penyisiran aparat keamanan TNI/Polri tengah mencari para pelaku penyerangan Pos Koramili Persiapan di Kisor “Kami memohon dukungan doa rekan-rekan imam dan semua masyarakat Papua. Agar masyarakat sipil tidak menjadi korban TNI/Polri maupun TPNPB,” kata Pastor Isak saat dihubungi Jubi beberapa waktu lalu. Ia berharap, aparat keamanan yang memasuki kampung mencari para pelaku penyerangan, tidak bertindak serampangan kepada warga sipil yang berada di pengungsian maupun di perkampungan mereka. (*) Editor: Syam Terrajana
Tokoh masyarakat Intan Jaya kritik kinerja DPR Papua
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Situasi di Kabupaten Intan Jaya dalam sepekan terakhir kembali bergejolak. Terjadi beberapa kali baku tembak antara aparat keamanan dan pihak yang diduga kelompok bersenjata di sana. Dalam salah satu kejadian baku tembak, belum lama ini anak usia dua tahun dan lima tahun tertembak. Salah satu korban meninggal tak lama setelah kejadian, akibat luka yang dialaminya. Dalam situasi Intan Jaya yang kembali bergejolak, tokoh masyarakat di sana mengkritik kinerja DPR Papua (DPRP). Lembaga dewan dianggap tidak melakukan sesuatu yang berarti untuk menciptakan rasa aman dan nyaman bagi warga Intan Jaya. Pernyataan itu dikatakan salah satu tokoh masyarakat Intan Jaya, Moses Belau, saat perwakilan warga Intan Jaya bersama intelektual, mahasiswa, dan pemuda bertemu Komisi I DPRP dan beberapa anggota DPRP melalui mekanisme pengangkatan, Jumat (29/10/2021). Moses Belau menyatakan kesal dengan DPRP periode 2019-2024. Sebab, lembaga wakil rakyat itu dinilai tidak melakukan upaya apapun menyikapi situasi Intan Jaya kini. “Saya kesal dengan DPR Papua [periode 2019-2024]. Kinerja DPR Papua periode lalu (2014-2019) masih lebih baik,” kata Moses Belau. Menurutnya, kebersamaan antara DPRP periode 2014-2019 dengan lembaga lain semisal Majelis Rakyat Papua (MRP) dan pemerintah provinsi lebih terlihat ketika itu. Katanya, ketika itu pihak ini dapat berkoordinasi secara baik, menyatukan persepsi bersama menindaklanjuti setiap aspirasi dan masalah di masyarakat. “Pada periode ini, hanya beberapa anggota DPR Papua yang selalu bicara mengenai situasi yang dialami masyarakat,” ucapnya. Ia meminta DPRP secara lembaga dapat membicarakan bersama dalam internal dewan langkah langkah yang mesti diambil, apabila pimpinan DPRP tidak merespons setiap aspirasi warga. “Kalau pimpinan DPR Papua, tidak mampu membawa (menindaklanjuti) aspirasi ini, kami tidak lagi percaya pada pimpinan DPR Papua,” ujarnya. Baca juga: Tokoh masyarakat Intan Jaya: Kepentingan SDA jangan menjadi malapetaka Tokoh masyarakat Intan Jaya lainnya, Bartolomius Mirip, berharap DPRP dapat menindaklanjuti aspirasi pihaknya. Sebab, selama beberapa tahun terakhir tidak lagi merasa hidup aman dan nyaman di tanah sendiri, karena dugaan rencana eksploitasi Blok Wabu. “Kami ingin DPR Papua membentuk panitia khusus. Begitu juga MRP, pemprov, Pemkab dan DPRD Intan Jaya perlu membentuk tim,” kata Bartolomius Mirip. Katanya, yang diinginkan penyelesaian masalah Intan Jaya dapat dibahas di tingkat DPR RI, sehingga DPR RI bisa fasilitasi mengundang kementerian terkait dan perusahaan yang akan menambang di Blok Wabu, untuk mencari solusi bersama. (*) Editor: Dewi Wulandari
Tokoh masyarakat Intan Jaya: Kepentingan SDA jangan menjadi malapetaka
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Salah seorang tokoh masyarakat Intan Jaya, Moses Belau, berharap kepentingan eksploitasi sumber daya alam (SDA) tidak melahirkan malapetaka terhadap warga Papua, termasuk Intan Jaya. Pernyataan itu dikatakan Moses Belau saat bersama tokoh masyarakat Intan Jaya, intelektual, pemuda, dan mahasiswa bertemu Komisi I DPR Papua (DPRP), dan anggota DPRP melalui mekanisme pengangkatan, Jumat (29/10/2021). Dalam pertemuan itu, perwakilan masyarakat Intan Jaya menyampaikan aspirasinya, dan beberapa poin pernyataan sikap. Salah satunya menolak rencana eksploitasi di Blok Wabu. Moses Belau mengatakan rangkaian kekerasan yang terjadi di Intan Jaya sejak 2019 silam hingga kini, diduga berbagai pihak karena kepentingan rencana eksploitasi Blok Wabu, areal yang memiliki potensi emas di wilayah Intan Jaya. “Jangan lagi ada masalah di Intan Jaya dan daerah lain di Papua, hanya karena kepentingan SDA dan lainnya,” kata Moses Belau. Iapun meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan moratorium eksploitasi SDA di Papua untuk sementara waktu. Sebelum eksploitasi dilakukan, perlu ada pembicaraan terlebih dulu dengan para pihak. Ini dinilai penting untuk mencegah munculknya konflik akibat rencana eksploitasi di suatu wilayah di Bumi Cenderawasih. “Cukup sudah air mata dan darah di Papua. Kami harap darah dua anak kecil yang tertembak di Intan Jaya beberapa hari lalu, itu jadi darah terakhir,” ucapnya. Baca juga: Situasi Intan Jaya, Yonas Nusi: Jika DPR Papua tak bersikap, kita gelar rapat rakyat Ketua Kelompok Khusus DPRP, John NR Gobai, mengatakan warga Intan Jaya ingin izin usaha pertambangan khusus atau IUPK di Blok Wabu dicabut. Akan tetapi, kewenangan itu ada pada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Surat gubernur ketika itu hanya prasyarat. “Yang bisa mengundang Menteri ESDM adalah Komisi VII DPR RI. Yang bisa mengundang Kapolri, Kepala Staf Angkatan Darat, dan Panglima TNI adalah Komisi I DPR RI,” kata Gobai saat pertemuan. Menurutnya, para pihak di DPRP mesti membangun komunikasi dengan anggota DPR RI perwakilan Papua. Sebab di Komisi I dan Komisi VII DPR RI ada perwakilan dari daerah pemilihan Papua. “Saya juga minta Komisi I DPRP surati pimpinan DPR Papua dan minta waktu. Kita duduk, pimpinan duduk, dan masyarakat duduk. Kita bicara dan langsung ada keputusan. Kalau tidak, sama seperti yang lalu lalu. Aspirasi masyarakat tidak jelas tindaklanjutnya,” ucapnya. (*) Editor: Dewi Wulandari