Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Anggota Komisi I DPR RI, Yan Permenas Mandenas meminta para pihak yang terlibat konflik bersenjata di Papua tidak mengorbankan warga sipil.
Legislator RI dari daerah pemilihan Papua itu menyatakan, pihak yang berkonflik mesti menghentikan penembakan terhadap warga sipil di Papua.
Pernyataan itu dikatakan politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) tersebut, berkaitan dengan penembakan seorang warga sipil di Intan Jaya, Papua pada Selasa (9/11/2021).
Mandenas mengatakan, berdasarkan pemberitaan media korban tertembak di pelipis dan pinggang hingga tembus ke perut.
Berdasarkan keterangan salah seorang saksi, ada dugaan pelaku penembakan adalah oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Saya mengecam penembakan itu. Jika benar pelaku adalah oknum TNI, ini bukti belum profesionalnya TNI dalam menangani persoalan keamanan di Papua,” kata Mandenas dalam pesan tertulisnya kepada Jubi, Rabu (10/11/2021).
Yan Mandenas mengatakan, penembakan terhadap warga sipil di Papua sudah sering terjadi. Begitu banyak warga sipil menjadi korban di Bumi Cenderawasih.
“Masih tersimpan dalam ingatan kasus Pendeta Yeremia Zanambani, Janius Bagau, dan anak-anak remaja Papua yang juga meninggal karena ditembak oknum TNI,” ujarnya.
Katanya, berdasarkan catatan Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia (PAHAM) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sepanjang Januari hingga Desember 2020 terjadi 63 peristiwa kekerasan militer (TNI/Polri) di Papua dan Papua Barat, yang mengakibatkan 304 warga sipil menjadi korban.
Laporan itu menyebut, oknum Polri terlibat dalam kasus kekerasan paling banyak dengan 33 kasus, sedangkan oknum TNI terlibat dalam 22 kasus kekerasan, oknum aparat gabungan TNI-Polri terlibat dalam delapan kasus.
“Berdasarkan data itu, saya mempertanyakan di mana perlindungan negara dan TNI [dan Polri] terhadap rakyat. Kejadian penembakan ini tentu menggambarkan luputnya hal tersebut,” ujarnya.
Kata Mandenas, semboyan “Ksatria Pelindung Rakyat” yang menjadi nilai dalam tubuh TNI tampaknya kontradiktif dengan praktik-praktik di lapangan.
Seharusnya dari konflik Papua yang sudah berlangsung lama, banyak hal yang bisa dipetik. Salah satunya adalah mengenai pendekatan dan respons negara terhadap penanganan konflik di Papua.
Ia menilai, pendekatan militeristik yang dipilih sepertinya masih jauh dari kata berhasil, karena perlawanan pun nyatanya tetap ada bahkan terus berkembang.
“Yang sangat disayangkan dan seharusnya tidak terjadi, justru semakin menambah korban jiwa warga sipil yang padahal tidak terlibat konflik,” ucapnya.
Sementara itu, anggota DPR Papua, Laurenzus Kadepa meminta aparat keamanan dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) di Intan Jaya, menghindari kontak senjata di areal pemukiman warga.
Sebab, kontak senjata kedua pihak di sekitar pemukiman warga, berpotensi menyebabkan jatuhnya korban dari kalangan masyarakat sipil.
“Satu kata dari saya, siapapun pelaku yang tembak Mama Agustina Ondou, anda biadab. Anda tak berperikemanusiaan. Anda tak beragama,” kata Laurenzus Kadepa.
Kadepa mempertanyakan, mengapa dalam konflik di Intan Jaya kini, korban adalah warga sipil. Terutama, kaum perempuan, anak anak dan hamba Tuhan.
“Ada apa dengan pengiriman pasukan militer ke Intan Jaya dalam jumlah besar? Korban dari semua kelompok sudah banyak, karena kebijakan militer oleh negara,” ucapnya.
Katanya, mengapa pemerintah pusat tidak mau mengevaluasi kebijakan militer ke daerah konflik. Selain itu, ada apa dengan kelompok TPNPB yang memilih lokasi perkampungan warga menjadi tempat operasi.
Kadepa menyatakan, demi kemanusiaan, ia meminta pemerintah pusat segera tarik militer dari Intan Jaya dan kabupaten lain di Papua, yang sedang konflik.
TPNPB dan aparat keamanan segera menghindar dari lokasi perkampungan masyarakat.
“Pemerintah pusat dan daerah, segera mencabut izin usaha tambang Blok Wabu, di Intan Jaya,” ujarnya. (*)
Editor: Edho Sinaga