Komnas HAM Papua keluarkan empat rekomendasi kasus penyiksaan anak di Puncak

Papua
Kepala kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey saat menemui salah satu anak korban luka akibat penyiksaan, yang dirawat di RSUD Mimika - Jubi/Dok. Komnas HAM perwakilan Papua 

Papua No.1 News Portal | Jub

 Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM perwakilan Papua, mengelurkan empat rekomendasi dalam kasus penyiksaan terhadap tujuh anak di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak Papua, yang diduga dilakukan oknum TNI pada 22 Februari 2022.

Penyiksaan yang menyebabkan, seorang siswa kelas VI sekolah dasar (SD) Makilon Tabuni itu, merupakan dampak dari dicurinya senjata api milik seorang prajurit TNI Batalyon 521 Brigif Kodam V Brawijaya, saat melakukan pengamanan di Pos PT Modern di sekitar Bandara Tapulunik, Kampung Gigobak 1, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak.

Read More

Kepala Kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan rekomendasi dikeluarkan setelah pihaknya melakukan investigasi selama 2-Maret 2022.

Meminta keterangan berbagai pihak di Kabupaten Puncak, keterangan keluarga korban serta korban selamat yang terluka dan dirawat di Timika, Kabupaten Mimika.

“Pertama, kami mendesak Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, segera memangil dan memeriksa komandan dan anggota Batalyon 521 yang bertugas di Pos PT Modern Kabupaten Puncak, atas perbuatan penyiksaan terhadap anak-anak yang melangar hukum dan melampaui kewengan satuan TNI,” kata Ramandey dalam keterangan tertulisnya kepada Jubi, Kamis petang (24/03/2022).

Kedua, Komnas HAM perwakilan Papua mendesak komandan dan anggota TNI Batalyon 521, diperiksa di lingkungan Kodam XVII Cenderawasih.

Komnas HAM perwakilan Papua, meminta Polda Papua melakukan penegakan hukum terhadap pelaku pencurian senjata milik anggota Batalyon 521, di Pos PT Moderen.

“Keempat, kami meminta PT Modern menjelaskan kehadiran anggota TNI Batalyon 521, yang melakukan penjagaan perusahan tersebut,” ucapnya.

Frits Ramandey mengatakan, dari investigasi yang dilakukan, pihaknya menemukan sejumlah fakta di lapangan.

Fakta itu di antaranya, ada korban penyiksaan berusia 14 tahun berinisial DM, menjalani perawatan di RSUD Mimika.

Korban DM mengalami luka melepu/terbuka berwana hitam di pundak bagian belakang.

Selain itu, terdapat bekas pukulan menggunakan bendah tumpul di bagian dada, muka dan bagian dalam mulut

“Dari hasil investigasi, kami juga menyimpulkan tiga hal,” ujar Ramandey.

Kesimpulan itu, yakni ada senjata milik anggota TNI dicuri, akibat kelalaian oknum TNI  mengamankan senjata yang dibawanya.

Oknum TNI dari Batalyon 521 Brigif Kodam V Brawijaya itu, dinilai tidak belajar dari beberapa kasus pencurian senjata sebelumnya, di berbagai wilayah rawan konflik di Papua.

Kedua, ada penyiksaan terhadap tujuh anak di bawah umur secara berulang oleh oknum anggota TNI di Pos PT Modern.

Peyiksaan ini mengakibatkan seorang anak bernama Makilon Tabuni, meninggal dunia.

“Ketiga, anggota TNI di Pos PT Modern, menyiksa anak anak itu secara illegal dan  melampaui kewenangan,” kata Frits Ramandey.

 Sebelumnya, Komunitas Mahasiswa Pelajar Puncak atau KMPP se-Kota Studi Jayapura meminta Komnas HAM RI menyelidiki dugaan penganiayaan yang menyebabkan meninggalnya Makilon Tabuni.

Koordinator Lapangan Umum KMPP se-Kota Studi Jayapura, Manu Tinal menyatakan pihaknya juga mendesak Presiden Joko Widodo membentuk tim independen menyelidiki dugaan penganiayaan terhadap Makilon Tabuni dan enam anak lainnya.

“Dengan tegas kami mendesak emerintahan Jokowi untuk membentuk tim investigasi independen yang terlepas dari intervensi siapapun,” kata Manu Tinal, 16 Maret 2022.

Katanya, apabila kasus ini dibiarkan, tidak diungkap dan pelaku diproses hukum, kejadian serupa akan terulang di wilayah konflik lain di Papua pada masa mendatang.

KMPP se-Kota Studi Jayapura juga mendesak Pemerintah Kabupaten Puncak agar meminta Kapolres setempat melaksanakan proses hukum terhadap para pelaku penganiayaan.

“Pemerintah Kabupaten Puncak juga [harus] memfasilitasi [pemulihan] kesehatan enam anak yang disiksa oleh aparat keamanan, dan pelakunya harus diadili,” kata Tinal. (*)

Editor: Edho Sinaga

Related posts

Leave a Reply