Unjuk rasa tolak Otsus Papua Jilid II di Makassar diserang massa ormas

Demo Tolak Otsus Papua Jilid II
Unjuk rasa menolak Otsus Papua Jilid II di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Jumat (25/9/2020) diserang sekelompok orang. - IST

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Nabire, Jubi – Para pengunjuk rasa yang berdemonstrasi Otonomi Khusus atau Otsus Papua Jilid II di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Jumat (25/9/2020) diserang oleh sekelompok orang yang diduga dikerahkan organisasi kemasyarakatan atau ormas. Para penyerang melemparkan batu, dan mendorong dan memukuli para peserta aksi damai itu dengan helm.

Unjuk rasa menolak Otsus Papua Jilid II itu terkait rencana sepihak pemerintah pusat merevisi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua atau UU Otsus Papua. Unjuk rasa itu diikuti para mahasiswa asal Papua yang tengah berkuliah di Kota Makassar, termasuk para aktivis Forum Solidaritas Peduli Rakyat Papua (FSP-RP).

Read More

Juru bicara FSP-RP, Antonius Boma mengatakan para mahasiswa berkumpul di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan Cenderawasih IV Makassar, yang terletak di Jalan Lanto Daeng Pasewang. Para pengunjuk rasa ingin menggelar aksi penolakan Otsus Papua Jilid II itu di Monuman Mandala, Kota Makassar.

Baca juga: Front Rakyat Papua gelar aksi tolak Otsus jilid II

“Massa aksi demostrasi damai mulai berkumpul di Asrama Papua pada pukul 07.10 WITA. Saat itu di depan asrama telah ada beberapa orang tidak dikenal dan intel berpakaian preman. Jam 08.30 WITA, datang juga polisi berseragam dan beberapa Brimob. Jam 09.30 WITA, kami mulai keluar dari [asrama], namun dihadang di depan pagar, pintu pagar ditutup lima intel berpakaian preman,” kata Boma saat dihubungi melalui panggilan telepon pada Jumat.

Para pengunjuk rasa akhirnya berhasil keluar dari asrama sekitar pukul 09.45 WITA. Akan tetapi, mereka dilempari batu dari arah belakang. Salah satu pengunjuk rasa terkena lemparan batu itu.

“Sekitar jam 09.55 WITA, kami dihadang seorang anggota organisasi kemasyarakatan. Banyak orang tidak dikenal lain yang berteriak yel-yel ‘NKRI harga mati’. Mereka mulai menyerang kami dari berbagai sisi, hingga massa aksi mundur dan sempat terpecah menjadi dua kelompok,” ungkapnya.

Baca juga: Hasil kajian UU Otsus Papua dari Uncen diserahkan ke Gubernur Papua

Koordinator Lapangan FSP-RP, Macho Pahabol yang berusaha menyatukan massa aksinya dipukul dengan helm, hingga pelipis kanannya robek dan berdarah. “Saat itulah terjadi saling dorong mendorong. [Kelompok] kami kembali bersatu, namun masih [terus] didorong oleh massa ormas,” kata Boma.

Sejumlah mahasiswa lain ikut terluka dalam kericuhan itu. Boas Payage mengalami bengkak tangan kanan, karena terkena lemparan helm. Antonius Boma terluka di tangan kanan, karena terkena pukulan dan bajunya ditarik. Petrus Badi terluka di leher, karena terkena pukulan. Aplahesa Kaningga terluka di tangan kanan, dan bengkak karena terkena lemparan batu.

“Aparat keamanan sempat membiarkan, hingga terjadi pelecehan terhadap dua perempuan pengunjuk rasa. Setelah massa kami didorong dan dipukuli dengan helm oleh massa ormas, lalu ditengahi polisi dan Brimob. Kami masuk kembali ke dalam Asrama Papua,” kata Boma.

Baca juga: MPR, Mendagri dan Menkopolhukam bahas Inpres pembangunan dan pemekaran Papua

Para pengunjuk rasa akhirnya berorasi di halaman Asrama Mahasiswa Papua itu. Dalam orasinya, Macho Pahabol menegaskan pihaknya menolak rencana sepihak pemerintah pusat memberlakukan Otsus Papua Jilid II. “[Kami] menolak segala bentuk ekonomi sepihak, serta agenda-agenda pembahasan dan keputusan yang tak melibatkan [orang] Papua selaku subjek seluruh persoalan Papua,” kata Pahabol.

Pahabol meminta rakyat Papua referendum untuk memilih dan menentukan nasibnya sendiri, apakah menerima Otsus Papua Jilid II, atau membentuk negara berdaulat. “Kami mendukung 1,8 juta suara rakyat Papua yang telah mendatangani Petisi Rakyat Papua pada 2017. [Kami meminta] supervisi internasional dalam Penentuan Nasib Sendiri melalui mekanisme referendum di Papua Barat,” kata Pahabol. Para pengunjuk rasa membubarkan diri pada pukul 10.40 WITA.

Antonius Boma menyatakan tekanan terhadap para pengunjuk rasa sudah terjadi sejak Kamis (24/9/2020) malam, saat tiga intel polisi mendatangi Asrama Papua. Para intel itu meminta para mahasiswa membatalkan rencana unjukrasa pada Jumat, dengan alasan situasi keamanan maupun pandemi Covid-19. “Akhirnya kami membuat kesepakatan, bahwa massa aksi akan mematuhi protokol kesehatan Covid-19,” ujar Boma menuturkan negosiasi pada Kamis malam itu.(*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply