Papua No. 1 News Portal | Jubi
Sentani, Jubi – Sejumlah pasar liar bermunculan di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jayapura diminta menertibkan sejumlah lokasi pasar liar, karena kemunculannya membuat “wajah” Sentani terlihat semrawut.
Selain pasar liar, “wajah” Sentani juga semrawut karena banyak kios kelontong yang menjual barang dagangan pasar seperti daging ayam, ikan laut, sayur, dan bumbu dapur. Kemunculan “pasar liar” itu membuat Sentani seperti tidak memiliki pasar sentral.
Salah satu warga Sentani, Emmy Klemens meminta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jayapura serta dinas terkait lainnya menertibkan pasar liar yang bermunculan. “Pasar keci sudah menjamur, tapi orang dinas terkait duduk diam saja. Apakah tunggu pasar kecil itu besar dulu [baru nanti ditertibkan], atau seperti apa?” tanya Emmy saat ditemui di Sentani, Senin (7/2/2022).
Ia mempertanyakan aturan perizinan yang dibuat Pemerintah Kabupaten Jayapura, karena aturan itu tidak efektif. “Kenapa ada pasar lagi di luar [pasar resmi], baik di jalan-jalan, kios yang jual barang pasar, jualan sayur dan bumbu. Itu aneh, izin dari dinas terkait itu seperti apa,” ujarnya.
Baca juga: Disperindag Kabupaten Jayapura akan tata dan kembalikan fungsi Pasar Pharaa
Emmy juga mempertanyakan apakah para pedagang yang berjualan barang dagangan pasar di luar pasar itu membayar retribusi. “Bayar atau tidak? [Kalau] bayar oke-oke saja, tapi semua harus ditertibkan [dan ditempatkan] di satu tempat. Jangan berhamburan sepeti itu,” kata Emmy.
Salah satu pengemudi angkutan umum di Sentani, Demianus Yaota juga mengeluhkan kemunculan pasar liar dan kios kelontong yang menjual barang dagangan pasar. Menurutnya, pasar liar dan kios kelontong yang menjual barang dangan pasar itu menimbulkan kemacetan.
“Pasar-pasar kecil di pinggir jalan itu [menimbulkan kemacetan]. Masyakarat kalau sudah belanja di situ parkir motor dan mobil memakan jalan. Memang harus ditertibkan,” ucapnya.
Ia menyatakan pendapatan sopir angkutan umum juga berkurang karena kemunculan “pasar kecil” itu, karena pengguna jasa angkutan umum berkurang. “Kalau semua pasar, kan enak, lumayan yang kami dapat. Kalau [barang dagangan pasar] sudah ada di kios atau ruko, yang mau beli tinggal menyeberang [jalan] saja, jadi kami dapat juga sedikit,” ucap Yaota.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G