Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Juru Bicara Internasional Komite Nasional Papua Barat atau KNPB, Victor Yeimo menilai dakwaan kepada dirinya adalah upaya kriminalisasi yang dipaksakan untuk memenuhi unsur delik makar. Hal itu dinyatakan Victor Yeimo usai mengikuti pembacaan dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jayapura, Kota Jayapura, Senin (21/2/2022).
Victor Yeimo menegaskan unjuk rasa yang terjadi di Kota Jayapura pada 19 Agustus 2019 tidak ada hubungannya dengan KNPB, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), ataupun berbagai akvitas politik pro kemerdekaan Papua di dalam ataupun luar negeri. Menurutnya, unjuk rasa 19 Agustus 2019 murni dilatarbelakangi kemarahan rakyat Papua melihat rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019.
“Aksi demonstrasi itu tidak ada kaitannya dengan KNPB, ULMWP, serta aktivitasnya di dalam dan di luar negeri. Aksi menolak rasisme itu murni dari rakyat Papua, karena dipicu kejadian rasis di Surabaya. Saya hadir sebagai peserta, dan bukan mewakili KNPB, sama dengan kehadiran [para anggota] DPR Papua, Majelis Rakyat Papua, ataupun TNI/Polri,” kata Yeimo.
Baca juga: Victor Yeimo: Saya tidak merencanakan aksi 19 Agustus 2019
Yeimo mengatakan bantahan itu disampaikannya setelah menelaah dan membaca semua tuduhan yang didakwakan kepadanya pada Senin. “Saya sudah membaca dakwaan, dan menanggapinya dengan fakta –fakta hukum dan politik, dengan mendudukan persoalan [unjuk rasa itu dengan] penuh kejujuran, kebenaran, dan keadilan dalam perkara ini,” katanya.
Yeimo memandang uraian surat dakwaan kepadanya melenceng jauh dari materi perkara, yaitu aksi anti rasisme. Aksi itu disangkut-pautkan dengan isu dan kejadian yang tidak ada kaitannya dengan pokok perkara.
“Aksi demo anti rasis adalah akar masalah dari kejadian. Dan itu tidak berkaitan dengan sangkaan lain yang diuraikan panjang lebar dalam dakwaan,” katanya.
Yeimo menegaskan dakwaan kepada dirinya lebih menyerupai asumsi-asumsi liar Jaksa Penuntut Umum. “Saya selaku terdakwa tidak hadir [dalam aksi itu] sebagai [perwakilan] KNPB, karena saya bukanlah pengurus atau ketua, dan saya tidak merencanakan atau memimpin aksi,” katanya.
Baca juga: Viktor Yeimo didakwa makar
Yeimo mengatakan, bahkan surat dakwaan itu telah menyatakan sendiri orang-orang yang dianggap Jaksa Penuntut Umum merencanakan aksi 19 dan 29 Agustus 2019 itu.
“Saya hanya terlibat sebagai peserta pada aksi 19 agustus 2019, di mana aksi berjalan damai. Saya menolak asumsi subjektif yang menghubungkan saya, atau keterlibatan saya sebagai [Juru Bicara] KNPB, untuk menghubungkan [demonstasi itu] dengan aktivitas politik ULMWP dan Benny Wenda di PBB. Aksi anti rasisme yang saya ikuti tidak memiliki hubungan dengan KNPB, ULMWP, Benny Wenda, dan lain-lain. Aksi itu murni terkait rasisme,” katanya.
Yeimo menyatakan hal itu sudah terlihat dari materi orasi yang disampaikan dalam aksi 19 dan 29 Agustus 2019. “Materi orasi yang disampaikan adalah terkait rasisme, sebagai bagian dari kritik kebijakan dan mendesak tindakan pemerintah untuk menghentikan rasisme,” katanya.
Yeimo mengatakan dakwaan terhadapnya menggunakan lebih banyak menggunakan asumsi yang politis dibanding alasan objektif. “Saya menganggap saya ditangkap [dan] diadili dengan kepentingan politik kekuasaan, tanpa independensi, profesionalisme, dan proporsionalitas dalam menegakkan keadilan, kebenaran, dan pedamaian,” kata Yeimo.
Baca juga: Sidang Viktor Yeimo, polisi jaga ketat pintu Pengadilan Negeri Jayapura
Menurutnya, penggunaan pasal makar juga dipakai sebagai upaya mengkriminalisasi dirinya sebagai bagian dari korban rasisme Papua. “Mendakwa kasus politik di meja pengadilan, dengan pasal makar, tidak mencerminkan kewibawaan dan kehadiran negara dalam menyelesaikan konflik politik Papua. Aspirasi politik orang Papua semestinya diselesaikan dengan cara-cara politik. Pendekatan hukum sudah terbukti gagal dan justru memunculkan konflik berdarah yang tak terdamaikan,” kata Yeimo.
Yeimo mengatakan aspirasi politik dan perjuangan politik orang Papua bukanlah hal baru, dan sudah dilakukan banyak tokoh selain dirinya. “Saya dan berbagai pihak telah banyak menulis, mengkaji, dan menyampaikan aspirasi politik tentang pandangan yang berbeda harus diselesaikan dengan cara yang damai, bukan dengan hukum dan kemanan, bukan dengan senjata dan penjara. Itu justru akan menyuburkan konflik,” katanya.
Penasehat hukum Viktor Yeimo, Gustaf Kawer mengatakan semua tuduhan yang didakwakan kepada Viktor Yeimo itu kabur, karena Jaksa Penuntut Umum mencampur aduk fakta dari berbagai peristiwa. Ia menyatakan akan mengajukan eksepsi pada 25 September 2022.
“Kami akan menyampaiakan keberatan kami. Pada sidang nanti, kami minta kepastian agar klien kami benar-benar diberi tempat untuk aman di Lembaga Pemasyarakatan, agar dalam proses persidangan tidak tertunda-tunda,” katanya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G