Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat atau KNPB, Agus Kosay menolak tuduhan polisi yang menyatakan KNPB terlibat atau menunggangi demonstrasi menolak pemekaran Provinsi Papua yang berlangsung di Dekai, ibu kota Kabupaten Yahukimo, pada Selasa (15/3/2022). Kosay menyatakan KNPB tidak pernah menyeru ataupun menggalang warga Yahukimo untuk berunjuk rasa menolak pemekaran Papua.
Hal itu dinyatakan Agus Kosay di Kota Jayapura, Rabu (16/3/2022). “Aksi penolakan pemekaran Provinsi Papua yang dilakukan di Kabupaten Yahukimo memakan dua korban nyawa dan luka-luka. Polisi mengatakan bahwa aksi tersebut ditunggangi KNPB. Secara tegas KNPB membantah hal itu,” kata Kosay.
Kosay mengatakan aksi demonstrasi warga di Dekai untuk menolak pemekaran Provinsi Papua merupakan unjuk rasa spontan warga yang tidak setuju dengan rencana pemerintah memekarkan Papua. Aksi serupa juga pernah dilakukan warga di Jayapura, Nabire, Manokwari, Sorong, dan Paniai.
Baca juga: Dimakamkan di pinggir jalan, Yakob Meklok dan Esron Weipsa jadi simbol menolak pemekaran Papua
“Kami tidak pernah memberitahu masyarakat untuk aksi. Massa turun karena hari nurani mereka yang melihat bahwa saat ini Papua tidak membutuhkan pemekaran provinsi. [Pemekaran provinsi di Papua] jelas membawa persoalan tersendiri, sehingga masyarakat memilih turun jalan secara sadar,” katanya.
Kosay menegaskan KNPB sama sekali tidak terlibat dalam unjuk rasa menolak pemekaran Provinsi Papua. “Saya tegas mengatakan bahwa kami membantah [tuduhan] itu, karena kami tidak terlibat sama sekali [dalam berbagai demonstrasi menolak pemekaran provinsi]. Saya pikir itu murni dari isi hati masyarakat untuk menyampaikan aspirasi mereka, menolak pemekaran provinsi dan menolak Otonomi Khusus,” kata Kosay.
Jangan melempar kesalahan sendiri
Pada Selasa (15/3/2022) lalu, terjadi demonstrasi menolak rencana pemekaran Provinsi Papua terjadi di Dekai. Awalnya, unjuk rasa itu berlangsung dengan damai dan tertib, dan para demonstran bergantian menyampaikan aspirasi mereka menolak rencana pembentukan DOB atau provinsi baru. Para demonstran dan polisi juga sempat bernegosiasi, ketika demonstran meminta polisi menghadirkan anggota DPRD Yahukimo untuk menerima aspirasi mereka.
Sejumlah narasumber yang dihubungi Jubi menuturkan bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan terjadi setelah seorang polisi yang membawa kamera mengambil gambar para pengunjuk rasa. Sejumlah pengunjuk rasa memprotes hal itu. Protes itu berlanjut menjadi adu mulut antara demonstran dan polisi, lalu terjadi pelemparan batu. Polisi kemudian menembakkan gas air mata, membuat massa kacau.
Saat itu, bunyi tembakan juga terdengar, dan mengenai Yakob Meklok dan Esron Weipsa. Yakob Meklok meninggal dunia karena luka tembak di bawah ketiak kanan. Sementara Esron Weipsa meninggal karena luka tembak di punggung kiri.
Baca juga: Keluarga minta penembak Esron Weipsa dan Yakob Meklok diadili dan Kapolres Yahukimo dicopot
Selain itu, ada tiga orang lain yang menjadi korban terluka dalam bentrokan tersebut. Mereka adalah Briptu Muhammad Aldi (luka di bagian kepala), Itos Hitlay (luka tembak di paha kiri), dan Luki Kobak (luka tembak di paha kanan). Peristiwa itu memicu amuk massa yang membakar sejumlah roku dan kantor pemerintah di Dekai.
Agus Kosay menegaskan polisi yang menggunakan kekerasan saat menghadapi demonstran di Dekai seharusnya tidak melemparkan kesalahan kepada pihak lain. “Polisi sebagai pelaku penembakan terhadap pengunjuk rasa jangan kambing hitamkan KNPI tanpa ada bukti dan fakta jelas,” kata Kosay.
Kosay menilai bentrokan antara demonstran menolak pemekaran dan aparat keamanan di Dekai murni kesalahan aparat keamanan sendiri. Ia membandingkan bentrokan di Dekai itu dengan sejumlah unjuk rasa menolak pemekaran Provinsi Papua yang berlangsung dengan tertib dan aman, tanpa ada bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan.
Baca juga: Polda Papua nyatakan kondisi Yahukimo relatif aman dan kondusif
“Kematian dua pengunjuk rasa dan korban luka-luka lainnya [itu] murni [disebabkan] kesalahan aparat dalam menangani [demonstrasi di] Kabupaten Yahukimo. Itu membuat citra buruk aparat keamanan sendiri. Kenapa harus main tembak? Kami minta Kapolres Yahukimo, Bupati Yahukimo, dan pemerintah pusat bertanggung jawab atas dua orang yang korban,” kata Kosay.
Pada Selasa, Kepala Kepolisian Daerah Papua, Irjen Mathius D Fakhiri menyatakan ada dugaan bahwa demonstrasi menolak pemekeran Provinsi Papua di Dekai pada 15 Maret 2022 ditunggangi. Dugaan Fakhiri itu didasarkan kepada laporan bahwa ada sejumlah orang mengenakan pakaian yang cenderung seragam.
Fakhiri menyatakan pihaknya akan mengusut dugaan itu hingga tuntas. “Tapi kami juga sudah konfirmasi ke beberapa senior Komite Nasional Papua Barat, bahwa itu mereka menggunakan seragam. Saya tidak mau menuduh itu siapa, tapi sekali lagi saya harap insiden ini tidak dibelokan ke hal lain,” ujarnya.
Baca juga: Polda Papua akan dalami penyebab kericuhan di Yahukimo
Menurut Fakhiri, aspirasi masyarakat Yahukimo sudah jelas, yakni menolak pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB). Ia berharap para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yahukimo bisa segera menerima aspirasi itu, agar tidak menyebabkan sumbatan aspirasi yang bisa berujung kepada dampak lain.
Fakhiri juga meminta demonstrasi menolak pemekaran Provinsi Papua berlangsung dengan tertib dan damai, sebagaimana demonstrasi serupa di Wamena dan Nabire. “Saya harap aksi-aksi penolakan DOB berlangsung seperti di Jayawijaya, Nabire dan lainnya. [Situasi] yang kondusif benar-benar dijaga oleh para pendemo,” tutupnya.
Berulang kali tuduh KNPB
Juru Bicara Nasional KNPB, Ones Suhuniap menyatakan Polda Papua maupun Polda Papua Barat sudah berulang kali menuduh KNPB atas berbagai kasus kekerasan di Papua. Menurut Suhuniap, berbagai tuduhan itu disampaikan polisi tanpa ada bukti, dan akhirnya tidak terbukti.
“KNPB sejak 2009 sampai dengan saat ini selalu dituduh pelaku beberapa kasus [kekerasan] di Papua, tetapi Polisi hanya berasumi. Polisi selalu menutupi kelakuan busuk, menuduh KNPB dalam setiap kasus kekerasan di Papua. Polda Papua seharusnya mengakui kesalahannya dan mengadili pelaku di pengadilan untuk memberikan rasa adil kepada keluarga,” katanya.
Suhuniap mencontohkan tuduhan polisi bahwa KNPB terlibat dalam penyerangan Pos Koramil Persiapan Kisor di Kabupaten Maybrat, Papua Barat, pada 2 September 2021. “Kemudian [polisi menuduh] KNPB siapkan aksi [untuk] menggagalkan Pekan Olahraga Nasional atau PON XX Papua. [Itu] tidak terbukti, dan masih banyak tuduhan kepada KNPB yang tidak terbukti secara hukum,” kata Suhuniap.
Suhuniap mengatakan Polda Papua dan Polda Papua Barat harus berhenti menuduh KNPB, dan bekerja secara profesional. Ia juga meminta polisi berkaca diri atas berbagai kasus kekerasan yang terjadi di Tanah Papua.
“Siapa yang punya senjata, siapa bunuh siapa? Karena, KNPB tidak punya senjata. KNPB selalu serahkan perjuangan damai dalam kota. Aksi demo di Yahukimo itu aparat yang membubarkan paksa, sampai mengeluarkan tembakan” kata Ones Suhuniap. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G