Papua No.1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi — Ekonom senior Faisal Basri mengkritik kebijakan pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 mendatang berpotensi menambah tekanan pada daya beli masyarakat yang saat ini sedang loyo akibat pandemi dan kenaikan sejumlah harga barang kebutuhan pokok. Kenaikan PPN sebesar 1 persen pun ia ramal akan cukup berpengaruh ke konsumsi masyarakat.
“Rasanya kurang bijak menambah tekanan pada daya beli masyarakat yang masih lemah,” kata Faisal Basri, dikutip dari CNN Indonesia, Kamis, (24/3/2022).
Baca juga : Pajak sembako ekonom sebut lebih baik cari sumber lain
Membayar dan melaporkan pajak merupakan bentuk kecintaan kepada negara
Ini cara cuci uang pegawai pajak sembunyikn hasil suap
Menurut Faisal rencana pemerintah kembali mengerek PPN menjadi 12 persen pada 2025 mendatang juga akan menambah beban masyarakat. Karena saat ini kenaikan komoditas juga tengah terjadi akibat perang Rusia. Selain itu perubahan iklim juga membuat kenaikan harga pangan naik di mana-mana.
“Ini ancaman yang lebih besar daripada PPN, dan pada saat yang sama PPN ini menambah beban. Jadi seharusnya pemerintah menurunkan beban untuk menaikkan daya konsumsi masyarakat,” kata Faisal menambahkan.
Ia berpendapat jika pemerintah bersikukuh menaikkan PPN, pertumbuhan ekonomi juga akan terganggu, bahkan ia memperkirakan sampai 2024 pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan mencapai 5,5 persen.
“Bahkan cenderung di 2023 akan di bawah 5 persen atau sekitar 5 persen saja, jauh dari harapan pemerintah ke level 7 persen,” katanya.
Sedangkan jika pertumbuhan ekonomi melemah, maka, upaya mengentaskan masyarakat miskin pun makin sulit. Peningkatan pembukaan lapangan kerja juga semakin berat. (*)
CNN Indonesia
Editor : Edi Faisol