PH: Perusahaan sawit penggugat Bupati Sorong tidak miliki HGU

Sawit Papua
Ilustrasi, perkebunan sawit di Boven Digoel, Papua yang dibangun pada area pelepasan kawasan hutan 2011 – Dok Auriga/Ulet Ifansasti/Greenpeace 2018 

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Tim penasihat hukum atau PH Bupati Sorong, Papua Barat, Johny Kamuru, menyatakan tiga perusahaan perkebunan sawit yang menggugat kliennya tidak memiliki hal guna usaha (HGU).

Bupati Sorong digugat perusahaan perkebunan sawit di sana, sebab ia mencabut izin empat perusahaan di wilayah pemerintahannya.

Read More

Gugatan dengan berkas terpisah itu telah didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, di Kota Jayapura, Papua. Proses di PTUN sedang bergulir sejak beberapa hari lalu.

“Justru tiga perusahaan yang menggugat, tidak memiliki hak guna usaha (HGU) hingga kini. Makanya pak bupati berdasarkan prosedur, mencabut izinya,” kata Nur Amalia, satu di antara tim kuasa hukum Bupati Sorong, usai menghadiri sidang di PTUN Jayapura, Selasa (24/8/2021).

Katanya, berdasarkan Undang-Undang Perkebunan, setiap perusahaan perkebunan wajib memiki HGU saat beroperasi. Sedang empat perusahaan yang izinnya dicabut oleh Bupati Sorong, hanya memiliki izin lokasi, izin lingkungan, dan izin usaha perkebunan. Izin ini yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten.

Katanya, pencabutan izin oleh Bupati Sorong merupakan implementasi dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018, yang memandatkan evaluasi perizinan perkebunan sawit.

Inpres ini telah ditindaklanjuti dengan deklarasi Manokwari oleh Guberur Papua dan Papua Barat beberapa waktu lalu. Deklarasi dilakukan secara online, karena ketika itu tidak memungkinkan pertemuan secara fisik.

Setelah deklarasi tersebut, masing masing provinsi mengadakan pertemuan. Di Papua Barat, gubernur mengundang semua instansi dan sekitar 30 perusahaan di sana.

Kata Nur Amalia, pencabutan izin oleh Bupati Sorong merupakan hasil tindaklanjut dari pertemuan dan hasil evaluasi perizinan lintas kelembagaan.

Tim ini terdiri dari instansi terkait di daerah dan kementerian, lembaga. Di antaranya, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan sejumlah instansi lainnya.

Tidak hanya review perizinan, juga pengecekan ke lapangan. Menyamakan peta milik perusahaan dan peta instansi terkait. Pengecekan ke lapangan didampingi oleh pihak perusahaan.

Pihak perusahaan kemudian dipanggil untuk mengkonfirmasi data data mereka. Izin apa yang mereka miliki, dan yang tidak dimiliki, dan apa yang telah perusahaan lakukan.

“Tahapan itu sudah dilalui semua. Perusahaan sudah dipanggil, bahkan beberapa perusahaan membuat pernyataan. Namun mereka tidak tindaklanjuti sehingga Bupati mengeluarkan SK pencabutan izin,” ucapnya.

Ia memastikan, Bupati Sorong, Johny Kamuru, tidak mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pencabutan izin perkebunan sawit secara tiba-tiba. Ada proses panjang yang telah dilalui. Tindakan Bupati Sorong itu dinilai telah sesuai prosedur administrasi.

“Pencabutan izin bukan hanya dilakukan Bupati Sorong, akan tetapi ada delapan bupati lainnya melakukan hal yang sama. Di antaranya, Bupati Sorong Selatan dan Teluk Bintuni,” ujar Nur Amalia.

Baca juga: Pemuda dan mahasiswa dukung pencabutan izin empat perusahaan sawit

Empat perusahaan perkebunan sawit yang izinnya dicabut Bupati Sorong, yakni PT Cipta Papua Plantation. Lokasi perusahaan di Distrik Mariat dan Sayosa, dengan lokasi 15.671 hektare (ha).

PT Inti Kebun Lestari di Distrik Salawati, Klamono dan Segun yang luas lahannya 34.400 ha, PT Papua Lestari Abadi di Distrik Segun dengan seluas lahan 15.631 ha, dan PT Sorong Agro Sawitindo di Segun, Kwalak dan Klamono dengan luas lahan 40.000 ha.

Bupati Sorong, Johny Kamuru, mengatakan tiga di antara empat perusahaan itu mengajukan gugatan ke PTUN Jayapura. Perusahaan yang menggugat adalah PT Inti Kebun Lestari, PT Papua Lestari Abadi, dan PT Sorong Agro Sawitindo.

“[Pencabutan izin] ini sesuai prosedur yang ada. Demi rasa keadilan dan kenyataan di lapangan, sesuai dengan kondisi lingkungan hidup di sana, sesuai dengan hak hak masyarakat adat kita di sana. Dari semua segi ini perusahaannya sudah melanggar dan tidak bisa lagi kita toleransi sehingga kita cabut izinnya,” kata Johny Kamuru.

Ia mengatakan pemerintah daerah telah memberikan izin terhadap perusahaan di sana. Akan tetapi, tidak ada niat baik perusahaan, mempergunakan izin tidak sesuai peruntukannya.

“Bisa saja izinnya itu digunakan untuk kegiatan lain atau izin dikasih, tapi bisa saja mereka gadai di bank untuk kepentingan investasi misalnya. Kenyataannya, sama sekali merugikan masyarakat,” ujarnya. (*)

Editor: Dewi Wulandari

Related posts

Leave a Reply