Papua No.1 News Portal | Jubi
Makassar, Jubi – Nelayan di Provinsi Sulawesi Selatan mengeluhkan sulit mengurus dokumen pelayaran yang selama ini mejadi syarat bagi mereka untuk melaut. Sulitnya mengurus dokumen berdampak mereka harus berhadapan dengan petugas saat melaut.
“Dampaknya, ada anggota kami ditangkapi petugas dengan alasan tidak memiliki dokumen pelayaran di salah satu pulau NTT (Nusa Tenggara Timur) bahkan kini sudah hampir sidang. Mereka berusaha mengurus tapi mendapat kesenjangan layanan,” kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sulsel, HA Chairil Anwar, saat Rapat Dengar Pendapat di Gedung DPRD Sulsel, Senin (14/3/2022) kemarin.
Baca juga : Ekonomi nelayan Tablasupa Papua meningkat pertahankan tradisi
Anggaran Rp3 miliar untuk pemberdayaan nelayan Kota Jayapura
BPPKLN Papua membenarkan kabar PNG tangkap kapal nelayan asal Merauk
Menurut Chairil, selama ini pengurusan dokumen SPB dan SLO sangat lamban, serta tidak menjemput bola. Sedangkan para nelayan harus mencari ikan di laut untuk keberlangsungan kehidupannya.
Selain itu, Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) Andon dibawah 10 GT untuk operasi yang dimohonkan nelayan untuk menangkap ikan di luar Sulsel dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) juga menuai keluhan dari nelayan. Alasannya, pelayanan administrasi dinilai belum maksimal.
“Ada kesenjangan layanan bagi nelayan. Pengurusan dokumen pelayaran pun hanya ditempatkan di Pelabuhan Untia, nelayan yang ada di pulau-pulau terluar kesulitan mengakses ke sana, karena alasan bahan bakar sulit,” kata Chairil menjelaskan.
Ia menyebut ada 31 kapal asal Sulsel di Kendari tertahan dan tidak bisa melaut. Meski mengantongi dokumen SIPI Andon dari Sulsel, namun dokumen itu tidak berlaku di sana dan harus izin dikeluarkan pemerintah setempat.
Ketua HNSI Makassar, HM Arsyad HB, bahwa untuk pengurusan dokumen pelayaran awalnya bisa di Pelabuhan Rakyat Paotere, namun sejak Pelabuhan Pelayaran Untia diaktifkan, banyak nelayan utamanya dari pulau mengalami keterbatasan akses dengan alasan bahan bakar kini sulit didapatkan.
“Paotere ada sejak tahun 1955, banyak nelayan menggantungkan hidup di situ dan mudah mengurus izin. Sekarang butuh 18 kilometer ke Untia menggunakan kendaraan darat dari Paotere, belum lagi warga pulau lewat jalur laut. Mereka pasti memperhitungkan ongkos bahan bakarnya, belum lagi melaut,” kata Arsyad.
Penanggungjawab Pelabuhan Perikanan Untia, Iswadi Rachman, mengatakan pelayanan satu pintu untuk administrasi dokumen pelayaran sudah di berlakukan baik SPB, SLO maupun SIPI Andon termasuk asuransi nelayan di Pelabuhan Untia, Salodong.
Namun dari 21 pelabuhan perikanan yang ada di Sulsel, belum semua pelabuhan dikembangkan. Menanggapi pelayanan, pihaknya tidak memungkiri keterbatasan SDM, tapi, pihaknya ia melakukan antisipasi pelayanan.
“Dalam berbagai aturan telah dibagi tiga zona penangkapan, zona Andon industri, Zona Andon nelayan dan Zona berbasis kuota. Di bawah 30 GT dan berdomisili di wilayah masing-masing. Sejak 11 Oktober 2021, memang sudah tidak ada pelayanan di Pelabuhan Paotere, semua di Untia,”kata Iswadi. (*)
Editor : Edi Faisol