Papua No. 1 News Portal | Jubi
Sentani, Jubi – Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Papua Indonesia Papua yang tengah berkuliah di Provinsi Gorontalo menyatakan penolakan mereka atas rencana pemekaran Provinsi Papua. Mereka juga meminta pemerintah menghentikan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terus terjadi di Papua.
Hal itu dinyatakan dalam unjuk rasa yang mereka lakukan di Gorontalo pada Rabu (23/3/2022) lalu. Mereka menolak rencana pembentukan Daerah Otonom Baru di Papua. “Terutama [pembentukan] Provinsi Papua Tengah yang notabene adalah produk Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang dipaksakan Jakarta,” kata Koordinator Lapangan aksi itu,
Timiles Yoman dalam keterangan pers tertulisnya, Kamis (24/3/2022). Yoman menyatakan kebijakan pemekaran Provinsi Papua dan pembentukan provinsi baru di Tanah Papua dibuat pemerintah pusat untuk menjadi basis perluasan satuan teritorial aparat keamanan. “[Pemekaran] membuat pintu buat invasi militer, transmigrasi, investasi asing, dan perluasan budaya barat ke Papua,” kata Yoman.
Baca juga: Bertemu MRP, BEM Uncen serahkan pernyataan sikap menolak pemekaran Papua
“Ketika pemekaran akan ada Kodam, Kodim, batalion, Polda, dan perluasan basis militer lainnya. Militer adalah pelaku kekerasan terbesar di Papua.Kita bisa lihat sampai hari ini 67 ribu pengungsi tercipta di Nduga, Pegunungan Bintang, Puncak, Intan Jaya, dan Yahukimo di Papua, dan Maybrat di Papua Barat,” ujarnya.
Ia menyatakan pemekaran Papua juga akan memperparah peredaran minuman beralkohol, prostitusi, perjudian. “Melihat kebijakan negara Indonesia, elit nasional dan lokal cenderung tanpa pertimbangan sudut pandang orang Papua tentang pemekaran Papua yang akan menjadi berbagai wilayah,” ucapnya.
Yoman menyatakan kebijakan pemekaran itu berseberangan dengan pandangan masyarakat Papua. “Faktanya orang Papua melihat dari dua provinsi, Papua dan Papua barat. Pemerintah Indonesia sudah banyak menciptakan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua, sampai perdetik ini di beberapa kabupaten masih terjadi operasi militer besar-besaran. Hingga saat ini, belum ada penyelesaian secara baik,” ujarnya.
Baca juga: Dewan Gereja Papua tolak rencana pemekaran provinsi di Tanah Papua
Yoman menyatakan konflik bersenjata di Papua terus meluas dan membuat warga sipil mengungsi. “Banyak warga masyarakat dari Kabupaten Nduga, Puncak Intan Jaya, Maybrat, dan Yahukimo sedang mengungsi dari negerinya sendiri,” ujarnya.
Dalam unjuk rasa itu, Yulimina Timipa membacakan 12 tuntutan mahasiswa Papua di Gorontalo, termasuk permintaan agar pemerintah mengakhiri konflik di Papua. Para pejabat pemerintah pusat juga diminta berhenti melakukan manuver politik untuk memekarkan Provinsi Papua. Para elit politik Papua juga diminta berhenti mememinta pemekaran Provinsi Papua.
Selain menuntut prostitus ditutup, para mahasiswa itu juga menuntut pemerintah menarik pasukan organik dan non organik aparat keamanan. “Kami juga meminta elit politik di Papua mencabut surat terkait perizinan pertambangan Blok Wabu.”
Baca juga: Mahasiswa Papua di Jember berdemonstrasi menolak pemekaran Papua
Para mahasiswa juga meminta aparat keamanan berhenti merepresi demonstrasi menolak rencana pemekaran Provinsi Papua. Mereka mengecam penanganan demonstrasi menolak pemekaran di Dekai, ibu kota Kabupaten Yahukimo, yang menimbulkan bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan dan menyebabkan dua demonstran meninggal dunia.
Pemerintah Indonesia diminta segera memberi akses kepada Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa dan jurnalis asing untuk berkunjung ke Papua. Rektor Universitas Cenderawasih dan pimpinan perguruan tinggi lain di Papua iminta memberikan ruang demokrasi bagi mahasiswanya. Pemerintah Indonesia juga diminta menjalankan proses hukum terhadap para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Tanah Papua sejak 1961. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G