Komnas HAM Papua bentuk tim pemantau dan pos pengaduan Pemilihan Umum 2019 

Diskusi Komnas HAM Perwakilan Papua dengan berbagai pihak yang berlangsung di Jayapura pada Jumat (5/4/2019) memetakan sejumlah kerawanan penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019. - Jubi/Dok Komnas HAM Perwakilan Papua
Diskusi Komnas HAM Perwakilan Papua dengan berbagai pihak yang berlangsung di Jayapura pada Jumat (5/4/2019) memetakan sejumlah kerawanan penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019. – Jubi/Dok Komnas HAM Perwakilan Papua

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Perwakilan Papua membentuk tim dan pos pengaduan Pemilihan Umum 2019. Pembentukan tim pemantau merupakan agenda nasional Komnas HAM di semua kantor perwakilan. Sementara pembentukan pos pengaduan merupakan rekomendasi diskusi kerawanan Pemilihan Umum yang digelar Komnas HAM Perwakilan Papua pada Jumat (5/4/2019).

Read More

Hal itu dinyatakan Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey di Jayapura, Senin (8/4/2019). Ramandey mengatakan Komnas HAM Perwakilan Papua  berkewajiban memantau dan memastikan setiap pemilih di Papua dapat menggunakan hak suaranya. “Setiap warga negara yang telah cukup umur atau memenuhi syarat sebagai pemilih punya hak untuk memilih,” ujarnya.

Komnas HAM Perwakilan Papua juga membentuk tim untuk memantau pelaksanaan Pemilihan Umum (pemilu) 2019, karena tidak ingin berbagai temuan kecurangan dalam Pemilihan Kepala Daerah di Papua terulang kembali. “Misalnya dalam Pilkada Kabupaten Jayapura  ada temuan satu orang memegang hingga 50 form C6 (undang memilih),” ujar Ramandey.

Ramandey juga menyatakan pembentukan pos pengaduan Pemilu 2019 merupakan tindak lanjut Pasal 43 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Angka 1 Pasal 43 UU itu menyatakan “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam Pemilihan Umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutuan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan perundang-undang.”

Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Jayapura, Roby Nyong mengatakan dari 700 lebih pemilih difabel di Kota Jayapura, hanya 160 orang yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap. Akibatnya, sejumlah 500 orang difabel terancam tidak dapat menggunakan hak pilihnya. “Ada berbagai alasan yang menyebabkan 500 orang itu tidak masuk dalam data pemilih, di antaranya belum memiliki KTP-elektronik,” kata Roby.

Masalah tersebut telah disampaikan PPDI Kota Jayapura kepada Komisi Pemilihan Umum Jayapura dan Bawan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Jayapura. Bawaslu Kota Jayapura telah berkoordinasi dengan KPU agar pemilih difabel yang belum masuk DPT bisa menggunakan hak suaranya pada 17 April mendatang. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply