Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jayawijaya, Papua, dr. Willy E. Mambieuw menyarankan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nduga membuat Memorandum of Understanding (MoU), atau kesepakatan kerjasama dengan Pemkab Jayawijaya.
Ini dilakukan agar warga Nduga atau pengungsi Nduga di sana yang tidak memiliki identitas kependudukan sebagai warga Jayawijaya, mendapat layanan kesehatan gratis ketika berobat ke fasilitas layanan kesehatan setempat.
Menurutnya, selama ini warga dari daerah lain termasuk Nduga, yang bukan beridentitas Jayawijaya tak mendapat layanan kesehatan gratis di rumah sakit jika tidak memenuhi syarat administrasi.
Misalnya tidak terdaftar sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan, atau tidak ada rekomendasi dari fasilitas kesehatan tingkat bawah di daerah asal.
“Bukannya menggurui teman-teman di Pemkab Nduga. Saran saya, kalau Pemkab Nduga mau supaya warganya di Jayawijaya yang tidak beridentitas Jayawijaya, bisa mendapat layanan kesehatan gratis ketika sakit dan berobat ke rumah sakit, sebaiknya buat MoU dengan Pemkab Jayawijaya, supaya ada payung hukumnya,” kata dr. Willy E. Mambieuw melalui panggilan teleponnya, Kamis (21/1/2021).
Katanya, kerjasama antara pemerintah daerah seperti itu telah dilakukan Pemkab Jayawijaya dengan Pemkab Lanny Jaya.
Warga Lanny Jaya di sana yang tidak memiliki identitas Jayawijaya, tetap mendapat layanan kesehatan gratis karena biaya mereka ditanggung Pemkab Lanny Jaya lewat program Lanny Jaya Sehat.
“Pemdanya yang biayai lewat kerjasama itu. Mungkin [pembiayaan dari pemdanya] pakai dana Otsus atau dana lainnya,” ujarnya.
Katanya, Pemerintah Pusat telah menyiapkan anggaran kesehatan untuk semua warga melalui kepesertaan pada BPJS Kesehatan.
Akan tetapi ada aturan yang mesti dipenuhi. Warga yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan tidak akan dilayani seara gratis, atau kalau tidak memiliki identitas sebagai penduduk di mana mereka tinggal.
Ia berharap, Pemkab Nduga juga melihat masalah ini karena Pemerintah Kabupaten Jayawijaya pun tidak dapat berbuat banyak. Sebab ini berkaitan dengan alokasi anggaran, pemanfaatan dan pertanggungjawabannya.
“Saran kami, semua warga Nduga didaftarkan ke BPJS Kesehatan dulu, termasuk yang ada di Jayawijaya. Nanti barulah dilihat mana yang dibiayai. Kalau pegawai kan langsung dipotong [dari gaji]. Kalau misalnya petani, kan ada namanya dana komplentar atau pelengkap dari dana Otsus. Itu yang dipakai mengakomodir warga yang belum terdaftar di BPJS Kesehatan,” ucapnya.
Sehari sebelumnya, relawan untuk pengungsi Nduga di Jayawijaya, Raga Kogeya mengatakan pengungsi di sana enggan mendatangi fasilitas kesehatan ketika sakit, karena tidak memiliki biaya.
Mereka tidak mendapat layanan kesehatan gratis karena bukan warga Jayawijaya. Tidak memiliki identitas diri semisal Kartu Keluarga (KK) atau Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Kata Raga Kogeya, pihaknya telah berulangkali meminta pengertian pihak rumah sakit, agar dapat melayani para pengungsi yang berobat ke sana, secara gratis.
Relawan menjelaskan kepada pihak rumah sakit jika para pengungsi Nduga di Jayawijaya tidak memiliki KK atau KTP.
Sebab ketika konflik bersenjata antara aparat keamanan dan Organisasi Papua Merdeka terjadi di kampungnya, pengungsi hanya berupaya menyelamatkan diri dengan kondisi seadanya.
“Tapi mereka rumah sakit bilang, kalau begitu mesti ada surat resmi dari Pemda Nduga ke Pemda Jayawijaya dan tembusannya ke rumah sakit,” kata Raga Kogeya.
Akan tetapi kata Raga Kogeya, hingga kini belum ada upaya dari Pemerintah Kabupaten Nduga, bekerjasama dengan Pemerintah Jayawijaya agar pengungsi di sana dapat dilayani di fasilitas kesehatan setempat.
“Jadi [sampai sekarang] kalau pengungsi berobat ke rumah sakit harus bayar. Tidak seperti Pemda Lanny Jaya yang kerjasama dengan Pemda Jayawijaya, jadi semua masyarakatnya berobat di sana dilayani,” ucapnya. (*)
Editor: Edho Sinaga