Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Dalam unjuk rasa yang berlangsung di Waena, Kota Jayapura, Selasa (8/3/2022), Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Cenderawasih, Salmon Wantik membacakan pernyataan sikap Solidaritas Mahasiswa Bersama Rakyat Papua Tolak DOB Pemekaran. Wantik menyatakan rencana pemekaran Provinsi Papua itu sepenuhnya agenda pemerintah, dan bukan kebutuhan rakyat Papua.
Wantik menyatakan kepentingan pemerintah di Jakarta untuk memekarkan Provinsi Papua terlihat dari proses pengundangan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Revisi UU Otsus Papua). UU Otsus Papua yang baru itu menghapuskan syarat bahwa pemekaran Provinsi Papua dan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) harus disetujui Majelis Rakyat Papua.
“Pemekaran [dan pembentukan] Daerah Otonomi Baru adalah hasil produk Otonomi Khusus Jilid 2, karena tidak terlepas UU Revisi UU Otsus Papua. [UU itu] dipaksakan Jakarta untuk diterapkan di Papua,” kata Wantik saat membacakan pernyataan sikap Solidaritas Mahasiswa Bersama Rakyat Papua Tolak DOB Pemekaran di Jalan SPG Waena, Selasa (8/3/2022).
Baca juga: Ini korban luka dan kronologi pembubaran aksi tolak pemekaran
Wantik menyatakan rencana pemekaran Provinsi Papua adalah murni kebijakan elit Jakarta dan elit politik di Papua. Menurutnya, kebijakan itu dilatarbelakangi kepentingan untuk meluaskan basis invasi militer, transmigrasi, investasi asing, dan paparan budaya barat ke Papua.
“Kami melihat kebijakan negara Indonesia tanpa mempertimbangkan sudut pandang rakyat Papua. [Termasuk kebijakan] tentang pemekaran [provinsi dan pembentukan] Daerah Otonomi Baru atau DOB] di Tanah Papua,” katanya dihadapan para pengunjuk rasa.
Wantik menegaskan aspirasi pemekaran yang pernah disampaikan sejumlah tokoh politik Papua bukanlah aspirasi Orang Asli Papua kebanyakan. “Aspirasi pemekaran itu berbeda dengan pandangan rakyat Papua. Kebijakan itu bukan murni aspirasi rakyat Papua, tetapi segelintir elit politik yang mempunyai kepentingan jabatan dan kekuasaan baru di Papua,” katanya.
Baca juga: John NR Gobai: Saya sudah serahkan aspirasi penolakan pemekaran kepada pimpinan DPR Papua
Wantik rencana pemekaran Provinsi Papua itu membahayakan nasib Orang Asli Papua. Ia menyatakan pengalaman Pemekaran Provinsi Papua untuk membentuk Provinsi Papua Barat telah diikuti dengan penambahan komando teritorial TNI/Polri di Papua, dan menambah jumlah kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua.
“Kami rakyat papua memandang pemekaran sebagai terminal pemusnahan ras dan etnis orang asli Papua. Ketika pemekaran, [di DOB hasil] pemekaran akan ada Komando Daerah Militer baru, Kepolisian Daerah baru, batalion baru, dan perluasan basis militer di Papua. Militer [adalah] salah satu pelaku kekerasan terbesar di Papua, dan kita bisa lihat faktanya di Nduga, Intan Jaya, Oksibil, Kiwirok, Maybrat, Yahukimo, dan Puncak Jaya, akibat dari operasi militer TNI/Polri,” katanya.
Wantik menilai pemekaran dan pembentukan DOB telah menjadi instrumen politik untuk memecah belah sesama Orang Asli Papua, dan menjadi alat diskriminasi rasial terhadap Orang Asli Papua. “Pemekaran [dan pembentukan] DOB [adalah] instrumen Jakarta untuk menghancurkan eksistensi kehidupan rakyat Papua serta menghancurkan sumber daya alam,” katanya.
Baca juga: Kapolresta Jayapura: pembubaran demo pemekaran sudah sesuai prosedur
Ketua Majelis Perwakilan Mahasiswa Universitas Cenderawasih, Abniel Doo mengatakan rencana pemekaran Provinsi Papua itu adalah gempuran politik Jakarta untuk melanggengkan kepentingannya tanpa memikirkan nasib Orang Asli Papua. “Kami seluruh lapisan masyarakat Papua menolak dengan tegas produk Jakarta tentang pemekaran,” kata Doo.
Doo mengatakan rakyat Papua juga menolak dengan tegas diundangkannya UU Revisi UU Otsus Papua yang memaksakan penerapan Otsus Papua Jilid 2 di Papua. “Kami rakyat Papua mendesak negara Indonesia segera menarik pasukan organik dan non-organik dari beberapa daerah konflik, yaitu Nduga, Intan Jaya, Oksibil, Maybrat, Yahukimo, Puncak Jaya, dan Papua pada umumnya,” kata Doo.
Doo mendesak Gubernur Papua untuk mencabut surat rekomendasi Izin Usaha Pertambangan penambangan Blok Wabu bagi MIND ID. “Kami rakyat Papua menolak dengan tegas negara Indonesia, berhentilah membuka ladang eksploitasi sumber daya alam di Papua,” katanya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G