Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih, Marlina Flassy SSos MHum PdD menyatakan warganet di Tanah Papua dapat mempergunakan kebebasan berekspresi di dunia nyata maupun di media sosial dengan baik. Menurutnya, warganet harus selalu menjaga etika dalam berkomunikasi, dan menghindari penyebaran berita bohong atau hoaks.
Hal itu dinyatakan Marlina Flassy selaku pembicara dalam webinar “Cerdas Berdemokrasi: Tantangan Jurnalistik di Era Digital” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama RRI Jayapura, Selasa (29/3/2022). Menurutnya, warganet harus memahami kebebasan berekspresi bukanlah kebebasan yang tanpa batas.
“Pemerintah Indonesia telah mengatur kebebasan, termasuk kebebasan dalam menyampaikan pendapat di ruang publik maupun di media massa. Ada batasannya,” kata Flassy.
Baca juga: Dekan FISIP Uncen: Jurnalis di Papua jangan hanya menulis berita politik
Flassy menegaskan setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di media sosial maupun media arus utama. Akan tetapi, kebebasan berpendapat itu jangan menjadi sumber perpecahan kehidupan berbangsa dan bernegara. Warganet di Tanah Papua juga harus menggunakan etika berkomunikasi dalam kehidupan di Tanah Papua yang majemuk.
“Kita bangsa berbudaya, dan bangsa yang multi etnis, dari Sabang sampai di Merauke. Setiap berita atau informasi yang kita sampaikan kepada publik, baik di dunia nyata maupun di media sosial, [harus] tetap menjaga etika dan sopan santun, agar tidak memecah belah. Berita hoaks diproduksi oknum warganet yang tidak bertangung jawab. Kita harus menjaga kekerabatan sesama orang Papua, juga warga nusantara lainnnya,” kata Flassy.
Flassy mengatakan Tanah Tanah Papua warganya multi kultur dan majemuk. Tanah Papua didiami beragam suku bangsa dengan karakter budaya berbeda. Sebagai pengguna media sosial, warganet diharapkan bijak dan mengedepankan etika komunikasi.
“Warga negara yang baik harus menggunakan etika. Kita tidak boleh beritakan atau memposting segala sesuatu semaunya. Sebab bisa menimbulkan persoalan yang merusak citra demokrasi di Tanah Papua,” katanya.
Flassy mengatakan, pasca Reformasi 1998, Indonesia telah bebas, termasuk dalam aspek penyampaian informasi dan kebebasan menyatakan pendapat.
“Negara Indonesia adalah negara demokrasi, maka semua elemen menjunjung tinggi kebebasan, entah dalam kehidupan nyata maupun di media digital. Jangan sampai kebebasan yang ada pada kita digunakan untuk memecah belah sesama suku bangsa yang ada,” katanya.
Baca juga: LBH Pers gelar pelatihan hukum bagi jurnalis dan CSO Papua
Flassy mengatakan warga Papua harus menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang menuntun kehidupan, tata krama, rasa saling menghargai. Ia menyatakan kebebasan itu harus dijaga, sebab kebebasan itu ada batasannya.
“Semangat kebebasan untuk pembangunanan serta demokrasi Pancasila dalam seluruh kehidupan masyarakat, berpedoman kepada nilai-nilai luhur Pancasila. Pedoman yang berpacu pada cara hidup bangsa Indonesia yang multi kultural,” katanya.
Jurnalis senior di Papua, Amir Hamzah Siregar mengatakan jurnalis di Papua harus menjaga iklim demokrasi yang baik. Jurnalis harus membangun narasi positif untuk membangun Papua dari pemberitaan.
“Jurnalis jangan terpengaruh dengan pemberitaan warganet. Jurnalis tetap berdiri pada etika dan kode etik wartawan untuk membangun iklim demokrasi dalam semua bidang kehidupan di era teknologi informasi ini,” katanya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G