Suka dan duka para relawan PON XX Papua

Relawan PON XX Papua
Mama Terida Ongge dan Mama Olga Monim. - Jubi/Yance Wenda

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Motivasi seseorang untuk menjadi relawan Pekan Olahraga Nasional atau PON XX Papua tentu tak seragam. Ada yang menjadi relawan demi mencari uang, ada pula yang menjadi relawan karena tidak punya kegiatan lain. Namun ada pula yang menjadi relawan PON XX Papua demi memeriahkan pesta olahraga empat tahunan itu.

Salah satu relawan PON XX Papua yang berasal dari Sentani, Kabupaten Jayapura, Terida Ongge menjadi relawan PON demi menjadi bagian dari peristiwa akbar itu. Ia ingin menjadi saksi sekaligus pelaku sejarah penyelenggaraan PON pertama di Tanah Papua.

Read More

“Saya terlibat menjadi relawan karena saya melihat eventnya. PON itu hanya sekali ini, Kalau mau ada [PON lagi] di Papua,  [mungkin] 200 tahun lagi. Saya menjadi relawan karena PON bisa ada di Tanah Papua, dan saya senang jadi relawan PON,” kata Ongge kepada Jubi, Selasa (12/10/2021).

Baca juga: Basket 3×3 PON XX Papua resmi dimulai, Tiga tim berjaya

Sebagai ibu rumah tangga, Mama Terida memilih menjadi bagian dari bagian konsumsi bagi atlet dan ofisial PON XX Papua. “Saya daftar relawan khusus konsumsi. Tugas kami di cabang olahraga polo air. Kami terima makan dari dapur, dari situ kami antar ke para atlet. Kami bagi ke tempat penginapan atlet, panitia pelaksana, teknisi. Dalam sehari kami bisa bagikan 100 – 200 porsi makanan,” jelasnya.

Sebagai relawan Mama Terida harus berangkat dari rumahnya setiap pagi pukul 06.00 WP, dan baru dapat pulang setelah seluruh tugasnya selesai dikerjakan. “Aktivitas rumah itu mama kasih tinggal. Mama punya anak-anak sudah besar semua, jadi soal masak di rumah itu mereka bisa. Paling mama cuma kasih naik nasi, setelah itu datang bekerja dan pulang jam 21.00 WP,” kata ibu empat anak itu.

Selama menjadi relawan, Mama Terida mengalami suka dan duka. “Yang paling menyenangkan itu bagaimana kami bisa melayani atlet dari luar Papua. Yang paling kadang membuat kami kesal, kendaraan pengantar makanan [kadang] tidak ada. Ya terpaksa [kami mengantar [makanan] memakai motor relawan, kami antar ke setiap tempat tinggal atlet. Sekali jalan kami bisa bawa 20 – 30 kotak makanan,” ujar Ongge.

Baca juga: Agus Prayogo raih hattrick medali emas nomor lari jarak jauh PON XX Papua

Relawan yang lain, Olga Monim (52 tahun) juga menjadi relawan karena tahu ia belum tentu akan mengalami penyelenggaraan PON berikutnya. “Saya senang sekali terlibat dalam PON. Walau menjadi relawan, saya rasa suka cita sekali, karena baru pertama kali PON diadakan di Papua. [Jika] ada [penyelenggaraan PON di Papua] lagi, tentu butuh waktu yang sangat lama,” ujar ibu lima anak ini.

Olga sebagai ibu rumah tangga juga harus meninggalkan aktivitasnya di rumah. Baginya besar dan kecil pendapatan [sebagai relawan] bukanlah ukuran, namun kebanggaannya karena terlibat dalam PON XX Papua.

“Saya senang saja terlibat dan bekerja. Kadang dengan teman-teman ada salah pengertian, tapi itu cuma sebentar saja. Kadang yang buat kami kesal [adalah aparat] keamanan yang jaga dengan terlalu berlebihan. PON ini sekali [saja diselenggarakan] di Papua, kenapa kami harus dibatasi keluar-masuk [arena PON],” tutur Monim. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply