Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Sekretaris Solidaritas Pedagang Asli Papua atau Solpap, Natan Naftali Tebay mengatakan pemerintah daerah harus membuat regulasi yang melindungi pangan lokal Papua. Aturan itu dinilai penting untuk menjaga kelestarian pangan lokal orang asli Papua.
Hal itu dinyatakan Natan Naftali Tebay di Jayapura, Jumat (10/1/2019). Tebay menilai berbagai kebijakan pemerintah di bidang pangan menunjukkan bias “beras adalah makanan pokok”, sehingga mempengaruhi kedaulatan pangan orang asli Papua.
“Kebijakan pemerintah dari pusat hingga daerah [seperti] upaya [menjadikan] nasi sebagai makanan pokok [orang asli Papua]. Makanan warisan leluhur orang asli Papua bukan nasi. Ada pangan lokal seperti sagu, keladi, ubi, pisang, dan lain-lain,” ujar Tebay.
Tebay melihat pemerintah daerah tidak memperlihatkan upaya untuk menjaga kelestarian pangan lokal Papua. “Dalam ruang lingkup Otonomi Khusus Papua, pangan lokal sudah harus dibahas dan ada aturan dibuat oleh pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat Papua, dan Majelis Rakyat Papua,” ujar Tebay.
Menurut Tebay, proteksi pangan lokal itu harus mencakup proteksi terharap Mama-mama Papua dalam memperdagangkan hasil kebun mereka. Mama-mama Papua juga harus mendapatkan perlindungan untuk dapat memperdagangkan hasil kebun mereka di pasar, termasuk memastikan adanya tempat yang cukup bagi Mama-mama Papua untuk berjualan.
“Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Papua seharusnya menempatkan proteksi pangan lokal sebagai prioritas, yang kemudian diturunkan menjadi program kerja yang konkret. Upaya proteksi pangan lokal tidak boleh hanya sebatas pemenuhan syarat administratif semata,” kata Tebay.
Tebay juga berharap pemerintah akan membangun pusat penyimpanan pangan lokal sebagai cadangan pangan. “Kami menolak upaya pemerintah yang melakukan pembangunan dengan menebang pohon sagu atau menghilangkan lahan garapan Mama-mama Papua yang berkebun,” kata Tebay.
Ketua Solpap, Frengky Warer mengatakan hingga kini pemerintah gagal merumuskan kebijakan yang jelas dalam pengelolaan pasar di Papua, berikut proteksi bagi Mama-mama Papua. Para Mama-mama Papua bahkan tidak kunjung mendapatka lokasi berjualan.
“Kami meminta agar lantai tiga [Pasar Mama-mana] segera dikembalikan kepada kami, agar kami dapat mengelolanya. Sudah tahun 2020 jangan molor sampai 2021 sebab banyak agenda yang harus kami bina khusus mama mama pasar,” katanya.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G