Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw mengatakan penyelamatan perempuan dan anak Papua penting untuk menyelamatkan generasi Papua masa mendatang. Hal itu dinyatakannya saat menghadiri lokakarya “Mendorong Kebijakan Layanan Terintegrasi bagi Perempuan dengan HIV/AIDS di Wilayah Konflik dalam Penyelenggaraan Otonomi Khusus Papua” yang digelar Majelis Rakyat Papua dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan di Kota Jayapura, Rabu (17/11/2021).
Jhony Banua Rouw menyatakan seperti apa nasib generasi Papua pada masa mendatang akan ditentukan setiap upaya hari ini untuk melindungi perempuan dan anak-anak Papua. “Kami perlu sadar, bahwa apapun yang dilakukan hari ini, generasi ke depan juga ditentukan hari ini, juga dari rahim Mama-mama Papua,” ujarnya.
Rouw mengatakan perlindungan perempuan dan anak di Papua seharusnya tidak berhenti menjadi pembicaraan dalam lokakarya saja. “Dari kegiatan lokakarya itu, kami ketahui ada banyak masalah khusus perempuan dan anak di Papua, baik di wilayah konflik dan juga di luar dari wilayah konflik,” kata Rouw.
Baca juga: MRP dan Komnas Perempuan bahas perlindungan perempuan ODHA di wilayah konflik
Menurut Rouw, Papua menjadi salah satu daerah dengan tingkat prevelansi kasus HIV/AIDS tertinggi di Indonesia. Prosentasi jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) terhadap jumlah total penduduk Papua tinggi.
“Kita sendiri tahu bahwa di Indonesia, khususnya di Papua ini, ODHA paling tinggi presentasenya. Tentu ini kami harus mengambil langkah-langkah, dan tidak hanya sampai di lokakarya. Kami sepakati dan kita coba melihat beberap regulasi yang sudah kami sahkan sebelumnya, Perdasus Nomor 1 tahun 2011 yang baru di revisi tentang HIV/AIDS,” ujar Rouw.
Ia menyatakan pengesahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Revisi UU Otsus Papua) membuat peranan pemerintah daerah di Papua untuk melindungi perempuan dan anak menjadi semakin penting. Rouw menyatakan DPR Papua akan membuat Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) atau Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang perlindungan perempuan dan anak.
“[Dengan] revisi UU Otsus Papua, kewenangan pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten, [untuk] proteksi terhadap perempuan Papua dan anak-anak menjadi penting. Ke depan, kami akan memproduksi Perdasi atau Perdasus yang betul-betul melindungi perempuan dan anak-anak Papua agar bisa mendapatkan hak-hak mereka dengan baik,” ujarnya.
Baca juga: Aktivis suarakan ketimpangan yang dialami perempuan Papua
Dalam lokakarya yang sama, Peraih penghargaan Hak Asasi Manusia Yap Thiam Hien 2009, Pastor John Djonga Pr menyatakan DPR Papua dan MRP merupakan ujung tombak upaya perlindungan perempuan dan anak di Papua. Djonga menyatakan kekerasan terhadap perempuan masih menjadi masalah besar di Papua.
“Untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kekerasan terhadap perempuan, ini satu momen yang baik, di mana Komnas Perempuan dapat menghadirkan MRP dan DPR Papua. Kedua lembaga itu merupakan elemen penting dalam proses pembagunan di Papua, [termasuk] pembagunan hak-hak perempuan dan anak Papua dari segi kesehatan,” ujarnya.
Djonga berharap lokakarya itu bisa diikuti dengan perumusan agenda yang jelas untuk melindungi perempuan dan anak di Papua. “[Semoga] lokakarya itu tidak berhenti begitu saja, tapi [isinya] dapat disebarkan luaskan baik melalui media cetak, elektronik, dan juga melalui lembaga [yang mengikuti lokakarya], agar [agenda] penyelamatan perempuan dan anak itu benar-benar dilakukan,” ucapnya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G