Revisi UU Otsus Papua hanya jawab kebutuhan pemerintah pusat dan parpol

papua,otsus, petisi
Foto ilustrasi, para peserta aksi Komite Aksi Penolakan Otsus Jilid II di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (10/8/2020), membakar peti mati Otsus Papua. - Jubi/Dok

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Direktur Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum Manokwari, Jan Christian Warinussy menilai hasil pembahasan Rancangan Undang-undang atau RUU tentang Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua atau Otsus Papua tidak akan menjawab soal kegagalan Otsus Papua. Hasil pembahasan RUU itu dinilai Warinussy lebih menjawab kebutuhan dan kepentingan pemerintah pusat serta partai politik besar di Jakarta.

Warinussy menilai hasil pembahasan RUU itu justru memperbesar wewenang pemerintah pusat di Jakarta untuk “mengendalikan” Otsus Papua. “Jadi perubahan terhadap isi Pasal 1 [tentang ketentuan umum], Pasal 34 [tentang Dana Otsus], dan Pasal 76 [tentang pemekaran provinsi] adalah keinginan atau aspirasi pemerintah pusat. Pameo ‘lepas kepala tapi pegang ekor’ akan terimplementasikan,” tulis Warinussy membalas pertanyaan Jubi melalui layanan pesan singkat, Selasa (13/7/2021).

Read More

Warinussy mengatakan pemerintah di Jakarta hanya memakai pertimbangan keamanan dan integrasi semu untuk dapat “menguatkan cengkeramannya”, sehingga mengubah ketentuan pemekaran dalam UU Otsus Papua. Pemerintah pusat jelas ingin mempermudah prosedur pemekaran provinsi di Tanah Papua.

Baca juga: MRP/MRPB desak MK hentikan pembahasan RUU Perubahan UU Otsus Papua

“[Hal itu] bisa dilihat dari revisi Pasal 76 ayat (2) UU Otsus Papua tersebut. Di sisi lain, saya melihat bahwa revisi yang terjadi pada 16 pasal lainnya lahir dari inisiatif partai-partai politik besar di Indonesia yang alergi dengan amanat pasal 28 UU Otsus Papua mengenai partai politik, di mana penduduk Papua dapat membentuk partai politik [lokal],” katanya.

Hasil pembahasan RUU itu juga semakin menunjukkan bahwa pemerintah pusat dan partai politik di DPR RI tidak ingin memberikan ruang perlindungan bagi implementasi hak politik orang asli Papua. “Pengaturan baru yang memperluas keberadaan kursi anggota parlemen jalur pengangkatan dari propinsi ke kabupaten/kota dibuat sebagai ‘gula-gula politik’ belaka bagi rakyat Papua,” katanya.

Warinussy menyatakan rakyat Papua mesti senantiasa melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan Uji Materil terhadap revisi UU Otsus Papua ini. “Pembahasan RUU itu sangat inkonstitusional, karena mereka mengabaikan UU Otsus Papua Nomor 21 Tahun 2001,” kata Warinussy.

Tokoh pemuda Papua, Maiton Gurik mengatakan hasil pembahasan RUU Perubahan Kedua UU Otsus Papua menunjukkan upaya pemerintah pusat mengebiri UU Otsus Papua.  “Tidak satupun aspirasi orang Papua diakomodir. Pemerintah pusat melakukan evaluasi versi mereka, dan menetapkan pasal-pasal yang akan diterapkan,” kata Gurik. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply