Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM perwakilan Papua, berencana menyurati Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Papua, berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, terhadap 8.300 karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI), kontraktor dan privatisasi.
Kepala Kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan para pekerja yang di-PHK sepihak itu mempertanyakan mengapa hingga kini Disnaker Papua belum mengambil langkah, yakni menerbitkan nota dua kepada pihak perusahaan.
“Mereka ingin Disnaker dan Komnas HAM perwakilan Papua, duduk bersama kenapa nota dua dari Disnaker Provinsi belum keluar, apa alasannya. Mereka belum dapat klarifikasi. Kami akan surati Disnaker untuk duduk bersama menanyakan itu. Dalam kasus ini, mereka ini menjadi objek sekaligus subjek,” kata Ramandey kepada Jubi, Senin (12/4/2021).
Komnas HAM perwakilan Papua menyayangkan Disnaker provinsi dan Kabupaten Mimika, tidak dapat menyelesaikan kasus tersebut hingga kini. Padahal ada ribuan orang yang statusnya digantung.
“Ini tidak boleh berlama lama, ada ribuan orang statusnya digantung karena itu ada pihak yang harus berperan menangani ini,” ujarnya.
Ramandey mengakui, tidak bisa melemparkan masalah ini sepenuhnya kepada pemerintah. Akan tetapi pemerintah punya kewajiban memastikan proses ini selesai sehingga ada putusan pengadilan dan itu menjadi rujukan.
Menurutnya, data para karyawan menyebutkan hingga kini sebanyak 82 rekan mereka telah meninggal dunia, pascadi-PHK sepihak sejak 2017 silam.
“Memang hingga kini mereka tidak setuju jika disebut eks karyawan. Mereka masih beranggapan sebagai karyawan karena belum menerima surat pemberhentian secara jelas,” ucapnya.
Satu di antara perwakilan karyawan PTFI yang di-PKH sepihak, Antonius Awom belum lama ini mengatakan, pihaknya sudah berulangkali menyampaikan aspirasi ke DPR Papua sejak 2018, dengan harapan lembaga itu dapat menyelesaikannya.
Akan tetapi hingga kini belum ada kejelasan penyelesaian dari lembaga wakil rakyat tersebut. Meski DPR Papua telah membentuk Panitia Khusus atau Pansus pada 2018 silam, namun tak ada solusi yang dihasilkan.
“Ketika kami bertemu pada 2020 lalu, DPR Papua berjanji akan kembali membentuk pansus. Akan tetapi hingga kini kami tidak tahu seperti apa perkembangannya. Kami selalu menanyakannya, namun tidak mendapat jawaban jelas,” kata Antonius Awom, beberapa hari lalu.
Menurutnya, selama memperjuangkan adanya keadilan dalam empat tahun terkahir, sudah puluhan orang rekan mereka meninggal dunia, ini belum termasuk anak atau istrinya.
“Ada berbagai penderitaan kami alami selama ini. Ada teman kami yang anak anaknya tidak lagi sekolah karena tak ada biaya. Tidak bisa berobat ketika sakit dan berbagai kendala lain,” ujarnya.(*)
Editor: Edho Sinaga