Perubahan bentang alam Cycloop naikkan risiko bencana

Cycloop Papua
Foto ilustrasi, Cagar Alam Cycloop. - Jubi/Dok

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Sentani, Jubi – Banjir bandang Sentani yang terjadi pada 16 Maret 2019 telah mengubah bentang alam Cagar Alam Pegunungan Cycloop, hingga meningkatkan risiko bencana banjir bandang baru. Hal itu dinyatakan Sekretaris Eksekutif Foker LSM Papua, Apner Mansai, Kamis (25/2/2021).

Mansai menjelaskan, Cagar Alam Pegunungan Cycloop memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, antara sebagia sumber air bagi warga Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura. Akan tetapi, kerusakan lingkungan di Cagar Alam Cycloop terus terjadi.

Read More

“Kerusakan terjadi karena aktivitas yang dilakukan, baik [oleh] masyarakat, [maupun kegiatan] pembangunan, dan aktivitas di hulu sungai. Terjadi perubahan ekosistem yang berkaitan dengan penyerapan [air],” kata Mansai.

Menurutnya, pasca Banjir Bandang Sentani pada 16 Maret 2019, ada perubahan bentang alam yang dapat dilihat dengan citra satelit. “Berapa titik di Cycloop mengalami patahan, itu sudah berlangsung lama, dan tertampung di sungai-sungai kecil. Di situ banyak tanah, kotoran, pohon, dan segala macam,” kata Mansai.

Baca juga: Antisipasi risiko banjir bandang, 4 sungai di CA Cycloop dipantau

Mansai mengkhawatirkan berbagai patahan itu berpotensi membendung aliran air di lereng pegunungan Cycloop. Jika curah hujan meningkat, debit aliran air di lereng pegunungan Cycloop akan meningkat dan bisa menimbulkan banjir bandang baru.

“Patahan yang tertampung itu tidak kuat menahan air yang deras, karena lereng pegunungan Cycloop cukup terjal. Struktur tanah juga tidak cukup kuat, sehingga air yang mengalir deras bisa membongkar patahan tadi,” kata Mansai.

Menurutnya, tegakan hutan di lereng Cycloop juga tidak cukup untuk melindungi lapisan tanah dari derasnya aliran air. “Karena kosong, dia mempercepat laju material yang turun dari gunung. Citra satelit [menunjukkan] bekas patahan dan longsor itu bisa sewaktu-waktu turun [ke] Sentani hingga Kotaraja, dan Kampung Hormu,” kata Mansai.

Sebelumnya, tim gabungan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Memberamo, dan Masyarakat Mitra Polisi Hutan (MMP) Resort Sentani memantau empat Daerah Aliran Sungai (DAS) Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Pemetaaan itu antara dilakukan dengan merekam bentang alam Daerah Aliran Sungai dengan pesawat nirawak (drone).

Baca juga: Cagar Alam Cycloop tetap rusak parah

Pemantauan itu dilakukan di Sungai Taruna, Kelurahan Hinekombe, Sungai Makanuay di Kampung Doyo Baru, Sungai Sereh, dan Sungai Eboy di Kelurahan Toladan. Saat memantau aliran Sungai Eboy di Kelurahan Toladan hingga sejauh 300 meter dari batas luar kawasan, tim menemukan longsoran di salah satu anak Sungai Eboy yang mengering.

Kepala BBKSDA Papua, Edward Sembiring menjelaskan longsoran itu sebenarnya merupakan guguran longsor tahun lalu, dan bukan longsoran baru. Akan tetapi, longsoran itu berpotensi menutup aliran anak Sungai Eboy itu, terutama saat hujan deras yang akan membuat aliran air Sungai Eboy mencapai anak sungai itu. “Itu berpotensi membawa material ke tempat yang lebih rendah, sehingga perlu diwaspadai,” kata Sembiring.

Sembiring mengimbau masyarakat agar tetap waspada dan jeli terhadap tanda-tanda alam. Kewaspadaan itu dibutuhkan dalam memitigasi risiko bencana, agar kerugian yang terjadi dalam peristiwa banjir bandang Sentani pada 16 Maret 2019 tidak terulang. “Kita sama-sama berdoa, semoga tidak akan terjadi lagi banjir bandang. Kalaupun terjadi, kita sudah punya persiapan, sehingga bisa meminimalkan dampaknya. Semoga situasi tetap kondusif dan masyarakat tetap beraktivitas seperti biasa,” katanya. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply