Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Pemerintah Provinsi Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua mesti terus memperjuangkan hadirnya Peraturan Daerah Khusus tentang pembentukan partai politik lokal dan rekrutmen politik orang asli Papua. Kementerian Dalam Negeri harus didesak untuk meregistrasi Peraturan Daerah Khusus tentang partai politik lokal dan rekrutmen politik orang asli Papua yang sudah disahkan sejak 9 September 2016.
Hal itu disampaikan dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Cenderawasih Jayapura, Yakobus Richard Murafer MA, menanggapi hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 di Papua. Hasil Pemilu 2019 mengindikasikan banyak calon anggota legislatif (caleg) orang asli Papua (OAP) kalah perolehan suara dari caleg non-Papua, sehingga keterwakilan orang asli Papua di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota di Papua diperkirakan akan berkurang.
Murafer menyatakan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) telah mengesahkan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang partai politik lokal dan rekrutmen politik orang asli Papua sejak 9 September 2016. Akan tetapi, setelah dua tahun berlaku, Kemeterian Dalam Negeri (Kemendagri) belum juga meregistrasi Perdasus itu, sehingga Perdasus itu tidak bisa dijalankan.
“Kalau memang Perdasus itu dianggap Kemendagri bertentangan dengan Undang-Undag lain, eksekutif dan legislatif mesti tetap memperjuangkannya. Tanpa payung hukum, apa yang dikhawatirkan pasti terjadi,” kata Yakobus Murafer kepada Jubi, Minggu (19/5/2019).
Menurut Murafer, proses perancangan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi (Raperdasi)/Rancangan Perdasus, pengesahan hingga penerapannya memang harus melalui sejumlah tahapan. Salah satu tahapan itu adalah berkonsultasi dengan Kemendagri, yang dilakukan untuk mendapatkan persetujuan dan penomoran, sehingga Perdasi/Perdasus bisa diberlakuan.
Murafer menyatakan dalam tahapan konsultasi itu Kemendagri berwenang mempertimbangkan berbagai aspek, sebelum meregistrasi atau menyetujui diberlakukannya peraturan daerah itu. Salah satunya, apakah peraturan daerah tidak berbenturan dengan Undang-Undang (UU) lain. Misalnya UU partai politik, UU tentang pemilihan umum, ataupun UU tentang pemerintahan daerah.
“Meski Papua punya dasar hukum kuat (untuk membentuk partai politik lokal dan memprioritaskan orang asli Papua dalam rekrutmen politik) yaitu UU Otonomi Khusus Papua, namun Perdasus tidak boleh berbenturan dengan UU (lainnya). (Hasil Pemilu 2019 menunjukkan) ada kebutuhan memproteksi orang asli Papua dalam jabatan politik, sehingga kita harap Menteri Dalam Negeri bisa melihat itu,” ucapnya.
Pasal 28 UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua telah mengatur hak penduduk Papua untuk membentuk partai politik lokal. Pasal itu juga menyatakan rekrutmen politik di Papua harus memprioritaskan orang asli Papua, dan setiap partai politik diwajibkan meminta pertimbangan Majelis Rakyat Papua dalam melakukan rekrutmen politik.
Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRP, Emus Gwijangge mengatakan pihaknya masih menunggu jawaban Kemendagri atas konsultasi Perdasus partai politik lokal dan rekrutmet politik orang asli Papua yang telah disahkan DPRP sejak 9 September 2016 itu.“Ketika kami konsultasikan ke Kemendagri, belum ada jawaban hingga kini. Perdasus itu masih tertahan di Jakarta,” kata Emus Gwijangge. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G