Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ketua Komisi bidang pemerintahan, politik, hukum dan hak asasi manusia Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Orgenes Wanimbo menyatakan pengamanan dan kelayakan dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Abepura, Kota Jayapura, Papua harus dievaluasi. Evaluasi itu dibutuhkan untuk menemukan penyebab para narapidana di sana sering melarikan diri.
Hal itu dinyatakan Wanimbo di Jayapura, Jumat (10/5/2019), terkait kasus kabarnya sepuluh narapidana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Abepura pada 24 April 2019 lalu. Ketika itu sepuluh narapidana melarikan diri dari Lapas Abepura, namun sembilan diantaranya telah tertangkap lagi setelah kabur beberapa jam. Belakangan kasus itu menjadi sorotan banyak pihak, karena dua dari sembilan narapidana yang tertangkap lagi itu, meninggal dalam waktu yang berdekatan.
Wanimbo mengatakan sejak 2015 hingga 2019, hampir setiap tahun ada narapidana atau tahanan yang kabur dari Lapas Abepura. Pada 28 Maret 2015, dua tahanan berhasil kabur, 14 Januari 2016 sebanyak 13 narapidana melakukan aksi serupa. Pada 19 Februari 2017, sebanyak enam narapidana kabur dari Lapas Abepura. Kejadian serupa terjadi, 24 April 2019.
“Ini yang harus dievaluasi, dicari tahu apa penyababnya. Apakah karena jumlah sipir tidak sebanding dengan jumlah narapidana? Ataukah karena jumlah narapidana di Lapas Abepura sudah melebihi kapasitas? Atau fasilitasnya sudah tidak memadai? Para tahanan itu mestinya tidak bisa leluasa berupaya kabur. Inilah yang mesti selidiki Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan pihak terkait,” ujarnya.
Secara terpisah Kepala Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan pihaknya sudah dua kali melakukan rekonstruksi terkait kaburnya narapidana dari Lapas Abepura. Rekonstruksi dilakukan pada 3 Mei dan 7 Mei 2019.
“Kesimpulan sementara kami, pelarian itu direncanakan beberapa hari sebelumnya. Ini berdasarkan keterangan beberapa narapidana yang sempat kabur dan kembali tertangkap,” kata Frits Ramandey. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G