Papua No. 1 News Portal | Jubi
Sentani Jubi – Kepala sekolah SD Inpres Hawai Sentani, Kabupaten Jayapura, Tiarly Samosir, mengatakan sejak terjadi banjir bandang Maret lalu hingga saat ini, anak murid di SD Inpres Hawai yang menjadi korban banjir belum menerima bantuan apapun.
“Sampai saat ini kami belum menerima bantuan dari dinas untuk anak-anak kami yang menjadi korban banjir bandang Maret lalu. Jumlah siswa kami yang menjadi korban banjir ada sekitar 20 anak,” jelas Tiarly, kepada Jubi, di Sentani, Selasa (23/7/2019).
Tiarly mengatakan meski belum menerima bantuan, dengan modal semangat yang tinggi, anak-anak tetap datang ke sekolah dengan kondisi apa adanya.
“Dari kejadian itu saya biarkan mereka mau datang dengan kaki telanjang atau pakai sandal jepit atau dengan pakaian gado-gado, itu tidak penting. Yang lebih penting itu mereka bisa sekolah walau dengan pakaian seadanya,” katanya.
Tiarly menambahkan dinas terkait sudah pernah minta data peserta didik yang menjadi korban banjir dan meluapnya air Danau Sentani, dan pihak sekolah sudah mengirim data seperti yang diminta.
“Tapi sampai sekarang tidak ada kelanjutannya. Mungkin ada yang lebih parah kah. Tapi itu tidak apa-apa, sekarang saya lihat anak-anak sekolah sudah seperti biasa, mereka sudah kembali pake seragam putih merah dan sepatu,” ujarnya.
Terpisah, koordinator posko pengungsian Toladan, Karel Tabuni, mengatakan dari dinas terkait pernah datang mendata jumlah anak usia sekolah namun sampai saat ini belum ada follow up dari pendataan tersebut.
“Dari Dinas Pendidikan Kabupaten Jayapura pernah datang dan minta data anak sekolah dari SD, SMP, dan SMA. Kami sudah kasih semua data lengkap tapi sampai sekarang ini tidak ada respons. Apakah memang tidak ada anggaran atau bagaimana, saya tidak tahu,” ungkapnya.
Tabuni menambahkan terlalu banyak yang mengatasnamakan dinas ini dan itu untuk mengambil data di setiap posko pengungsian.
“Apa benar dari posko induk atau dinas terkait yang minta ambil data atau bagaimana, itu tidak jelas, karena yang datang minta data bukan satu atau dua orang, tapi banyak yang datang bilang dari posko induk dan dari pemda, hingga saat ini begitu saja tidak ada kelanjutannya,” kata Tabuni. (*)
Editor: Dewi Wulandari