Papua No. 1 News Portal | Jubi
Timika, Jubi – Mewujudkan Papua damai sejahtera dengan meneruskan obor penginjilan dan pendidikan akan menjadi program utama Gereja Kemah Injil (Kingmi) di Tanah Papua, sebagaimana disampaikan Pdt. Tilas Mom, M. Th, yang baru terpilih menjadi Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua periode 2021-2026.
Dalam kepemimpinannya lima tahun ke depan, Pdt. Tilas Mom menyadari sebagian besar umatnya hidup di daerah-daerah konflik di Tanah Papua dan menjadi pihak yang terdampak langsung dalam berbagai peristiwa yang merendahkan bahkan menghilangkan harkat dan martabat manusia hingga pelanggaran hak-hak dasar umatnya.
Ia menyebutkan sebagian daerah basis jemaat Kingmi di Tanah Papua yang hingga sekarang mengalami persoalan kemanusiaan, di antaranya Nduga, Intan Jaya, Puncak, Paniai, Kiwirok (Pegunungan Bintang), dan Yahukimo.
“Umat kami dari Nduga sampai sekarang masih mengungsi. Baru-baru di Puncak juga mengungsi. Belum lagi yang saat ini sedang terjadi dengan umat kami di Intan Jaya. Mereka tidak bisa ke gereja sembahyang dengan tenang, karena ada baku tembak. Mereka juga tidak leluasa ke kebun untuk ambil makanan, atau tidur di rumah dengan tenang. Pergumulan kami juga tentang umat kami yang ditembak. Umat tidak bisa hidup tenang di kampungnya sendiri, di rumahnya sendiri, tidak tahu ini sampai kapan tapi tugas kami para gembala adalah bantu umat dari masalah itu,” kata Pdt. Tilas kepada Jubi, Minggu (7/11/2021).
Ketua Sinode Gereja Kingmi di Tanah Papua yang baru ini meminta seluruh gembalanya menunaikan tugas kegembalaan, mulai dari dalam rumah tangga, hidup berjemaat hingga dalam lingkungan yang lebih luas. Untuk mendukung itu, struktur organisasi gereja ini diisi oleh Departemen Keadilan dan Perdamaian yang akan betugas mendukung program kerja Sinode terkait kemanusiaan yang tersebar di 13 koordinator gereja dan 92 klasis gereja Kingmi di Tanah Papua.
Sementara itu, Ketua Departemen Keadilan dan Perdamaian, Yones Douw, mengatakan penguatan pekerja gereja menjadi salah satu program penting dalam lima tahun mendatang. Menurutnya, dengan kemampuan petugas gereja yang baik di tingkat umat, upaya mendorong keadilan dan perdamaian pun bisa perlahan membaik.
“Pertama, sama seperti lima tahun terakhir ini, kita akan perkuat basis di lapangan dengan memberikan pelatihan investigasi dan monitoring kepada para pekerja gereja. Kedua, kami fokus pada kondisi riil di Papua seperti pengungsian, penembakan, operasi militer, penambahan militer di Papua,” kata Yones kepada Jubi, Minggu.
Yones, yang kembali menduduki jabatan sama seperti lima tahun terakhir ini, menjabarkan sebagian temuan dari kerja-kerjanya yang diyakininya masih terus berlangsung hingga sekarang. Secara umum, korban yang ditimbulkan dari kontak tembak antara aparat TNI-Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) adalah masyarakat sipil baik orang asli Papua maupun nonpapua. Tidak sedikit juga menyebabkan korban luka dan nyawa terhadap kedua pihak dalam aksi baku-tembak.
“Mereka [umat] kehilangan tempat kerja mereka, akibat dari itu banyak yang meninggal. Tapi kita dari gereja tidak mendata secara rapi sampai hari ini. Itu karena faktor biaya, komunikasi dengan teman lapangan karena belum pahami pentingnya [pendataan dan monitoring] itu,” ujarnya.
Tidak bisa jalan sendiri
Pada panggung pertamanya sebagai Ketua Sinode XI, Pdt. Tilas Mom memberikan pidato perdana dengan mengundang Pdt. Dr. Benny Giay (Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua X) dan Pdt Dorman Wandikbo (Presiden Gereja Injili Di Indonesia).
Menduduki jabatan Ketua Sinode dinilainya memiliki tanggung jawab besar di daerah seperti di Tanah Papua. Dukungan berbagai pihak, katanya, menjadi penting.
“Bapak dua ini, kakak saya, bapak saya Benny Giay dan Presiden GIDI, harus ada di belakang saya karena mau jalan sama-sama. Salib ini berat. Saya tidak bisa angkat sendiri, harus ada kawan. Kita pikul sama-sama maka bisa lebih ringan. Kami akan sama-sama duduk, kami akan sama-sama berdiri, kami akan sama-sama lapar, sama-sama kenyang. Itu prinsip Sinode Kingmi di Tanah Papua yang baru,” ujarnya.
Menanggapi itu, Pdt. Benny Giay yang juga Moderator Dewan Gereja Papua, menyambut “permintaan” tersebut.
“Saya siap jalan sama-sama,” ujarnya singkat.
Senada, dukungan juga disampaikan Presiden GIDI Pdt. Dorman Wandikbo.
“Saya siap kawal sampai lima tahun ke depan,” katanya, yang berpesan kepada seluruh umat gereja dari berbagai denominasi untuk saling menerima, mengakui, dan tidak membuat sekat pemisah.
Sebagai informasi, Pdt. Tilas Mom unggul dalam pemilihan calon Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua untuk periode 2021-2026 dari 15 calon lainnya. Ke-15 calon itu adalah Pdt. Simon Hilapok, M.Th; Pdt. Yahya Lagowan, M.Th; Pdt. Dr. Noak Nawipa; Pdt. Erson Wenda, S.Th; Pdt. Nataniel Tabuni, S.Th; Pdt. Yusak Pekei, M.Th; Pdt. Markus Kilungga, S.Th; Pdt. Sendi Tabuni, M.Th; Pdt. Marthen Maui, S.Th; Pdt. Daud Auwe, M.Th; Pdt. Henock Nawipa, S.Th; Pdt. Dr. Yance Nawipa; Pdt. Dr. Yulian Anouw; Pdt. Markus Iyai, M. Ms; dan Pdt. Nataniel Tabuni, S. Th.
Pernyataan
Pertama, ucapan terima kasih kepada Dirjen OTDA dan Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI yang turut hadir langsung.
“Kami sampaikan terima kasih karena Gereja Kemah Injil di Tanah Papua sudah diakui sebagai salah satu sinode di dalam Republik Indonesia. Sekaligus, berjanji akan didaftarkan di Kementerian Agama RI di Jakarta sebagai sebuah Sinode dan akan mengeluarkan Surat Izin Operasional di Provinsi Papua Barat.”
“Kedua, kami mendesak segala upaya yang berhubungan dengan kekerasan pelanggaran HAM selama 60 tahun lebih karena sampai hari ini belum ada upaya penyelesaian agar mencarikan penyelesaian melalui dialog atau perundingan.”
Ketiga, menolak pemberlakuan Daerah Otonom Baru ‘pemerkaran’ kabupaten dan provinsi.
“Sebab akan mengganggu eksistensi orang asli Papua.”
Keempat, mendesak pemerintah dan pihak terkait dalam penyelesaian masalah pengungsi di berbagai daerah seperti Nduga, Intan Jaya, Kiwirok (Pegunungan Bintang), Puncak.
“Kami juga mendesak penyelesaian masalah warga jemaat kami yang sedang mengungsi akibat adanya kontak senjata antara TNI/Polri Vs TPN-OPM.”
Kelima, mendorong upaya penyelesaian konflik secara damai antara TNI/Polri dan TPN-PB melalui mekanisme dialog atau perundingan yang demokratis dalam semangat menghargai harkat dan martabat manusia di Tanah Papua.
Dan, yang keenam, “Kami menolak adanya upaya yang dilakukan terhadap segala bentuk illegal logging, illegal fishing, illegal minning, dan segala bentuk surat izin investasi seperti surat izin Blok Wabu [Intan Jaya] dan surat izin [kepada perusahaan] kelapa sawit karena mengganggu ketentraman warga gereja,” katanya. (*)
Editor: Dewi Wulandari