Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Pemerintah Kota (Pemkot) Jayapura, Provinsi Papua melalui Dinas Kesehatan melaksanakan program pemeriksaan malaria secara massal atau Mass Blood Survey (MBS) guna menurunkan angka kesakitan malaria.
“Saya ingin rakyat sehat jasmani dan sehat rohani agar aman dan nyaman saat melakukan aktifitas dimanapun, kapanpun, dan dimana saja,” ujar Wali Kota Jayapura, Benhur Tomi Mano, saat pencanangan pemeriksaan massal malaria di Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, Papua, Selasa (25/1/2022).
Dikatakan Tomi Mano, penyakit malaria masuk dalam kategori 12 penyakit terbesar di ibukota Provinsi Papua ini, sehingga dengan pencegahan tersebut dapat menekan angka kematian akibat penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk itu.
“Kami tidak tinggal diam dalam menangani malaria ini. Saya berusaha menekan angka kematian ibu melahirkan dan kematian bayi, mencegah penularan HIV, stunting, ISPA, demam berdarah. Saya imbau warga mendukung program kerja dan kegiatan pemerintah demi kebaikan bersama,” ujar Tomi Mano.
Tomi Mano berharap agar warga mencintai kebersihan, seperti membersihkan selokan atau parit di lingkungan tempat tinggal masing-masing supaya menghindari penyakit, salah satunya malaria.
“Langkah-langkah pencegahan dengan menanam sereh, membagikan kelambu, menyebar benih ikan di genangan air, melakukan fogging, pelayanan pemeriksaan langsung. Pemeriksaan malaria secara massal ini gratis atau tidak dipungut biaya,” ujar Tomi Mano.
Baca juga: Dinkes Kota Jayapura intervensi malaria dan DBD
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Jayapura, dr. Melva Desinta Sirait, mengatakan Mass Blood Survey atau MBS merupakan langkah penanganan malaria pasca banjir dan longsor yang terjadi pada 6 Januari 2022.
“Kami melihat adanya potensi terjadinya peningkatan kasus malaria, maka itu dilakukan upaya preventif. Sebelumnya sudah dibagikan anti nyamuk, pembagian kelambu, dan melakukan fogging [penyemprotan di lingkungan rumah warga],” ujar Sirait.
Dikatakan Sirait, ada delapam titik yang menjadi target program MBS tersebut khususnya pada lokasi-lokasi yang terdampak bencana banjir dan longsor guna mematikan warga yang terdampak tidak terkena penyakit malaria.
“Pelayanan dari rumah ke rumah, kami lakukan selama 24 hari. Satu titik kami lakukan pelayanan selama tiga hari. Kalau ditemukan positif, maka langsung dilakukan pengobatan malaria. Program BMS ini sekaligus juga melakukan evaluasi terhadap pembagian kelambu yang sudah kami berikan, apakah dipakai atau tidak,” ujar Sirait.
Sirait berharap agar warga mau datang memeriksakan dirinya selama program MBS berlangsung maupun setelahnya atau mendatangi rumah sakit dan puskesmas guna memutus mata rantai penyebaran malaria. (*)
Editor: Dewi Wulandari