Papua No. 1 News Portal | Jubi
Sentani, Jubi – Hujan lebat disertai angin kencang yang terjadi sejak awal Februari ini membuat BTN Yahim Gajah Mada, Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, terendam banjir. Hingga Rabu (3/2/2021) sekitar pukul 23 waktu Papua, air masih setinggi lutut orang dewasa.
Dari pantauan Jubi, Kamis (4/2/2021), air dari perumahan dan perkebunan di sekitar, masih mengalir ke perumahan BTN Yahim Gajah Mada, yang posisinya lebih rendah.
Meski lingkungan sekitar masih terendam banjir, warga di kompleks itu tetap melakukan aktivitas.
“Hujan sudah sejak tiga hari ini di BTN Gajah Mada. Air memang sudah masuk dan pas Rabu malam baru air naik, sampai saat ini belum juga turun,” ucap Ibu Rosita, salah seorang warga BTN Yahim Gajah Mada, kepada Jubi, Kamis (4/2/2021).
Tetap bertahan, meski air merendam rumahnya, itulah keputusan yang diambil Ibu Rosita dan sebagian warga BTN Yahim Gajah Mada.
“Air masuk tapi saya harus kemana lagi terpaksa saya dan keluarga harus bertahan saja,” katanya.
Menurutnya, sejak terjadi banjir bandang, Maret 2019 silam, hingga saat ini, air dari setiap pembuangan belum diatur dengan baik.
“Air di bagian kali yang dekat kebun sagu itu sudah dikerok jadi dalam, dan air yang masuk ini air buangan dari setiap perumahan warga hingga menumpuk di rumah kami di sini,” jelasnya.
Hujan yang begitu deras semalam membuat ia tidak bisa menyelamatkan barang-barangnya.
“Yang saya amankan itu kursi dan kasur serta barang penting lainnya. Yang lain itu semua kena basah,” ucap Rosita.
Baca juga: Dana rekonstruksi banjir bandang Sentani tidak boleh dialihkan
Thomas Kogoya, warga BTN Yahim Gajah Mada, juga mengatakan air yang mengalir dengan tidak teratur ini belum juga ditata.
“Dinas terkait harus buat pembangunan air ini dengan baik agar masyarakat tidak kena dampak dari air ini,” ucapnya.
Sejak hujan dan air naik, Thomas dan keluarganya juga tetap waspada.
“Siapa yang tahu kalau musibah itu akan datang. Kami juga malam tidak tidur karena air mengalir begitu kencang,” tuturnya. (*)
Editor: Dewi Wulandari