Demi anak dan cucu, tetap berjualan di tengah pandemi Covid-19

Papua-perempuan-penjual sagu
Seorang mama Papua sedang menjual sagu di Pasar Pharaa Sentani - Jubi/Yance Wenda

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Sentani, Jubi – Demi menghidupi anak dan cucu, perempuan 11 anak ini tetap berjualan di tengah pandemic Covid-19. Tince Depondoi (61), perempuan asal Kampung Kehiran, Sentani, ini sudah sekitar satu tahun berjualan sagu potong di Pasar Pharaa Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.

Sagu yang ia jual di atas meja berukuran 1×2 meter ini ada potongan dengan harga Rp10 ribu, Rp20 ribu, dan Rp50 ribu.

Read More

“Sebelum ada virus itu mama ambil sagu dalam karung 15 kg itu biasa dua sak, dengan harga Rp200 ribu per karung,” jelas Tince, saat ditemui Jubi di lapaknya, Jumat (19/6/2020).

Perempuan asal Sentani ini menjelaskan sagu yang ia ambil dua karung itu bisa habis dalam waktu tiga hari.

“Kalau dua karung itu bisa habis dalam tiga hari tergantung pembeli juga, dan sekarang karena ada Corona ini justru dua karung itu paling bisa habis dalam empat atau lima hari,” ucapnya.

Dari dua karung sagu dagangannya, ia bisa mendapat keuntungan hingga Rp800 ribu.

“Jadi untuk satu karung untungnya bisa sampai Rp400, jadi dua karung Rp800 ribu, Tapi semua tergantung ke pembeli, soalnya saya jual di dalam dan ada penjual sagu di depan (pasar) sehingga pembeli memilih untuk beli di depan,” kata Tince.

Dengan adanya pandemi Covid-19 dan pembatasan waktu beraktivitas di Kabupaten Jayapura, Papua hingga pukul dua siang membuat pendapatan Tince Depondoi turun drastis.

“Justru berubah, dalam sehari paling tinggi saya bisa dapat Rp150 ribu dan paling rendah itu Rp50 ribu. Dengan kondisi seperti itu saya tetap bersyukur saja,” ungkapnya.

Rasa takut ada namun demi menghidupi anak dan cucu ia tetap berjualan di Pasar Pharaa Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.

“Saya percaya saja sama Tuhan, bukan tidak takut namun dalam berjualan tetap mengikuti anjuran pemerintah,” katanya.

Sejak batas waktu beraktivitas diterapkan, ia harus bergerak dari rumahnya mulai pukul enam pagi.

“Mau datang pagi-pagi tapi kadang tunggu ojek jadi saya harus datang jam 7 dan juga ada jam 8 baru jualan. Selain berjualan sagu saya berjualan pisang juga,” ucap Tince.

Ia berharap wabah ini cepat berlalu dan kondisi kembali normal.

“Yang penting beraktivitas sesuai aturan agar tidak tertular dan menularkan. Saya berharap cepat kembali normal saja,” tutur Depondoi.

Penjual sagu lainnya, Yosi, terpaksa harus mengurangi jumlah sagu uang ia ambil.

“Saya biasa ambil sagu dua karung. Sekarang saya ambil setengahnya dulu karena di Pasar Pharaa banyak juga yang jual sagu,” ucap.

Ia mulai berjualan dari pukul tujuh pagi hingga pukul 3 sore, atau tergantung stok barang dagangannya.

“Jualan saja, yang penting bisa untuk makan dan kebutuhan lain dalam keluarga. Kalau yang lain itu bisa ambil di kebun,” katanya menutup perbincangan. (*)

Editor: Dewi Wulandari

Related posts

Leave a Reply