Oleh: Immount de Djthem
Operasi militer kolonial Indonesia di Kabupaten Nduga, Tembagapura (Timika), Ngalum (Pegunungan Bintang), dan sekitarnya, hingga saat ini masih berlanjut. Banyak pihak terus mendesak, agar pemerintah kolonial Indonesia menarik kembali aparat keamanan dan militernya dan meminta TPNPB/OPM untuk menahan diri di tengah ancaman virus corona atau Covid-19.
Operasi militer kolonial Indonesia di tanah koloni, West Papua ini sangat membahayakan masyarakat sipil, terutama bagi korban di tengah ancaman Covid-19.
Militer Indonesia (TNI-Polri) terus TPNPB/OPM karena merasa telah mengganggu wibawa kekuasaan sebagai kolonial, keamanan dan ketertiban umum serta eksploitasi sumber daya alam Papua.
Pada saat yang sama, pihak TPNPB pun melakukan perlawanan terhadap TNI-Polri, karena merasa bahwa rakyatnya ditipu, dikhianati, dikorbankan, dibantai, dan ditindas oleh pemerintah dan militer Indonesia.
Operasi militer yang berbaur ideologi politik dan kepentingan ekonomi ini sangat berbahaya. Bahayanya ada dimana?
Pertama, karena operasi militer kolonial Indonesia yang memburu kelompok TPNPB/OPM ini berlangsung di depan (mata) ancaman wabah virus corona; Kedua, operasi mengorbankan rakyat sipil di wilayah tersebut.
Kondisi ini, jika dibiarkan, apalagi pemerintah kolonial Indonesia tidak berpikir dan bertindak untuk menarik kembali pasukannya, maka akan semakin besar pengaruhnya.
Nasib masyarakat sipil yang mengungsi ke mana-mana akan semakin sulit diatasi, karena pemerintah Indonesia sibuk memperdebatkan dan fokus menekan ancaman virus corona.
Kaum “budak” sipil ini tak semuanya berada di tempat yang sulit diterobos oleh ancaman operasi militer kolonial Indonesia dan virus corona; mereka berada di antara permukiman warga, gunung-gunung atau hutan-hutan belantara yang sulit diakses, bahkan mereka sulit meng-update perkembangan informasi tentang virus corona.
Kolonial Indonesia belum memberikan tanda-tanda akan menghentikan operasi militernya. Artinya, operasi militer terus dilakukan hingga saat ini.
Di saat yang sama, semua pihak disibukkan oleh perkembangan wabah corona yang memakan banyak korban.
Hingga 28 Maret 2020 pukul 14.43 WIB atau 16.45 waktu Papua, seperti dirilis dari laman covid19.go.id, terdapat 1.046 orang positif terjangkit virus corona, 46 orang sudah sembuh, sedangkan 87 lainnya meninggal. Untuk tingkat global, terkonfirmasi 465.915 dan 21.031 meninggal di 199 negara atau kawasan.
Di Papua per 25 Maret jumlah pasien dengan positif (PDP) tercatat sebanyak 36 orang.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Papua, Silwanus Sumule, Rabu sore, 25 Maret 2020 mengatakan bahwa PDP tersebar di Merauke (10), Biak Numfor (2), Timika (1), Wamena (1), Kabupaten Jayapura (3), dan Kota Jayapura (19).
Data ini menandakan bahwa ancaman virus corona sudah ada di depan mata (pintu rumah). Kondisi ini tidak bisa dianggap sepele.
Jika pemerintah tidak menghentikan operasi militer atau tidak menarik kembali pasukan, maka akan membahayakan nyawa semua orang, baik rakyat sipil, maupun TNI-Polri dan TPNPB/OPM.
Kedua belah pihak (TNI-Polri dan TPNPB/OPM) sebaiknya menahan diri demi keselamatan nyawa manusia di tengah wabah corona. Akses komunikasi dan informasi tentang Covid-19 harus dibuka seluas-luasnya, terutama bagi pengungsi di wilayah operasi; di gunung-gunung dan hutan-hutan dan permukiman warga.
Jika Indonesia tidak peduli nasib dan keselamatan nyawa semua rakyat sipil di daerah konflik seperti di waktu-waktu normal, maka dunia internasional (UN/PBB) harus mengingatkan Indonesia untuk menghentikan operasi militer dengan cara menarik pasukan secara permanen (bila perlu).
Itu penting demi keselamatan aparat keamanan dan militernya, juga demi keselamatan nyawa rakyat sipil yang menjadi korban akibat operasi militernya. (*)
Penulis adalah warga Papua di Kota Jayapura