Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Prajurit TNI yang menembak lima warga Distrik Fayit, Kabupaten Asmat bukan anggota Komando Rayon Militer atau Koramil Fayit. Hasil investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perwakilan Papua menyebut penembakan yang menyebabkan empat warga sipil tewas dan satu lainnya terluka dilakukan Serka FR, prajurit Detasemen Zeni Tempur 11/Mit Anim di Kabupaten Merauke.
Hal itu dinyatakan Kepala Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua, Fritz Ramandey kepada Jubi pada Kamis (30/5/2019). “FR belum genap sebulan di tempatkan di Fayit. Ia ditempatkan di sana bukan sebagai anggota teritorial, namun anggota yang mengawasi proyek pembangunan Kantor Koramil,” kata Ramandey.
Sejumlah empat warga sipil tewas tertembak di Distrik Fayit dan satu lainnya terluka dalam penembakan yang diduga dilakukan FR terhadap massa pendukung calon anggota legislatif (caleg) bernama JT pada 27 Mei 2019. Saat itu, massa pendukung JT tengah merusak rumah salah satu caleg lainnya (bukan Kantor Distrik Fayit sebagaimana pemberitaan sebelumnya), karena JT gagal terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Asmat dalam Pemilihan Umum 2019.
Keempat korban tewas itu adalah Xaverius Sai (40), Nilolaus Tupa (38), Matias Amunep (16) dan Fredrikus Inepi (35). Sementara korban luka tembak di tangan kanan dan kiri adalah Jhon Tatai (25).
Dalam investigasi yang dilakukan pada 28-29 Mei 2019 lalu, Komnas HAM Perwakilan Papua memintai keterangan delapan warga dari tiga kampung. Tiga di antaranya merupakan kepala kampung. “Dari keterangan masyarakat, mereka tidak puas terhadap hasil pemilihan legislatif. Massa merusak rumah salah satu caleg dan Pos Koramil. Masyarakat mengakuinya,” kata Ramandey.
Perusakan rumah salah satu caleg itu merupakan bentuk kekesalan masyarakat terhadap hasil Pemilu 2019. Sejumlah dua anggota Koramil Fayit, Sersan Dua Jamaludin Retop dan Kopral Eko Saputro, berupaya menenangkan massa yang sedang merusak rumah caleg itu.
Meski keduanya membawa senjata, namun tidak menggunakannya menghalau massa.“Anggota Koramil hanya menggunakan tangan menghalangi massa, berdialog serta upaya lainnya karena mereka tahu persis karakter masyarakat lokal di situ,” ucap Ramandey.
Ketika Serda Jamaludin Retop berdialog dengan warga dalam jarak tiga meter, Serka FR mendengarkan terikan dari masyarakat yang mengatakan “tembak, tembak”.Tanpa koordinasi dengan Sersan Dua Jamaludin Retop dan Kopral Eko Saputro yang sedang menenangkan massa, Serka FR mengeluarkan tembakan peringatan. Tembakan itu membuat massa marah dan Serka FR. Serka FR kemduain melepaskan tembakan peringatan sebanyak dua kali, dan tembakan ketiga diarahkan ke warga.
Ketika massa mengetahui ada warga yang terkena tembakan, mereka mendatangi dan merusak Pos Koramil Fayit yang berjarak sekitar 100 meter dari rumah caleg yang dirusak. “Hanya FR yang mengeluarkan tembakan. Serda Reftop yang saling dorong dengan warga karena berupaya menenangkan massa tidak diapa-apakan masyarakat. Meski itu orang-orang yang sama, yang menyerang Serka FR dan memegang busur (panah), parang, serta tombak,” ucapnya.
Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih, Kolonel Inf Muhammad Aidi menerbitkan siaran pers yang menjelaskan kronologis penembakan. Menurut siaran pers Aidi, massa tidak berhasil masuk ke areal kantor distrik karena dihalau tiga orang anggota Pos Koramil. Ketika itu, hanya Serka FR yang membawa senapan SS1.
Saat massa semakin mendesak menurutnya, Serka FR mengeluarkan tembakan peringatan ke atas. Namun massa justru semakin marah dan menyerang Serka FR.“Serka FR mundur sambil menodongkan senjata dan terpojok di sudut kios milik warga. Setelah tidak bisa bergerak ke mana-mana, Serka FR terpaksa mengeluarkan tembakan yang mengakibatkan empat korban jiwa dan satu korban luka,” demikian dinyatakan Aidi dalam rilis persnya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G