MRP: Revisi UU Otsus menghilangkan kekhususan Otsus Papua

DIskusi Otsus Papua
Diskusi bertajuk Media Briefing: Hak-hak Orang Asli Papua dan Polemik Pemekaran Provinsi Papua. – Tangkapan layar YouTube Public Virtue Institute

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Majelis Rakyat Papua menilai Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua tidak memberikan kekhususan bagi Orang Asli Papua. Undang-undang Otonomi Khusus Papua yang baru itu tidak akan menyelesaikan masalah di Papua, sebab perubahannya tidak melibatkan aspirasi rakyat Papua.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua I Majelis Rakyat Papua, Yoel Luiz Mulait dalam diskusi daring bertajuk “ Media Briefing: Hak-hak Orang Asli Papua dan Polemik Pemekaran Provinsi Papua” yang dilaksanakan Public Virtue Research Institute pada Rabu (23/02/2022). Mulait menjelaskan ada 24 wewenang khusus yang diatur Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua), namun hanya empat kewenangan khusus yang sudah dijalankan.

Read More

Keempat kewenangan khusus itu adalah Gubernur dan Wakil Gubernur Papua harus Orang Asli Papua, pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP), anggota DPR Papua yang dipilih melalui mekanisme pengangkatan, dan kucuran Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua. “Yang lainnya, termasuk pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, tidak jalan. Kami berharap pelaksanaan Otsus [membawa] perubahan baik bagi orang Papua. Akan tetapi, dalam pelaksanaan Otsus tidak ada hal yang baru, tidak ada kekhususan bagi orang di tanah Papua,” ujarnya.

Baca juga: MRP didorong ajukan permohonan uji formil atas amandemen UU Otsus Papua

MRP, kata Mulait  melihat banyak masalah yang belum diselesaikan. Akan tetapi, pemerintah melakukan revisi UU Otsus Papua secara sepihak dan terburu-buru, tanpa melibatkan aspirasi rakyat Papua. Misalnya hasil kajian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang menyatakan ada empat akar persoalan Papua, tidak menjadi rujukan pemerintah untuk menyelesaikan masalah di Papua secara baik dan martabat.

“Proses [revisi] itu terlalu cepat, proses yang berjalan itu terlalu melukai perasaan dan hati kami, orang Papua. Kami melihat bahwa pemerintah menggampangkan persoalan Papua,” kata Mulait.

MRP, kata Mulait, kemudian melakukan judicial review atau pengujian materiil terhadap Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Perubahan Kedua UU Otsus Papua).

Baca juga: ULMWP : Pemekaran dan Otsus itu gula-gula ala Kolonial Indonesia

Ada delapan pasal yang diajukan untuk diuji materiil oleh Mahkamah Konsitusi, karena delapan pasal itu dinilai MRP berpotensi merugikan rakyat Papua secara langsung. “Kami berharap Mahkamah Konsitusi bisa memberikan putusan yang berkeadilan bagi rakyat Papua,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Public Virtue Research Institute (PVRI), Miya Irawati mengatakan 20 tahun pelaksanaan Otsus Papua berjalan di tempat. Alih-alih melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Otsus Papua, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri malah mencanangkan pemekaran provinsi di Tanah Papua.

“BPS dalam beberapa tahun terakhir merilis Papua selalu skor negatif dalam Indeks Pembangunan Manusia maupun indeks kemiskinan,” katanya. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply