Papua No. 1 News Portal | Jubi
Sugapa, Jubi – Setiap Imam Katolik yang baru ditahbiskan akan menyelenggarakan misa perdana. Misa perdana biasanya dilaksanakan di kampung halaman yang bersangkutan.
Pastor Kleopas Sojuna Sondegau, Pr pun menggelar misa perdana di Paroki St. Misael Bilogai, Dekenat Moni Puncak, Keuskupan Timika, Minggu,(16/6/2019). Paroki itu adalah kampung halamannya.
Dalam gereja maupun luar halaman gereja Katolik Bilogai pun dipenuhi umat Migani, Nduga,Dani dan Wolani serta para tamu yang datang dari berbagai tempat dan umat dari tiga paroki serta jemaat GKI Kingmi di Intan Jaya.
Pada misa ini dihadiri Bupati Intan Jaya, Natalis Tabuni, Wakil Uskup Timika, Pastor Marten Kuayo, Pastor Hilarius Pekei, Pastor Agus Alua dan Pastor Paroki Bilogai, Pastor Paroki Bilai dan Pastor Tititgi serta ribuan umat Katolik dan GKI Kingmi itu ia mengajak mencintai Tuhan Yesus bagi setiap insan dan keluarga.
Misa ini merupakan ‘lepas rindu’ antara Imam asli Migani bersama umat dan jemaat Intan Jaya setelah 60 – an tahun lamanya suku Migani tidak memiliki Imam Katolik, pasca meninggalnya Pastor Anton Belau,OFM, imam pertama orang Migani dari Ordo Fransiskan.
Dalam khotbahnya, Pastor Sondegau mengambil dalam Injil Lukas 24:13-35. Bacaan itu juga termasuk motto tahbisannya, “Tinggallah Bersama Kami, Ya Tuhan”.
Lanjutnya, penampakan Tuhan Yesus pada perjalanan ke Emaus adalah salah satu penampakan awal Yesus pasca kebangkitan setelah penyalibannya dan penemuan makam kosong.
“Baik perjumpaan pada jalan menuju Emaus maupun perjamuan malam di Emaus sebagai peristiwa setelahnya, yang menggambarkan acara makan yang dilangsungkan Yesus dengan dua orang murid setelah perjumpaan di jalan tersebut,” ujar Pastor Sondegau.
Sondegau bahkan mengungkapkan bacaan tersebut menggambarkan kebiasaan warga setempat yang ‘suka’ perang pakai anak panah dan busur walaupun hanya terjadi gesekan kecil.
“Saya datang ke sini (kampung) untuk mewartakan Firman Tuhan, bahwa membunuh orang itu berdosa dan dilarang oleh hukum Tuhan. Maka, umat Intan Jaya tidak boleh lagi perang suku. Kamu baku bunuh terus pakai anak panah dan busur serta alat tajam lainnya. Sudah tidak ada orang di tanah ini, kamu tidka bisa seleasikan dengan beradu mulutkah? Atau tidak ada jalan lain hingga baku bunuh terus?” tegas Sondegau.
Ia juga mengangkat salib Tuhan Yesus di altar lalu menunjukan kepada para umat dengan mempertanyakan; ”apakah kalian mau cinta dan ikut Yesus dengan memegang teguh salib dan berdoa ataukah mencintai iblis lalu terus menerus melakukan peperangan?”.
“Hanya karena Pilkada,hanya karena Pemilu, hanya karena masalah sepeleh yang seharusnya kalian selesaikan dengan cara bicara saja kalian selalu angkat panah. Sudah tidak sayang diri kaliankah? Hanya masalah sedikit langsung bakar perkantoran, hanya masalah sedikit baku bakar rumah tinggal. Ini membuktikan bahwa hidup orang Migani tidak cinta Yesus, tapi pengikut setia sang iblis. Saya harap, saya mohon, hari ini juga lepaskan semua kejahatan itu,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan, sama hal dengan bacaan Injil bahwa kedatangan dirinya merupakan harapan dan sejarah baru agar berubah dari sikap kejahatan itu. “Bapa, mama, kaka-kaka, adik-adik semua terima Yesus sebagai juru selamat dan sang pendamai serta penebus dosa kita,” ucapnya.
Menjadi terang katanya sebagai wujud pewarta sukacita kepada siapa saja. Bukan hanya kepada umat Katolik. Ia ingin semua bertanya pada diri masing-masing, apakah ada sukacita di dalam diri juga apakah sukacita itu sudah dibagikan pada orang lain.
“Kalau kita lepaskan semua permusuhan, saya yakin Tuhan akan kasih Imam Katolik lain lagi dari suku Migani,” kata dia.
Bupati Intan Jaya, Natalis Tabuni yang turut terlibat aktif dalam kegiatan tersebut sejak tahbisan hingga acara di kampung mengatakan, pihaknya sebagai mitra agama maka turut berikan dukungan penuh atas terlaksananya acara tersebut.
“Ya, kita ini mitra. Kita berikan dukungan penuh apalagi ini anak Migani pertama dari Ordo Projo yang jadi imam,” kata Tabuni.
Selain itu, menurutnya, juga sebagai alumni STFT Fajar Timur merasa terbeban apabila tidak ikut serta apalagi sebagai tuan pesta. (*)
Editor : Edho Sinaga