Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
Jayapura, Jubi – Selama empat hari (24-27 September 2018), Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua bersama Lembaga Alkitab Indonesia menginisiasi lokakarya di Pusat pembinaan dan Pengembangan Wanita (P3W) GKI, sebagai langkah awal untuk menterjemahkan Alkibat dalam berbagai bahasa daerah suku yang ada di Tanah Papua (Papua dan Papua Barat).
Sekretaris Departemen Misi dan Penginjilan Sinode GKI di Tanah Papua, Pdt. Willem Rumbiak mengatakan, jika Alkitab diterjemahkan ke bahasa daerah dan digunakan, memiliki nilai kearifan lokal.
“Ini salah satu upaya mempertahankan kearifan lokal. Apalagi era kini, dengan keganggihan teknologi akan mempercepat punahnya bahasa lokal. Bahasa daerah merupakan identitas masyarakat asli Papua,” kata Willem Rumbiak kepada Jubi, Kamis (27/9/2018).
Katanya, ini juga merupakan strategi dalam pelayanan gereja. Dengan Alkitab bahasa daerah, masyarakat akan lebih cepat memahami isi kitab suci itu dengan bahasa daerahnya.
Menurutnya, menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa daerah sudah sejak lama dilakukan misionaris. Namun hingga kini masih banyak suku di tanah Papua yang bahasanya belum diterjemahkan.
Bahkan hasil penelitian Summer Institute of Linguistics (SIL) menyebut 50 suku yang tersebar di pedalaman tanah Papua, tak tahu bahasa lain selain bahasa daerahnya.
“GKI secara khusus juga belum melakukan penterjemahan secara kelembagaan dan kini GKI sudah menyiapkan diri dalam proses penterjemahan. Lokakarya ini langkah awal dengan harapan kami segera menyiapkan tim fasilitator agar kami dapat gambaran,” ujarnya.
Kepala Departemen Penerjemahan Lembaga Alkitab Indonesia, Pdt. Anwar Tjen mengatakan hal yang sama. Menurutnya, bahasa itu adalah identitas yang mengandung keyakinan, nilai dan pandangan hidup.
“Di Papua sudah banyak tim yang bekerja menterjemahkan. Namun kami mau membangkitkan lagi kesadaran beberapa gereja jika ini bagian yang tak terpisahkan dari hidup sebagai gereja,” kata Anwar Tjen.
Di Papua lanjut dia, sudah ada Alkitab yang diterjemahkan dalam beberapa daerah beberapa suku. Namun belum dalam bentuk Alkitab lengkap. Ada yang hanya satu kitab ada yang hanya satu kitab perjanjian. Yang lengkap hanya Alkitab berbahasa suku di Yali Selatan dan Yali Utara, Kabupaten Yahukimo
“Yang akan kami lakukan ini menjadi Alkitab lengkap. Untuk melakukan ini diperlakukan waktu, tenaga bisa sampai 20 tahun,” ucapnya.
Sementara Sekretaris Komisi V DPR Papua bidang keagamaan dan budaya, Natan Pahabol mengatakan, selama ini sudah ada Alkitab yang diterjemahkan dalam bahasa daerah suku tertentu di Papua. Namun jarang digunakan oleh jemaat dan pendeta yang ditempatkan di daerah itu.
“Di Papua ada kurang lebih 275 bahasa. Memuji Tuhan dengan bahasa daerah jauh lebih berharga. Perlu ada aturan khusus dalam setiap Sinode gereja memberlakukan bahasa daerah,” ujar Natan Pahabol.
Menurutnya, jika seorang pendeta diutus untuk melayani di suatu wilayah, Sinode mesti mewajibkannya menterjemahkan sebagian dari isi Alkitab untuk digunakannya dalam pelayanan.
“Ini agar penuturnya memahami firman Tuhan itu dan agar bahasa daerah tidak punah. Pemerintah hanya melestarikan bahasa daerah, tapi gereja harus menggunakan bahasa daerah,” katanya. (*)