Menggugat negara, langkah tepat MRP jelang revisi UU Otsus Papua?

Papua
Ilustrasi tim Rapat Dengar Pendapat Otsus Papua tiba di Bandara Wamena, Kabupaten Jayawijaya, dan diadang sekelompok orang yang mengatasnamakan Lembaga Masyarakat Adat - Jubi/Yuliana Lantipo
Papua No.1 News Portal | Jubi

Setelah ruang demokrasi tertutup, MRP akan judicial review proses revisi UU Otsus Papua

Majelis Rakyat Papua akan menggugat Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Read More

Gugatan itu akan dilayangkan, jika Presiden dan DPR RI mengabaikan sejumlah poin yang akan disampaikan lembaga kultur orang asli Papua tersebut berkaitan dengan revisi Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Papua.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua, Emanuel Gobay menyatakan gugatan yang dimaksud Ketua MRP itu, adalah judicial review terhadap revisi UU Otsus Papua.

Langkah itu ditempuh MRP jika nanti revisi UU Otsus disahkan pemerintah dan DPR RI secara sepihak.Tanpa mengakomodir sejumlah rekomendasi yang akan disampaikan para pihak dari Papua.

“Saya pikir kalau berdasarkan hak warga negara, itu langkah tepat. Kalau kita melihat dan membandingkan kondisi kini terkait gonjang ganjing [revisi dan kelanjutan] Otsus, saya pikir ini terobosan yang diambil Ketua MRP,” kata Emanuel Gobay kepada Jubi, Selasa (23/2/2021).

Ia berpendapat, upaya itu tepat dilakukan sebab ruang kebebasan berekspresi oleh rakyat Papua dan berbagai pihak yang menolak kelanjutan Otsus, dibungkam pemerintah dengan pendekatan refresif.

Bahkan kekebasan untuk MRP sendiri melalui Rapat Dengar Pendapat atau RDP bersama rakyat Papua, juga dibungkam. Padahal lembaga itu melaksanakan amanat UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua.

Dengan dasar itu, Gobai menilai upaya yang direncanakan MRP  adalah terobosan dan kemajuan dalam berpikir. Bagian dari langkah mengakomodir dan memfasilitasi aspirasi rakyat.

Secara aturan, rencana itu legal dan dijamin dalam hukum Indonesia. Sebab ini berkaitan dengan hak warga negara. Ada mekanisme yang sudah disediakan negara untuk warga negara menempuh langkah itu.

“Beliau (Ketua MRP) sampaikan ini, berkaitan ketika nanti revisi UU Otsus disahkan dan sudah ditandangani, maka dia akan langsung ajukan judicial review. Upaya itu akan dilakukan setelah itu disahkan. Ini yang ketua MRP sampaikan kepada Presiden dan DPR RI,” ujarnya.

Ketua Panitia Khusus atau Pansus Otsus DPR Papua, Thomas Sondegau mengatakan apa yang akan dilakukan MRP itu merupakan bagian dari upaya lembaga tersebut, memperjuangkan aspirasi rakyat Papua.

Sebab upaya MRP mengakomodir aspirasi rakyat Papua lewat RDP, menjelang akhir tahun lalu tidak berjalan mulus. Ada upaya menggagalkan agenda itu.

Katanya, MRP juga telah menyerahkan hasil kajian mereka kepada DPR Papua. Hasil kajian itu akan disinkronkan dengan hasil kerja Pansus Otsus DPR Papua, dan diperipurnakan.

“Setelah itu kami akan bertemu Pemprov Papua Barat, DPR Papua Barat dan MRP Papua Barat. Menyandingkan hasil kajian mereka, dan kami akan bersama menyerahkannya kepada pemerintah pusat dan DPR RI,” kata Thomas Sondegau.

Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan pihaknya telah menggelar rapat koordinasi bersama Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Papua, Majelis Perwakilan Rakyat atau MPR for Papua, Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan RI, serta Kementerian Dalam Negeri RI pada pekan lalu.

Rapat itu untuk menyamakan persepsi atas rencana pemerintah melakukan perubahan kedua UU Otsus Papua.

Katanya, ada sejumlah rekomendasi yang dilahirkan dari rapat tersebut. Rekomendasi itu akan diserahkan kepada pemerintah dan DPR RI sebagai masukan, untuk dipertimbangkan sebelum mengesahkan perubahan kedua UU Otsus Papua.

“Kalau pemerintah pusat tidak menanggapi hasil diskusi kami, dan memaksakan [revisi UU Otsus Papua] harus mengikuti kehendak Jakarta, rakyat Papua melalui MRP akan menanyakan hal itu. Proses hukum akan berlaku di MK, kami akan gugat karena [pemaksaan itu] melanggar semangat Pasal 18B Undang-undang Dasar 1945, [serta] Pasal 76 dan Pasal 77 [UU Otsus Papua],” kata Timotius Murib.

Pasal 76 UU Otsus Papua menyatakan “Pemekaran Provinsi Papua menjadi provinsi-provinsi dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang.” Pasal 77 UU Otsus Papua menyatakan “Usul perubahan atas Undang-undang ini dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Rencana pemekaran Provinsi Papua maupun revisi UU Otsus Papua kata Murib, merupakan wewenang MRP dan DPR Papua.

“Sesungguhnya itu hak khusus rakyat melalui MRP dan DPR Papua. Namun semua mekanisme itu diabaikan dan pemerintah pusat [yang] mendorong dan mengubah kedua pasal [itu],” ujarnya. (*)

Editor: Angela Flassy

Related posts

Leave a Reply