Masyarakat adat Keerom: Hutan habis untuk sawit, tapi kami tidak menikmati

Masyarakat Adat di Papua
Foto ilustrasi, protes masyarakat adat di Keerom terhadap Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PTPN II. - Jubi/Asrida Elisabeth

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Perwakilan masyarakat adat Kampung Wembi, Distrik Manam, Kabupaten Keerom, Papua, Kosmas Boryam menyatakan sebagian besar hutan adat di sana telah habis karena dijadikan perkebunan kelapa sawit. Akan tetapi, masyarakat adat di sana tidak mendapatkan manfaat ekonomi dari perkebunan kelapa sawit itu.

Pernyataan itu dikatakan Boryam, dalam seminar daring bertajuk “Jaga Eksosistem, Jaga Iklim: Pengelolaan Sumber Daya Alam Papua oleh Masyarakat Adat” yang digelar Yayasan EcoNusa pada Jumat (22/10/2021). “Hutan kami sudah sebagian besar dijadikan lahan sawit. Tapi penghasilan dari sawit itu kami masyarakat adat tidak nikmati. Yang makan siapa?” tanya Boryam.

Read More

Menurutnya, keberlangsungan hutan sangat penting bagi masyarakat adat yang ada di Papua, termasuk di Kabupaten Keerom. Sejak dulu, hutan merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat adat, menjadi tempat berburu dan meramu.

Baca juga: Perusahaan sawit di Nabire diingatkan tak ingkari MoU dengan Suku Yerisiam

“Kami masyarakat adat berburu di hutan, karena kekurangan pendapatan untuk makan, dan membiayai sekolah anak. Kalau dapat buruan, misalnya rusa, kami bisa jual untuk biaya anak sekolah,” ujarnya.

Akan tetapi, hutan ulayat masyarakat adat semakin habis karena dijadikan perkebunan kelapa sawit. Boryam menyatakan tidak mengetahui bagaimana kelanjutan kehidupan masyarakat adat Keerom generasi berikutnya.

Baca juga: Papua Barat, satu satunya provinsi yang menyelesaikan evaluasi perizinan sawit

Meskipun hutan adatnya telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit, masyarakat adat di Wembi menggantungkan penghidupan mereka dengan menanam singkong, sayuran, vanili, dan cokelat di lahan yang masih tersisa. “Kami hanya hidup bertani. Kami tidak punya biaya cukup untuk membiayai anak kami sekolah. Kami harap pemerintah bisa perhatikan kami, para masyarakat adat di kampung,” ujarnya.

Perwakilan masyarakat adat Kampung Wembi lainnya, Magdalena Penaf mengatakan selama ini pihaknya memenuhi kebutuhan hidup dengan berburu dan meramu di hutan adat. “Orangtua kami dulu makan sagu, tapi kami kini makan nasi. Itu karena orangtua kami dulu tanam sagu. Kami kini mulai tanam padi, karena lahan kami mulai banyak hilang,” kata Magdalena Penaf.

Ia khawatir berkurangnya luasan hutan adat membuat nasib generasi masyarakat adat Keerom semakin terancam. Penaf berharap pemerintah membuat kebijakan untuk melindungi hutan adat yang tersisa di Keerom dan Papua. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply