Konferensi perempuan Byak untuk masa depan anak yang lahir tak diinginkan

Papua
Mama Tineke Rumkabu dalam diskusi daring "Apa Kabar Penyelesaian Pelanggaran HAM Biak, 6 Juli 1998?" yang digelar, Senin petang (6/7/2020) - Jubi/Arjuna

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Makassar, Jubi – Koordinator korban pelanggaran Hak Asasi Manusia atau HAM Papua di Biak, Tineke Rumkabu menyatakan tahun ini pihaknya berencana menggelar konferensi perempuan Byak.

Pernyataan itu dikatakan wanita yang biasa disapa Mama Tineke Rumkabu, dalam diskusi daring “Apa Kabar Penyelesaian Pelanggaran HAM Biak, 6 Juli 1998?” yang digelar, Senin petang (6/7/2020).

Read More

Satu di antara korban selamat dari tragedi Biak Berdarah, 22 tahun lalu itu menyebut di Biak banyak anak-anak yang lahir dari korban pemerkosaan aparat keamanan pada masa lalu.

Akan tetapi, dalam adat suku Byak anak-anak itu mesti mengikuti marga ayahnya. Untuk memasukkan atau memberikan marga suku Byak kepada mereka, mesti melalui sidang adat.

“Kami sedang perjuangkan [dilaksanakannya] konferensi perempuan [Byak] agar anak-anak itu diakui sebagai orang Papua,” kata Mama Rumkabu.

Menurutnya, kelahiran anak-anak itu bukan keinginan ibu mereka. Ibu mereka dipaksa, dan diancam dengan senjata sehingga pasrah menerima perlakukan terhadapnya.

“Anak-anak yang lahir [dari korban pemerkosaan] ini tidak tahu mau kemana dan mau pakai marga apa. Mereka tidak akan punya hak dalam adat, misalnya hak atas tanah. Bagaimana masa depan mereka nanti?” ucapnya.

Di kalangan masyarakat, anak-anak pun selalu dihujat. Padahal mereka sendiri tidak menginginkan dilahirkan dalam situasi seperti itu.

“Di Biak ini banyak anak-anak lari dari rahim perempuan yang diperkosa,” ucapnya.

Korban tragedi Biak Berdarah lainnya, Filep Karma mengatakan pada suatu waktu berkunjung ke Biak Barat. Di sana, ada seorang anak yang diberi nama Kodim.

“[Anak itu lahir] dari korban pemerkosaan tentara, akhirnya diberi nama Kodim. Saya merasa kasihan kepada anak ini. Lahir tidak meminta, dia sendiri korban, tapi akhirnya didiskriminasi oleh penduduk setempat dengan nama Kodim,” kata Filep Karma.

Kata tokoh Papua merdeka itu, anak tersebut mesti menanggung kejengkelan warga, akibat dosa yang dilakukan ayahnya.

“Banyak anak-anak Papua, lahir karena pemerkosaan. Membuat wanita trauma dan lainnya,” ucapnya. (*)

Editor: Edho Sinaga

Related posts

Leave a Reply