Komnas Perempuan : penanganan kekerasan terhadap perempuan harus ditingkatkan

Gerakan Perempuan Papua
Foto ilustrasi. - pixabay.com

Papua No.1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia C. Salampessy mengatakan upaya pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan harus ditingkatkan. Meski diakui terdapat sejumlah kendala yang dikeluhkan lembaga layanan terhadap perempuan korban kekerasan, di antaranya keterbatasan sumber daya manusia, akses teknologi informasi, fasilitas rumah aman, serta keterbatasan anggaran.

Read More

“Daya pencegahan dan penanganannya masih belum ada perubahan yang berarti,” kata Olivia, saat “Peluncuran Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2022, Data Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2021” dikutip Antara, Senin, (7/3/2022) kemarin.

Baca juga : Ini contoh kekerasan negara terhadap perempuan dan anak di daerah konflik Papua
Selama 2021 LBH Papua tangani 57 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak
Advokasi kekerasan terhadap perempuan di Papua perlu dikampanyekan melalui film

Dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2022, laporan kasus kekerasan terhadap perempuan mengalami peningkatan pada 2021 dibandingkan dengan 2020.

“Terjadi peningkatan signifikan 50 persen kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan yaitu 338.506 kasus di tahun 2021 dari 226.062 kasus di tahun 2020,” kata Olivia menambahkan.

Dari kasus-kasus yang dilaporkan, diketahui pelaku kekerasan mayoritas orang-orang terdekat dengan korban yang seharusnya justru pelindung.

“Contoh dan teladan seperti guru, dosen, tokoh agama, TNI/Polri, aparatur sipil negara, tenaga medis, pejabat publik dan aparat penegak hukum,” kata Olivia menjelaskan.

Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2022 juga mengungkap bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan menyebar luas di semua ranah baik, secara luring maupun di ruang siber.

Komnas Perempuan menekankan sosialisasi tentang pencegahan perkawinan anak harus terus dilakukan karena perkawinan anak masih marak terjadi sepanjang 2021. Termasuk di dalamnya tentang perkawinan anak sebagai pelanggaran, terutama anak perempuan harus terus disebarluaskan. (*)

Editor : Edi Faisol

 

Related posts

Leave a Reply