Komnas HAM: Penambahan pasukan dan sistem pengamanan di Papua masih dipertanyakan

Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik (kiri) dan komisioner Komnas HAM RI, Beka Ulung Hapsara (kanan). - Jubi/Arjuna
Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik (kiri) dan komisioner Komnas HAM RI, Beka Ulung Hapsara (kanan). – Jubi/Arjuna

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik menyatakan hingga kini banyak pihak terus mempertanyakan kenapa penambahan ribuan aparat keamanan gagal mencegah kekerasan baru di Papua. Ia mencontohkan, pasca-demonstrasi berujung rusuh di Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya pada 23 September 2019, yang terjadi sebulan sejak ribuan polisi dan tentara tambahan dikirimkan ke Papua.

Read More

“Padahal pasukan sudah ditambah sejak kerusuhan sebelumnya. Juga ada keluhan warga, misalnya warga pendatang mereka diserang kelompok lain, tapi tidak mendapat perlindungan,” kata Ahmad Taufan Damanik kepada Jubi, Senin malam (14/10/2019).

Ahmad menyatakan korelasi antara penambahan aparat keamanan di Papua dengan penguatan pengamanan warga dipertanyakan. Apalagi, pasca penambahan aparat keamanan muncul berbagai keluhan yang berasal dari berbagai kelompok warga. Komnas HAM RI, kata Ahmad, akan menanyakan hal itu kepada Kapolri terkait alasan penambahan pasukan di Papua, jumlah penambahan, lokasi penempatan mereka, berikut rincian tugas pasukan tambahan itu.

“Kami belum mendapatkan lebih jelas bagaimana penempatannya. Apakah benar untuk menjaga objek-objek vital, termasuk  melindungi warga yang mendapat ancaman. Kami ingin dapatkan keterangan dari pak Kapolda dan saya janji bertemu Kapolri dan menanyakan itu,” kata Ahmad.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanuel Gobay mengatakan, perlu dipertanyakan apakah penambahan pasukan ke Papua sudah sesuai mekanisme atau tidak. Selain itu, juga harus dicek apakah penambahan pasukan itu hanya untuk satuan Brigade Mobil dan polisi, atau termasuk penambahan prajurit TNI di Papua.

“Penambahan pasukan ke Papua ini disebut untuk melindungi objek vital, tapi ada warga korban dalam beberapa insiden. Misalnya saat demonstrasi di Deiyai pada 28 Agustus 2019. Ada beberapa orang yang ditembak,” kata Emanuel Gobay.

Selain itu katanya, kehadiran ribuan aparat keamanan ke Papua mengganggu hak rasa nyaman masyakat.”Aksi anti rasisme terjadi di hampir seluruh wilayah Papua dan di wilayah itu semua ada penambahan pasukan. Kemungkinan sikap aparatnya berdampak kenyamanan masyarakat di situ,” ujarnya. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply