Gustaf Kawer : Indonesia gemar “Perang” di Papua tapi ingin jadi “Pahlawan” di Ukraina

PAHAM Papua
Direktur Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia Papua, Gustaf R Kawer - Jubi/Dok.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Perang dapat meningkatkan kekacauan, kemiskinan,dan sakit penyakit , “wabah” perang ini ada dimana-mana termasuk paling banyak di negara dunia ketiga. Indonesia salah satu negara dunia ketiga yang gemar berperang melawan rakyatnya sendiri, paling banyak dan terlama ada di Papua. Negara ini gemar dengan “sinetron” yangg mematikan akal sehat, “Perang Disini, Ingin Jadi Pahlawan Di sana”

Hal itu dikemukakan praktisi hukum dan pemerhati perdamaian, Gustaf R.Kawer kepada Jubi melalui pesan WhatsApp, Kamis (3/3/2022).

Read More

Kawer mengatakan, memahami konteks perang dingin di dunia sesungguhnya perang dingin di Papua itu telah ada sejak tahun 1961 (Sejak Trikora dikumandangkan) sampai saat ini (60 Tahun lebih).

“Bukti dari perang masih terjadi di Papua hingga terkini adalah kekacauan masih terjadi di Puncak, Intan Jaya, Nduga, dan hampir merata di beberapa daerah di pegunungan.Termasuk yang kini terjadi di Maybrat, Papua Barat,” katanya.

Kawer mengatakan, kemiskinan di Papua juga mencapai angka tertinggi di Republik ini, begitu juga penduduknya, tingkat kesehatannya sangat rendah. Paling memprihatinkan situasi ini dialami oleh pengungsi-pengungsi dibeberapa daerah konflik yang angkanya mencapai kurang lebih 60.000.

“Jika negara ini ingin tampil menciptakan perdamaian dunia, seharusnya yang ditunjukan di daerah ini bukan mengirim puluhan ribu pasukan, tetap cukup mengirim puluhan atau ratusan dokter dan tenaga pendidikan di daerah konflik untuk menjawab problem kesehatan dan pendidikan yang tentunya berdampak bagi peningkatan pembangunan dan kesejahteraan di Papua,”katanya.

Kawer mengatakan, saat ini semua orang di dunia turut menyaksikan Perang antara Rusia VS Ukraina, Indonesia menurut wacana di beberapa media ingin tampil sebagai negara yang berperan mendukung perdamaian dunia dengan berinisiatif menjadi mediator.

“Saat ramai perhatian dunia untuk perang Rusia VS Ukraina, ratusan prajurit TNI dari beberapa daerah di Indonesia dikirim ke perbatasan Papua dan Papua Neuw Guinea dan beberapa daerah di pegunungan, ditambah pasukan organik dan non organik. Maka telah ada puluhan ribu pasukan yang ada di Papua. Apakah ini akan mengakhiri konflik kepanjangan atau justru perang dingin Indonesia untuk pertahankan Papua,”katanya.

Tokoh pro kemerdekaan Papua, Filep Karma, menyatakan pengiriman militer di Papua itu bukan solusi. “Orang Papua mau merdeka berani atau tidak, Jakarta mau jawab aspirasi orang Papua atau tidak,”katanya.

Dia menantang pemerintah Indonesia untuk membuat referendum Papua Merdeka. Dengan referendum, masyarakat bisa memilih apakah ingin tetap berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia atau merdeka dan menjadi negara sendiri.

“Kita buktikan apakah mayoritas masyarakat Papua memang menginginkan tetap di NKRI atau merdeka, jika masyarakat Papua menginginkan Indonesia keluar dari Papua dan Papua sebagai negara berdaulat, maka pemerintah harus menerimanya. Referendum menjadi solusi win-win dan demokratis, dari konflik berkepanjangan ini,”katanya. (*)

Editor: Syam Terrajana

Related posts

Leave a Reply