Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Koordinator Dewan Adat Papua Wilayah III Domberai, Paul Vinsen Mayor mengatakan pihaknya terus berupaya melakukan konsolidasi agar masyarakat adat di Domberai bisa bekerja di tambang PT Gag Nikel yang berlokasi di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Hal itu dinyatakan Mayor saat dihubungi Jubi melalui panggilan telepon pada Selasa (22/2/2022).
“Penambangan nike di Pulau Gag telah ada sejak jaman Belanda. Ketika Belanda meninggalkan Indonesia, terjadi nasionalisasi perusahaan milik Belanda tersebut pada tahun 1972. Bersamaan dengan PT Freeport Indonesia [beroperasi di Mimika, Papua], perusaan [tambang] nikel itu juga beroperasi,” kata Mayor.
Mayor mengatakan penambangan nikel di Pulau Gag itu kemudian dilanjutkan oleh PT Pasifik Nikel. Perusahaan asal Amerika Serikat mengelola tambang nikel di Pulau Gag sampai dengan tahun 1981.
Baca juga: Catatan kemenangan masyarakat adat di Sorong dalam Catahu Pusaka 2021
Selepas itu, tambang nikel itu dikelola oleh PT Aneka Tambang, yang sejak 1995 bekerja sama dengan PT BHP Biliton, sebuah perusahaan tambang asal Australia.
“Selama perusahaan itu beroperasi, keterlibatan masyarakat adat pemilik tanah ulayat sangat minim. Saya, dalam kapasitas [selaku] Dewan Adat di Raja Ampat akan berupaya untuk melobi manajemen, agar Orang Asli Papua dapat bekerja di perusaan tersebut,” kata Mayor.
Mayor menegaskan bahwa Orang Asli Papua merupakan pemilik tanah, laut, dan gunung di Tanah Papua. Oleh karena itu, Orang Asli Papua harus terlibat dalam setiap perusaan domestik dan internasional yang beroperasi di Papua, sebagai bentuk proteksi kepada masyarakat adat.
“Saya melihat representasi Orang Asli Papua yang bekerja [di sana] hanya sekitar 1 persen. Supaya Orang Asli Papua dapat bekerja di perusahaan nikel tersebut, saya harus bekerja keras menemui pihak terkait,” katanya.
Baca juga: Pemkot Jayapura bentuk tim indentifikasi dan inventarisasi masyarakat adat
Mayor mengatakan dirinya telah melakukan konsolidasi dengan pihak kementrian terkait maupun Badan Usaha Milik Negara untuk mengusulkan agar Orang Asli Papua diakomodir bekerja di perusahaan tersebut. “Saya berjuang dari tahun 2017, sampai hari ini tidak ada titik terang. Saya juga melakukan komunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri [dan] sudah beritahu Kantor Staf Kepresidenan. Saya juga berbicara kepada Gubernur Papua Barat unutk menyampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, agar mereka turun meninjau lokasi,” kata Mayor.
Menurut Mayor, ada beberapa pulau di Raja Ampat yang memiliki potensi tambang, bahkan hingga menimbulkan sengketa wilayah dengan Kabupaten Halmahera Tengah di Provinsi Maluku Utara. “Pulau Gag itu masuk Raja Ampat, tetapi Pulau Sainden sudah diambil oleh Provinsi Maluku Utara. Mereka sudah bangun perkampungan. Kemarin saya bersama Gubenur Papua Barat baru meresmikan Tugu Pendaratan Injil, di perbatasan. Kami bangun rumah pastor dan memberikan bantuan kepada masyarkat setempat,” katanya.
Salah satu masyarakat adat Domberai, Karon Daat mengatakan perusahaan yang beroperasi di wilayah Papua dan Papua barat harus memperhatikan masyarakat adat setempat. “Supaya kami diakomodir, agar ada keterwakilan dalam perusahaan yang modern,” katanya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G