Bupati Deiyai: sembilan aktivis yang ditangkap polisi tak bersalah

Bupati Deiyai, Ateng Edowai bersama staf, Doc.Jubi
Bupati Deiyai, Ateng Edowai bersama staf. Doc/Jubi

Telah melakukan beberapa upaya untuk membebaskan sembilan pemuda itu saat mereka masih berada di rutan Polres Paniai

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Read More

Jayapura, Jubi – Bupati Deiyai Ateng Edowai, menyatakan penangkapan terhadap sembilan pemuda pascainsiden demonstrasi yang berakhir amuk masa pada 23 Agustus 2019, sangat keliru. Edowai menegaskan, sembilan orang yang ditahan oleh Kepolisian terkait demonstrasi masalah rasisme tidak bersalah sehingga harus dibebaskan.

“Kalau mau ditahan, ya tahan sudah semua orang yang hadir saat aksi itu. Kan saat itu kami pejabat juga ada, Bupati, DPRD, Kepala-kepala OPD,” kata Bupati Deiyai, Ateng Edowai, saat dihubungi Jubi melalui sambungan telepon, Senin, (5/11/2019).

Baca juga :Penangkapan aktivis tidak akan bikin situasi Papua damai

Polda Papua: Penangkapan aktivis KNPB hasil pengembangan penemuan amunisi

Insiden penangkapan aktivis KNPB, Kapolresta : Hanya delapan orang

Tecatat akhir Oktober 2019 lalu, sembilan orang yang ditangkap itu dipindahkan ke tahanan Polres Nabire.  Menurut Edowai masalah rasisme bukan hanya milik sembilan orang ang ditangkap tersebut. Ia menjelaskan saat aksi demonstrasi menolak rasisme  dilakukan serentak di Dogiyai dan Paniai. Aksi itu berubah menjadi terjadi bentrokan sehingga polisi menangkap sembilan pemuda aktivis.

“Jadi kalau aparat mau tangkat itu kita semua, jangan hanya mereka,” ujar Edowai menambahkan.

Ia mengaku telah melakukan beberapa upaya untuk membebaskan sembilan pemuda itu saat mereka masih berada di rutan Polres Paniai. Sedangkan sembilan orang pemuda yang ditangkap sebenarnya bukan pelaku amuk masa, tetapi orator dan koordinator aksi.

Edowai mengatakan penahanan terhadap sembilan aktivis itu hanya memperpanjang masalah di Papua, sebab mereka dan orang Papua pada umumnya justru korban rasisme.

Aktivis kemanusiaan, Pastor Santon Tekege, mengatakan penangkapan pemuda dan aktivis itu bertolak belakang dengan penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang dilakukan aparat. Ia mencontohkan banyak kasus di Deiyai yang belum dituntaskan di antaranya kasus penembakan awal Agustus 2017 di Oneibo dengan terhadap Moses Douw, dan Yulius Mote pada, 21 Mei 2019.

“Kapolres Paniai dan Kejaksaan Negeri Nabire kami minta agar tidak mengkambinghitamkan sembilan orang yang ditahap untuk menututp kasus yang lebih besar seperti rasisme dan sejumlah penembakan yang belum tuntas,” ujar Tekege. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply