Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ketua Forum Komunikasi antara Umat Beragama Provinsi Papua Pendeta Lipiyus Biniluk menilai unjukrasa menolak kehadiran Ja’far Umar Thalib dan pengikutnya di Papua merupakan bukti bahwa warga Papua menolak segala macam bentuk intoleransi di Papua. Biniluk menyatakan unjukrasa menunjukkan warga Papua ingin terus menjaga toleransi di antara umat beragama di Papua.
Hal itu dinyatakan Biniluk menanggapi gelombang demonstrasi yang susul menyusul mengecam kekerasan dan perusakan yang diduga dilakukan Ja’far Umar Thalib dan pengikutnya di Koya Barat, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura pada 27 Februari 2019 lalu. Sejak itu, berbagai pihak berunjukrasa mengecam kekerasan dan perusakan tersebut. Pada Jumat (1/3/2019), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Jayapura berunjukrasa menolak keberadaan Ja’far Umar Thalib dan pengikutnya di Papua.
Pada Senin (4/3/2019) sejumlah tokoh agama berbagai denominasi gereja yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama di Tanah Papua melakukan unjukrasa mengecam kekerasan itu. Pada Selasa (5/3/2019), Persatuan Umat Muslim Papua juga berunjukrasa mendukung proses hukum yang dijalankan Kepolisian Daerah Papua, dan meminta Ja’far Umar Thalib serta pengikutnya segera dikeluarkan Papua.
“Ini bertujuan untuk menjaga toleransi umat beragama di Tanah Papua,” kata Biniluk. Demi menjaga kerukunan di antara umat beragama, menurut Biniluk semua umat beragama di Papua sudah berkomitmen meminta pemerintah melarang Ja’far Umar Thalib dan pengikutnya berada di Papua. “Tanah (Papua) ini harus tetap dijaga agar selalu menjadi tanah damai, tanah yang diberkati,” ucapnya.
FKUB mengapresiasi Kepolisian Daerah (Polda) Papua yang bersikap tegas menyidik kasus itu. Biniluk menilai, Kapolda Papua Irjen Pol Martuani Sormin berani bersikap tegas dengan langsung memerintahkan anggotanya melakukan penyelidikan tak berselang lama setelah kejadian. “Ini juga demi keutuhan bangsa, apalagi dalam waktu dekat kita diperhadapkan dengan agenda Pemilu,” katanya.
Secara terpisah Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol AM Kamal menyatakan pihaknya telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus itu. Selain JUT, enam tersangka lainnya yakni AJU, S alias AY, AR, IJ, MM alias Z, dan AR alias A. Ketujuh orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka setelah Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Polda Papua meminta keterangan sejumlah saksi dan melakukan gelar perkara.
“Dari delapan orang yang kami amankan, tujuh diantaranya ditetapkan menjadi tersangka. Seorang lagi dinyatakan tidak terlibat aksi itu,” kata Kombes Pol. A.M. Kamal. Polisi menjerat ketujuh tersangka dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang membawa, menguasai dan memiliki senjata tajam tanpa izin dan pasal 170 ayat (2) angka 1. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G