Umat Katolik di tapal batas RI-PNG harus kritis sikapi perkembangan sosial

papua, gereja, tapal batas RI-PNG
Suasana ibadah pemberkatan kapela di Koya tengah. dok Jubi

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Pastor Paroki Gembala Baik Abepura, Barnabas Daryono, Pr mengajak umat Katolik yang berada di wilayah perbatasan RI-PNG untuk kritis menyikapi situasi sosial budaya.

Hal itu dia kemukakan usai pemberkatan renovasi Gereja Katolik Stasi Santo Petrus Koya Tengah pada Minggu,2 Agustus 2020.

Read More

“Kapel ini berada di tapal batas RI-PNG,dengan adanya jembatan Merah, cukup berpengaruh pada perkembangan sosial, ekonomi dan bisnis,”kata Pastor Barnabas kepada Jubi usai Ibadah, Minggu (2/3/2020).

Barnabas mengatakan, umat Katolik jangan terlena,harus kritis dan bisa berbuat sesuatu atas perubahan ini. Sebab, umat kini dan akan datang diperhadapkan dengan berbagai tantangan yang sifatnya positif dan negatif.

“Untuk itu, dibutuhkan kesetiaan dan ketaatan sebagai orang Katolik yang terus-menerus membangun kesadaran kehidupan gerejawi,” katanya.

Selain hidup gerejawi,kata pastor dibutuhkan pembinaan anak, terutama pendidikan.”Anak-anak harus sekolah. Melalui sekolah,kalian bisa mengembangkan diri. Orangtua harus berperan. Jangan biarkan mereka tidak sekolah,sekolah itu penting,” pesannya.

Sementara itu ketua panitia renovasi, Alfonsa Jumkon Wayap melalui siaran persnya mengatakan, Gereja Katolik Stasi Santo Petrus Koya Tengah telah berdiri sejak 1995 secara swadaya umat. Dengan perkembangan umat yang terus berkembang. Daya tampung ruang gereja tidak mencukupi.

Renovasi dilakukan melalui bantuan dana kampung sebesar Rp 196,3 juta rupiah.

“Dana itu dipergunakan dan habis untuk pelebaran sayap kiri dan kanan gereja. Tidak cukup untuk melengkapi isi dalam gereja. Kita masih membutuhkan seperti bangku berlutut dan perlengkapan lainnya,” katanya.

Di tengah perjalanan renovasi, ada beberapa dermawan yang turut menyumbangkan material. Untuk itu pihaknya mengucapkan terimakasih.

Kepala Kampung Koya Tengah, Demianus Wenggo mengakui dana yang diserahkan belum bisa memenuhi semua kebutuhan  gereja.

” Saya mengajak umat melihat kembali visi Gereja yang mandiri dan visioner. Kita juga harus mandiri. Kita harus yakin dan optimistis, tetap konsisten untuk pengembangan gereja kita,” Demianus .(*)

Editor: Syam Terrajana

 

Related posts

Leave a Reply