Papua No. 1 News Portal | Jubi
Makassar, Jubi – Penasihat Hukum atau PH, tujuh tahanan politik (Tapol) Papua yang dititipkan di rumah tahanan Balikpapan, Kalimantan Timur menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa Buchtar Tabuni dan Irwanus Uropmabin tidak sesuai fakta persidangan.
Pernyataan itu dikatakan Emanuel Gobay, satu di antara penasihat hukum tujuh terdakwa kepada Jubi melalui panggilan teleponnya usai persidangan lanjutan para Tapol Papua melalui telekonferensi, Selasa (2/6/2020).
“Kami menilai dasar kronologi atau dasar pertimbangan tuntutan tidak sesuai dengan fakta persidangan. Kami menilai JPU mengambil fakta di luar fakta persidangan, kemudian memasukkan ke dalam tuntutan dan kemudian digunakan menuntut,” kata Emanuel Gobay.
Menurutnya, dalam tuntutannya JPU menyatakan terdakwa Irwanus Uropmabin yang dituntut lima tahun penjara, terlibat pengibaran Bendera Bintang Kejora saat unjuk rasa mengecam ujaran rasisme di Kota Jayapura pada 29 Agustus 2019.
Padahal dalam fakta persidangan, terdakwa tidak pernah menyatakan melakukan apa yang dituduhkan.
Sementara itu, Buchtar Tabuni yang dituntut 17 tahun penjara disebut terlibat mengakomodir massa dalam aksi unjuk rasa mengecam ujaran rasisme di Kota Jayapura Agustus 2019 lalu.
“Kenyataanya, Buchtar Tabuni tidak pernah hadir di lapangan saat aksi 19 Agustus dan 29 Agustus. Dia ada di kebun,” ujarnya.
Kata Emanuel Gobay, ini menggambarkan JPU dalam membuat dakwaan terkesan mengarang sendiri. Di luar dari fakta persidangan, dan bertentangan dengan prinsip bekerja secara profesional dan prinsip membuka perkara menjadi terang dalam persidangan.
“Ini bukan membuat perkara terang tapi semakin kabur. Kalau dibandingkan tuntutan JPU terhadap Surya Anta Ginting dan kawan-kawan, Sayang Mandabayan, dan teman-teman di Sorong itukan sangat jauh berbeda angka tuntutannya,” ucapnya.
Penasihat hukum para terdakwa kata Emanuel Gobay, meragukan profesionalisme JPU, jangan sampai ada titipan dari pihak-pihak tertentu dalam kasus ini.
Anggota DPR Papua, Laurenzus Kadepa yang menjadi saksi meringankan dalam beberapa kali persidangan terhadap para terdakwa berharap, JPU dapat bijaksana dalam penyampaian tuntutan hukum terhadap tujuh terdakwa, karena para terdakwa dinilai merupakan bagian dari korban rasisme, bukan pelaku rasisme.
“Sebagai anggota DPR Papua yang memantau jalannya aksi saat itu, saya menjelaskan sesuai fakta kepada majelis hakim agar menjadi pertimbangan dalam putusan nanti,” kata Kadepa. (*)
Editor: Edho Sinaga