Papua No. 1 News Portal | Jubi
Oleh: Gembala Dr. Socratez Yoman
Tuhan Allah tidak melarang Papua Barat (West Papua) untuk merdeka. Alkitab tidak melarang Papua Barat merdeka. Injil tidak melarang Papua Barat merdeka. Gereja tidak melarang perjuangan Papua Barat merdeka.
Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 juga memberikan ruang dan jaminan setiap bangsa berhak merdeka. “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Jadi, pendudukan dan penjajahan Indonesia atas rakyat dan bangsa Papua Barat harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikanusiaan dan perikeadilan.
Jadi, yang dilarang TUHAN, dilarang Alkitab, dilarang Injil, dilarang Gereja: “Jangan membunuh dan jangan mencuri (Keluaran 20:13, 15). Yang dilarang dan ditentang oleh Tuhan Yesus Kristus, Alkitab, Injil dan Gereja ialah kolonialisme, militerisme, kapitalisme, rasisme, fasisme, ketidakadilan, pelanggaran berat HAM, marginalisasi, sejarah Pepera 1969 yang bengkok, dan proses pemusnahan etnis Papua (genocide).
Tuhan Yesus Kristus, Alkitab, Injil, dan Gereja melarang atau mengutuk tentang mitos, stigma, dan label seperti: monyet, makar, OPM, KKB, dan teroris yang diproduksi penguasa Indonesia dari waktu ke waktu.
Tulisan ini merupakan keyakinan dan iman serta pandangan penulis. Para pembaca silakan tulis apa yang Anda yakin benar yang berbeda dengan pandangan penulis. Penulis menulis tentang keadilan, hak asasi manusia, martabat kemanusiaan, kesamaan derajat, demokrasi, hak hidup dan hak kebebasan politik demi kedamaian dan harmoni untuk semua orang.
Dalam tujuan ini, rakyat dan bangsa West Papua berjuang melawan pendudukan dan kolonialisme Indonesia di West Papua bukan untuk kita menang, melainkan berjuang untuk mengubah cara berpikir mereka yang salah dan keliru selama ini. Karena penguasa kolonial modern tidak berhak atas tanah Melanesia.
Mereka memaksakan orang asli Papua menerima ideologi asing: Pancasila, UUD 1945, bendera merah putih, lagu Indonesia Raya, mitos Sumpah Pemuda, sejarah palsu dan nama para pahlawan Indonesia yang tidak ada hubungan dengan leluhur dan nenek moyang bangsa Melanesia. Jadi, kita berjuang supaya Indonesia harus sadar bahwa pemaksaan bermotif rasisme dan militerisme dan fasisme itu tidak pernah bertumbuh, berakar, dan berbuah dengan baik.
Tuhan, Alkitab, Injil dan Gereja juga menentang sejarah Pepera 1969 yang dimenangkan ABRI dengan cara-cara brutal, pelanggaran berat HAM merupakan kejahatan Negara selama 58 tahun sejak tahun 1963, perampasan tanah milik orang asli Papua untuk pemukiman transmigrasi, kelapa sawit, pembangunan gedung-gedung besar, pembangunan jalan-jalan, dan pembangunan basis-basis militer membuktikan, bahwa Indonesia kolonial modern yang melakukan pemusnahan etnis Melanesia secara sistematis, terstruktur, terencana dan masif.
Karena itu, kita berjuang untuk mengubah cara berpikir dan watak mereka. Supaya ke depan bangsa Indonesia dan bangsa West Papua duduk berdampingan sebagai dua bangsa yang merdeka dan berdaulat. Mari, kita mengubah cara berpikir bangsa Indonesia dengan menulis kebenaran-kebenaran, fakta-fakta yang kita lihat, tahu, dan miliki.
Yang jelas dan pasti, West Papua akan merdeka atau tidak merdeka, itu urutan yang paling terakhir. Tetapi, yang paling utama dan terpenting ialah OAP tetap berjuang melawan pendudukan dan kolonialisme Indonesia yang rasis dan fasis hanya demi kehormatan martabat orang Papua atas tanah leluhurnya sebagai sebuah bangsa.
Baca juga: Tantangan kian berat, Pdt Dr Benny Giay: Jaga obor Injil di Tanah Papua
Bagian yang tak terpisahkan dari kolonialisme, militerisme, rasisme, dan ketidakadilan, menurut pengamatan dan penilaian subjektif saya selama ini, bahwa sebagian besar penguasa pemerintah Indonesia yang menduduki dan menjajah rakyat dan bangsa West Papua, mulut mereka bau busuk karena tukang tipu/pembohong besar, munafik dan hidup berpura-pura dengan berlidah manis yang penuh racun. Penampilan di luarnya gagah dan berbaju mahal, berdasi bagus tetapi hatinya busuk, jahat dan tidak ada nurani, terutama dalam menghadapi rakyat dan bangsa West Papua selama 58 tahun sejak 1 Mei 1963 dengan kekerasan senjata dan ketidakadilan serta kebohongan besar.
Gerakan ideologi Papua Barat harus diselesaikan dengan pendekatan dialog ideologis, bukan pendekatan militer. Pendekatan militer di Papua selama 58 tahun sejak 1 Mei 1963 telah melahirkan banyak masalah. Ratusan bahkan ribuan ideolog muda Papua yang militan untuk melawan kolonialisme, kapitalisme, militerisme, rasisme, fasisme, ketidakadilan, pelanggaran berat HAM, pemusnahan etnis Papua, dan sejarah penggabungan Papua ke dalam wilayah Indonesia melalui Pepera 1969 yang penuh darah dan air mata yang dimenangkan dengan moncong senjata oleh militer kolonial modern Indonesia.
Masalah paling rumit di Papua ialah kekerasan negara yang melibatkan militer. Kekerasan militer sangat ditolak dan dimurkai oleh TUHAN, Alkitab, Injil, dan Gereja. Jadi, Papua adalah persoalan militer sebagai aktor utama kekerasan, yang menyebabkan pelanggaran berat HAM dan berbagai masalah rumit lainnya.
Pastor Frans Lieshout, OFM memberikan kesaksian tentang pengalamannya:
Pada 1 Mei 1963 datanglah orang Indonesia. Mereka menimbulkan kesan segerombolan perampok. Tentara yang telah diutus merupakan kelompok yang cukup mengerikan. Seolah-olah di Jakarta mereka begitu saja dipungut dari pinggir jalan. Mungkin benar-benar begitu.
Kesimpulannya, TUHAN, Alkitab, Injil, Gereja tidak melarang perjuangan rakyat dan bangsa Papua untuk kemerdekaan dan kedaulatan secara politik. Yang dilarang dan dimurkai TUHAN, Alkitab, Injil dan Gereja ialah kolonialisme, militerisme, kapitalisme, rasisme, fasisme, ketidakadilan, pelanggaran berat HAM, marginalisasi, sejarah Pepera 1969 yang bengkok dan proses pemusnahan etnis Papua (genocide) dan juga mitos, stigma, dan label seperti: monyet, makar, opm, kkb dan teroris yang diproduksi penguasa Indonesia dari waktu ke waktu.
Para pejuang keadilan, perdamaian, martabat kemanusiaan, kesamaan derajat, hak penentuan nasib rakyat dan bangsa Papua, mesti berjuang dengan cara-cara damai dan terhormat, karena Papua Barat merdeka tidak dilarang oleh TUHAN, Alkitab, Injil, Gereja. Perjuangan Papua Barat Merdeka adalah perjuangan mulia dan suci untuk masa depan bangsa Papua Barat yang lebih damai dan beradab.
Diharapkan, solusi untuk mengakhiri semua persoalan ini ialah perundingan atau dialog damai yang setara antara RI-ULMWP yang dimediasi pihak ketiga yang netral tanpa syarat, seperti GAM Aceh-RI yang pernah dimediasi Helsinki pada 15 Agustus 2015. (*)
Penulis adalah Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua (PGBWP), Anggota Dewan Gereja Papua (WPCC), Anggota Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (PCC), dan Aliansi Baptis Dunia (BWA)
Editor: Timoteus Marten