TNI/Polri diminta tidak duduki sekolah dan fasilitas umum di Papua

Majelis Rakyat Papua
Bimbingan Teknis bagi pimpinan dan anggota Majelis Rakyat Papua atau MRP yang berlangsung di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura, pada Kamis (3/2/2022). - Jubi/Yance Wenda

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Sentani, Jubi – Anggota Kelompok Kerja Adat, Majelis Rakyat Papua, Engelbertus Kasipmabin menyatakan penambahan pasukan TNI/Polri yang menjalankan operasi di Papua tidak dipersiapkan dengan baik, sehingga banyak fasilitas umum diduduki TNI/Polri. Kasipmabin mengkritik banyaknya sekolahan, puskesmas, atau kantor aparat sipil yang dijadikan pos keamanan TNI/Polri, karena hal itu mengganggu aktivitas warga Papua.

Kasipmabin menyatakan tambahan pasukan TNI/Polri yang dikirimkan ke Papua tidak memiliki tempat tinggal. “Pengiriman anggota ke masing-masing daerah, [namun] mereka tidak punya tempat tinggal, atau asrama yang bisa menampung mereka,” kata Kasipmabin dalam Bimbingan Teknis bagi pimpinan dan anggota MRP di Sentani, Kabupaten Jayapura, Jumat (4/2/2022).

Read More

Ia pun mempertanyakan bagaimana TNI/Polri mengelola tambahan pasukan yang mereka kirimkan ke Papua. “[Mereka dengan cara paksa atau terhormat ambil tempat tinggal masyakarat, sekolah, puskesmas, [atau] rumah warga. Kalau bisa,  bangun dulu tempat buat mereka, agar bisa menampung mereka [dan] tidak menganggu masyakarat setempat,” ucapnya.

Baca juga: Konflik bersenjata di Yahukimo dipicu pembunuhan dan perdagangan senjata api

Kasipmabin menilai upaya menjadikan TNI/Polri sebagai tenaga pengajar atau tenaga medis juga tidak ditanggapi positif oleh warga, karena pada dasarnya warga justru takut dengan kehadiran TNI/Polri di lingkungan sekolah atau fasilitas pendidikan. “Semuanya karena terpaksa, masyakarat takut, dan bahkan guru juga takut. Mereka lari karena ditanya soal Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB. [Pasukan TNI/Polri] selalu tanya [hal itu] kepada masyarakat yang tidak tahu apa-apa,” jelas Kasipmabin.

Kasipmabin menyarankan pemerintah pusat menempuh strategi lain selain mengirimkan pasukan tambahan ke Papua, karena dampak pengiriman pasukan itu justru memperburuk situasi di Papua. “Gunakan strategi yang negara ini miliki. Panggil pihak TPNPB, lalu duduk berdialog,” ujarnya.

Kasipmabin juga meminta pasukan TNI/Polri tidak menduduki lahan, kebun, dan tempat tinggal warga. Penggunaan fasilitas publik seperti sekolah dan puskemas yang berada di sekitar permukiman warga untuk kepentingan pasukan TNI/Polri justru membahayakan warga sipil di lokasi itu, membuat warga sipil takut dan akhirnya mengungsi.

“[Seharusnya] TNI/Polri siapkan lapangan perang, dan panggil OPM datang berperang [di situ], itu yang bagus. Jangan buat masyakarat jadi kacau, [sebagaimana terjadi di] Nduga, Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Pegunungan Bintang dan daerah konflik lainnya. Kami lihat pengungsi berhamburan di mana-mana,” ujar Kasipmabin.

Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua meminta pasukan Brimob yang menempati tiga bangunan sekolah di Kabupaten Yahukimo meninggalkan bangunan sekolah itu. Hal itu disampaikan Direktur LBH Pers, Emanuel Gobay SH MH dalam keterangan pers tertulisnya, Jumat (21/1/2022).

Baca juga: MRP tutup Bimbingan Teknis untuk pimpinan dan anggotanya

Gobay menyatakan pasukan Brimob telah menempati tiga bangunan sekolah di Kabupaten Yahukimo sejak 3 Oktober 2021. Menurutnya, ketiga bangunan sekolah yang ditempati pasukan Brimob itu adalah gedung SMA Negeri NINIA, SMA Negeri Anggruk dan SMK Negeri 2 Yahukimo. “Akibat penempatan itu, para siswa tidak bisa bersekolah dan proses belajar mengajar terhenti total,” demikian keterangan pers LBH Papua.

Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Papua, Komisaris Besar Faizal Ramadhani yang menjadi salah satu pemateri dalam Bimbingan Teknis bagi pimpinan dan anggota Majelis Rakyat Papua atau MRP pada pekan ini menyatakan pasukan tambahan Polri di Papua seharusnya tidak menggunakan fasilitas umum. Ia mengatakan pimpinan Polri telah mengevaluasi sejumlah satuan yang sempat menempati fasilitas umum seperti sekolah.

“Dalam pengiriman pasukan dan personil Polri, [seharusnya mereka] tidak tinggal di sekolah. Kami juga menyadari beberapa waktu lalu [ada pasukan yang menempati fasilitas umum, hal itu] juga sudah ada di media. Hal itu menjadikan bahan evaluasi bagi kami kepolisian. Di beberapa daerah kami sudah membangun barak, di Nduga, Pegunungan Bintang, dan beberapa  daerah lainnya. Mungkin ada beberapa wilayah yang [masih] mengunakan fasilitas umum,” ujarnya. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply