Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1,
Jayapura, Jubi – Perwakilan umat Katolik Dekenat Jayawijaya menyesalkan respons Keuskupan Jayapura yang masih mengabaikan permintaan mereka untuk bertemu terkait status pergantian nama Dekenat Jayawijaya menjadi Dekenat Pegunungan Tengah.
Herman Hubi, Ketua Tim Peduli Gereja Katolik Dekenat Jayawijaya bersama umat Dekenat Jayawijaya mengaku tidak menghadiri peringatan HUT 50 Tahun Hierarki Keuskupan Jayapura Jumat (18/11/2016) dan melakukan ibadah sendiri di Gua Maria Buper, Distrik Heram, Jayapura.
Pasalnya, mereka merasa kecewa atas perubahan nama Dekenat Jayawijaya yang diklaim sepihak menjadi Dekenat Pegunungan Tengah.
“Ttanggal 18 Heirarki Gereja Katolik 50 tahun, kami seluruh umat Dekenat Jayawijaya tidak ikut rayakan Hirarki Gereja Katolik, tapi kami sekitar ratusan lakukan ibadah di Gua Maria Buper sebagai tanda tidak terima kami kepada kebijakan yang diambil Bapa Uskup,” kata Hubi saat mendatangi Kantor Redaksi Jubi, Jumat (18/11/2016).
Menurut dia, Keuskupan telah mengabaikan permintaan audiensi mereka sejak tahun 2015. Mereka memrotes pergantian nama dekenat tersebut yang menurutnya sepihak dan tidak melalui Musyawarah Pastoral.
Mereka juga mengaku telah dihalang-halangi pihak kepolisian saat hendak melakukan audiensi dengan Keuskupan Senin (14/11) dan Rabu (16/11) lalu.
“Kami kemarin (17/11) ke kantor polisi dan Kasat intelkam Polda Papua tidak bisa memberi izin karena pihak Keuskupan ada perintah minta perlindungan, jadi tidak bisa memberi izin,” ujarnya.
Herman menyesalkan keterlibatan aparat kepolisian dalam persoalan yang menurutnya hanya antara anak dan bapak. “Yang kami sesalkan adalah kami itu sebagai domba dengan Uskup sebagai gembala,” kata dia sambil meminta Bapak Uskup bisa membuka diri, dan menyelesaikan masalah pergantian nama itu secara kekeluargaan dan tidak melibatkan aparat kepolisian.
Dikonfirmasi terpisah, Vikaris Jenderal (Vikjend) Keuskupan Jayapura, Pater Yuli Mote mengatakan pergantian nama dekenat tersebut sudah demokratis.
“Memang ada usulan dari masyarakat untuk menggantikan nama Dekenat Jayawijaya berubah nama menjadi Dekenat Pegunungan Tengah. Surat tersebut juga sudah masuk ke Uskup Jayapura, namun Bapak Uskup Jayapura malah mengembalikan ke umat se-Dekenat Jayawijaya dan juga para Pastor Paroki di sana, apakah mau diubah namanya atau tidak,” ujarnya.
Menurut dia melalui hasil rembuk, perwakilan dari umat dan Pastor Paroki sepakat bahwa nama Dekenat Jayawijaya diubah menjadi Dekenat Pegunungan Tengah.
“Alasannya jelas, bahwa kalau namanya masih tetap Dekenat Jayawijaya hanya wilayah Lembah Baliem. Kalau Dekenat Pegunungan Tengah maka akan luas, jadi bukan hanya Lembah Baliem saja,” kata Mote.
Terkait ketiadaan respons Keuskupan terhadap permintaan Tim Peduli Gereja Katolik Dekenat Jayawijaya itu, Mote malah mempertanyakan asal-usul pihak Tim Peduli tersebut. “Nah, teman-teman yang datang dan mempertanyakan pergantian nama tersebut apakah mereka datang dari tokoh-tokoh agama, adat atau mahasiswa. Kalau mahasiswa apakah mahasiswa murni atau ada udang di balik batu?” ujarnya.(*)