Tanah penolak tambang emas ini dihargai Rp5 ribu per meter

Papua
Ilustrasi lokasi pertambangan emas – Pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Warga Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara yang menolak tambang emas dari PT Tambang Mas Sangihe (TMS) mengaku terkejut saat perusahaan sudah mematok harga tanah mereka sebesar Rp 5 ribu per meter. Warga menyebut hal itu  janggal karena disampaikan perusahaan tersebut.

Read More

“Saat itu kami kaget izin dari perusahaan tambang ini sudah ada dan saat itu sudah disosialisasikan soal harga,” kata Rafia Paususeke, warga Kampung Lesabe, Selasa, (15/6/2021).

Baca juga : Tambang emas ilegal di Banten ini masuk wilayah adat  

Pemerintah hentikan tambang emas liar, khawatir pencemaran sianida 

Selamatkan tambang emas rakyat Korowai, ribuan masyarakat gelar doa bersama

Selama ini, Rafia mengatakan lahan yang dimiliki warga merupakan penghasilan utama mereka. Berbagai tanaman mulai dari kelapa, cengkeh, hingga pisang ditanami warga untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Bahkan dari lahan ini pula mereka bisa menyekolahkan anak-anak mereka.

“Kami berjuang IUP ini bisa dicabut untuk bapak Jokowi atau menteri ESDM yang menyetujui izin tersebut. Kami warga masyarakat semua menolak,” kata Rafia menambahkan.

Rafia yang juga memiliki lahan di Kampung Bowone mengatakan tak tahu soal keberadaan izin itu. Padahal, seharusnya izin usaha pertambangan (IUP) dikeluarkan setelah analisis dampak lingkungan (Amdal) dikeluarkan.

“Kalau gitu kenapa kami tidak dilibatkan dalam Amdal yang seharusnya masyarakat harus tahu. Tetapi kami tak tahu soal itu,” katanya.

Warga lain, Jull Takaliuang dari Save Sangihe Island, juga menegaskan penolakan itu. Apalagi ia menyebut IUP PT TMS luasnya mencapai 42 ribu hektare, mencakup 7 kecamatan, 80 kampung, dan jumlah penduduknya sekitar 58 ribu jiwa.

“Karena 57 persen wilayah sudah dicover IUP, kami sebagai putra putri Sangihe tak akan rela sejengkal pun karena akan mengakibatkan dampak buruk ke depan. Kerusakan lingkungan bisa mengancam keselamatan manusia,” kata Jull.

Ia khawatir kerusakan lingkungan terjadi saat penambangan, hal itu menjadi salah satu alasan utama warga menolak. Penolakan bahkan sudah di tingkat kepala desa atau Kapitalau di banyak desa yang terlingkup dalam IUP.

Menurut Jull, banyak warga kaget saat mengetahui Hutan Lindung Sahendarumang masuk ke dalam daerah di dalam IUP PT TMS. Apalagi, hutan ini sangat vital bagi warga karena hulu dari 70 sungai untuk 7 kecamatan.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kepulangan Sangihe pun telah masuk ke dalam daerah rawan bencana. Jull mengatakan eksploitasi lingkungan ini dikhawatirkan akan memperburuk kondisi alam di sana.

“Kami sangat takut apabila PT Tambang Mas Sangihe itu akan beroperasi. Menggunakan metode open pit dan bisa jadi akan melakukan blasting dalam 5 tahun ke depan di awal,” kata Jull menjelaskan. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply