Surat terbuka Skrzypski: Saya diadili dengan asumsi dan kebohongan

Sidang pembacaan putusan terhadap kedua terdakwa makar Jakub Fabian Skrzypzki dan Simon Magal berlangsung di Pengadilan Negeri Wamena, Kamis (2/5/2019)-Jubi/Islami
Sidang pembacaan putusan terhadap terdakwa Jakub Fabian Skrzypzki dan Simon Magal berlangsung di Pengadilan Negeri Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Kamis (2/5/2019)-Jubi/Islami

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Jakub Fabian Skrzypski, warga Polandia yang bersama-sama Simon Magal dinyatakan bersalah melakukan makar dalam persidangan di Pengadilan Negeri Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, pada Kamis (2/5/2019) menulis surat terbuka kepada pers. Dalam suratnya, Skrzypski menyatakan dirinya tidak bersalah. Ia menyebut dirinya diadili dengan asumsi dan kebohongan.

Read More

Jubi menerima surat Skrzypski kepada pers itu dari kuasa hukumnya, Latifah Anum Siregar, Jumat (3/5/2019). Menurut Siregar, surat itu diserahkan Skrzypski seusai sidang pembacaan putusan pengadilan yang menyatakan Skrzypski bersalah dan dihukum lima tahun penjara. Simon Magal yang disidang bersama Skrzypski juga dinyatakan bersalah melakukan makar, dan dijatuhi hukuman penjara empat tahun. “Surat itu ditulis Skrzypski dan diserahkan kepada saya setelah sidang putusan,” kata Siregar saat dihubungi Jumat.

Dalam surat dua halaman tulisan tangan itu, Skrzypski menegaskan dirinya telah diadili dengan asumsi dan kebohongan. “Kasus yang saya alami, dan persidangan yang saya jalani nyaris sepenuhnya didasarkan hanya kepada asumsi belaka, dan sejumlah kebohongan. Saya dituduh bersalah berdasarkan asumsi bahwa perjalanan saya ke Papua dilakukan karena saya ingin menemui kelompok yang bertentangan dengan Negara atau melakukan kegiatan militer/kelompok bersenjata, dan asumsi bahwa saya mendukung kelompok tertentu untuk melawan Negara,” tulis Skrzypski.

Skrzypski menulis bahwa kasusnya adalah sebuah kasus hukum yang sepenuhnya didasarkan pernyataan tanpa bukti polisi, yang menyatakan dirinya adalah pedagang senjata. “(Saya diadili dengan kebohobongan,) setelah polisi menyatakan saya adalah penjual senjata dan amunisi, dan menyatakan bahwa saya kedapatan membawa sejumlah senjata serta amunisi itu. Saya juga meyakini dua orang mantan teman seperjalanan saya, Lidya Fakaubun dan Edward Wandik, diintimidasi sehingga mau menjadi saksi, dan memberikan kesaksian yang memberatkan saya dalam kasus itu. Saya tidak percaya mereka berbohong atas kemauan mereka sendiri.

Saya harus menekankan, kesaksian yang dijadikan bukti dalam persidangan saya adalah kesaksian saat diinterograsi polisi pada akhir Agustus 2018, ketika polisi sedang berupaya membenarkan klaim mereka bahwa saya seorang pedagang senjata (pada saat itu saya belum dituduh sebagai aktivis politik). Saksi itu menolak bersaksi di pengadilan, mungkin karena dia tidak ingin mengulangi kesaksian itu di bawah sumpah. Saya harus menekankan sejumlah orang yang mengetahui saya tidak besalah (kecuali satu orang saksi, yang juga telah dijadikan terdakwa dan dinyatakan bersalah dalam kasus ini) menolak bersaksi bahw saya tidak bersalah, karena takut akan ada pembalasan dari pihak yang berkuasa. Mustahil pula bagi saya untuk menghubungi pihak yang bisa membantu saya, karena telepon dan seluruh catatan nomor telepon milik saya telah disita polisi,” tulis Skrzypski.

Lihat juga: Jakub vonis lima tahun, Simon Magal empat tahun

Skrzypski juga mempertanyakan mengapa dirinya bisa diajukan ke pengadilan kriminal, dan didakwa melakukan makar atau kejahatan terhadap Negara. Skrzypski membandingkan kasusnya dengan kasus sejumlah jurnalis asing yang ditangkap dan diadili karena pelanggaran aturan imigrasi, dan tidak pernah diadili atas tuduhan melakukan kejahatan.

Apa yang saya lakukan tidak lebih dari pada apa yang pernah dilakukan dua jurnalis Perancis, Thomas Charles Dandois dan Valentine Bourrat  yang ditangkap di Wamena pada 2014. Apa yang saya lakukan tidak lebih dari apa yang dilakukan jurnalis Swiss Oswald Iten yang ditangkap pada 2000. Akan tetapi, (dalam proses hukum kasus) saya diperlakukan secara berbeda, dan dijatuhi hukuman melalui pengadilan yang menyatakan saya melakukan kejahatan. Kemungkinan besar para pejabat Indonesia mempertimbangkan kekuatan tekanan diplomatik Perancis dan Swiss.

Skrzypski menulis penilaiannya, bahwa kasus yang dia alami sepenuhnya masalah politik. “Saya menyadari kasus saya, dan seluruh situasi yang melingkupi kasus itu (mulai dari sejumlah kesulitan yang dialami pengacara saya, pemindahan paksa saya ke Wamena, kesaksian palsu dari saksi, hingga penetapan alat bukti yang aneh, hilangnya sejumlah berkas awal kasus ini serta kartu identitas Swiss milik saya) sebagai masalah politik, dan semuah persidangan dijalankan atas alasan propaganda. Fakta bahwa teman seperjalanan saya dibebaskan seketika (padahal kami melakukan bersama-sama semua hal yang kemudian dianggap sebagai kejatahan) sangat mencolok.

Sepanjang sidang jaksa penuntut umum gagal menghadirkan bukti kuat dan nyata atas dakwaannya, namun bisa menuntut hukum yang sangat berat bagi saya. Saya mempercayai persidangan kasus saya menyerupai tindakan balas dendam politik yang bertujuan untuk menghancurkan kehidupan pribadi maupun kehidupan profesional saya, dan merusak hubungan keluarga saya-suatu hal yang tidak akan berani dilakukan terhadap warga Perancis atau Swiss (yang melakukan perbuatan yang sama dengan saya).

Cerita bahwa saya seorang pedagang senjata, dan bahwa saya kedapatan membawa senjata saat ditangkap pada akhirnya tidak pernah dibahas di pengadilan. Cerita itu adalah kabar bohong, dinyatakan polisi dan disebarluaskan melalui media massa, lalu dipercayai banyak orang. Itu adalah fitnah yang harus segera dicabut dengan disertai permohonan maaf,” tulis  Skrzypski.

Skrzypski menutup suratnya kepada pers dengan menegaskan dirinya menolak semua tuduhan yang didakwakan kepadanya. “Apapun hukuman yang akan dijatuhkan kepada saya, paksaan apapun yang dikenakan kepada saya, seperti Galileo Galilei, saya menyatakan diri saya tidak bersalah. Saya menolak segala tuduhan itu, dan menegaskan bahwa saya tidak pernah memiliki niat untuk melakukan tindakan apapun melawan Negara Indonesia,” tulis Skrzypski menutup suratnya.

Selaku Kuasa hukum Skrzypski, Siregar menyatakan dalam persidangan Kamis pihaknya telah menyatakan akan mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Wamena yang menyatakan Skrzypski bersalah melakukan makar. “Kami mengakui Skrzypski bertemu dengan beberapa orang yang selama ini dianggap menentang Negara Indonesia. Akan tetapi, kami tetap menegaskan bahwa Skrzypski tidak memiliki niat atau melakukan tindakan apapun untuk melibatkan diri atau bergabung dalam aktivitas orang-orang yang ditemuinya itu,” kata Siregar.

Siregar menyatakan kini tengah menyiapkan memori banding atas kasus itu. “Kami menunggu salinan putusan kasus itu, namun mulai menyusun memori banding kami atas vonis terhadap Skrzypski.(*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply