Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ratusan mahasiswa Papua dan aktivis pro demokrasi yang tergabung dalam Aksi Solidaritas Pro Demokrasi & Mahasiswa Puncak Se-Jawa & Bali mendatangi dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI di Jakarta, Senin (7/3/2022). Mereka menuntut kedua lembaga negara itu turun tangan mengusut kekerasan terhadap warga sipil di Kabupaten Puncak, Papua.
Sebelum mendatangi Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI, Solidaritas Pro Demokrasi & Mahasiswa Puncak se-Jawa & Bali berunjuk rasa di Patung Kuda, Jakarta Pusat. Mereka menyuarakan tuntutan agar pemerintah membentuk tim independen untuk mengusut kasus kekerasan terhadap warga sipil di Kabupaten Puncak, termasuk dugaan penganiayaan terhadap tujuh siswa SD yang menewaskan Makilon Tabuni pada 22 Februari 2022.
Massa membawa sejumlah poster berisi berbagai tuntutan dan ucapan duka cita. Massa juga membakar peti mayat yang bertuliskan “RIP Makilon Tabuni”.
Baca juga: Mahasiswa Puncak se-Jawa dan Bali tolak kasus Sinak diinvestigasi tim bentukan TNI
Di Kantor KPAI, Solidaritas Pro Demokrasi & Mahasiswa Puncak se-Jawa & Bali menyerahkan data dan kronologis kasus dugaan penyiksaan tujuh siswa SD di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, pada 22 Februari 2022 lalu. Kasus itu bermula dari pencurian senjata api prajurit TNI di Sinak, dan tuduhan aparat keamanan bahwa ketujuh anak itu terlibat dalam pencurian tersebut.
“Kami berharap KPAI segera melakukan investigasi. Perwakilan mahasiswa menyerahkan data-data atas penganiayaan terhadap tujuh anak yang berakhir satu diantaranya meninggal,” kata Koordinator Lapangan Aksi Solidaritas Pro Demokrasi & Mahasiswa Puncak se-Jawa & Bali, Yowu Murib, Senin.
Setelah itu, massa Solidaritas Pro Demokrasi & Mahasiswa Puncak se-Jawa & Bali mendatangi Kantor Komnas HAM RI. Polisi menjaga Kantor Komnas HAM RI dengan ketat.
Baca juga: TNI akan akan investigasi dugaan penganiayaan anak hingga meninggal di Sinak
“Perwakilan massa aksi diizinkan untuk audiensi dengan pihak Komnas HAM. Salah satu peserta aksi berorasi bahwa kami tidak percaya Komnas HAM, karena mahasiswa Papua bukan kali ini saja datang untuk melaporkan kasus pelanggan HAM di Papua. Hari ini kami berikan kartu kuning kepada Komnas HAM. Kami bisa percaya Komnas HAM kalo menyelesaikan kasus penganiayaan tujuh anak di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak,” kata Murib.
Murib menyatakan pihaknya menuntut pemerintah membentuk tim independen untuk mengusut kasus dugaan penganiayaan tujuh siswa SD di Sinak yang mengakibatkan Makilon Tabuni meninggal dunia. ”Investigasi Jangan melibatkan militer tetapi harus murni dari lembaga institusi yang kami sebut,” katanya.
Salah satu mahasiswa asal Puncak, Chika Tabuni mengatakan perempuan Papua melahirkan anak bukan untuk dibunuh. “Kenapa anak-anak yang selalu menjadi buronan, baik di Ilaga, Sinak, Intan Jaya. Kami minta pemerintah harus mendalami kahasus itu,” katanya.
Baca juga: Senjata dicuri, aparat lakukan penyisiran dan aniaya warga, 1 anak SD meninggal dunia
Sekretaris Jenderal Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia (AMPTPI) Ambrosius Mulait mempertanyakan hasil kerja Komnas HAM RI dalam kasus pembunuhan Pendeta Yeremiah Zanambani di Hitadipa, Intan Jaya, pada 19 September 2020. Mulait juga meminta Komnas HAM RI turun tangan mengusut kasus dugaan penganiyaan tujuh siswa SD di Sinak.
Penanggung Jawab aksi Ketua Badan Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Mahasiswa Papua, Kelanus Kulua mengatakan pihaknya menuntut pemerintah menarik pasukan organik dan non organik militer dari Kabupaten Puncak. Menurutnya, selain tidak menyelesaikan masalah di Papua, penambahan pasukan di Puncak juga menimbulkan berbagai masalah baru.
“Solidaritas Pro Demokrasi & Mahasiswa Puncak se-Jawa & Bali mendesak Presiden Joko Widodo segera menarik [pasukan] militer organik dan non-organik dari Kabupaten Puncak. Stop penggunaan fasilitas pendidikan sebagai penampungan aparat militer. Kami mengutuk keras aparat yang melakukan penganiayaan yang mengakibatkan kematian Makilon Tabuni, dan minta pelakunya segera diadili,” kata Kulua. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G